TELAAH
PUSTAKA ZAT ANTINUTRISI PADA BAHAN PAKAN
PENURUNAN HCN DALAM KACANG
KORO PEDANG PUTIH
(Canavalia
ensiformis) DENGAN BERBAGAI METODE
Oleh
:
Harum Ishma
Savitri
23010112130093
FAKULTAS
PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Kacang koro pedang merupakan
salah satu tanaman lokal yang dapat ditemukan dengan mudah di Indonesia.
Tanaman ini secara luas menyebar di daerah tropis Asia Selatan dan Asia Tenggara, terutama di
India, Sri Lanka, Myanmar dan Indo China.
Kacang koro telah ternaturalisasi di beberapa daerah Indonesia termasuk
Jawa Tengah. Pada tahun 2010-2011 tercatat dari lahan seluas 24 Ha di 12
kabupaten di Jawa Tengah telah menghasilkan 216 ton koro pedang setiap panen (Kabupaten
Blora, Banjarnegara, Temanggung, Pati, Kebumen, Purbalingga, Boyolali, Batang,
Cilacap, Banyumas, Magelang dan Jepara) (Dakornas, 2012)
Koro pedang (Canavalia ensiformis) memiliki potensi yang
sangat besar menjadi produk pangan ataupun pakan apabila ditinjau dari segi
gizi dan syarat tumbuhnya. Dari kandungan nutrisi, kacang koro pedang memiliki
semua unsure nutrisi dengan nilai yang cukup tinggi, yaitu karbohidrat 60,1%,
protein 30,36% dan serat 8,3% (Sudiyono, 2010). Dari hal tersebut, kacang koro
sangat memungkinkan untuk dijadikan pengganti kedelai. Sehingga Indonesia tanpa
mengimpor bahan baku kedelai unruk produk pangan ataupun pakan.
Namun, kendala yang
dihadapi pada pengolahan kacang koro pedang yaitu banyaknya senyawa toksik yang
terkandung di dalamnya. Salah satu toksik atau zat antinutrisi yang terkandung
dalam kacang koro adalah HCN (asam sianida) yang cukup tinggi. Zat ini sangat
berbahaya terhadap kesehatan tubuh manusia ataupu ternak jika masuk dalam tubuh
secara berlebihan. Batas kandungan HCN dalam tubuh tidak boleh lebih dari 0,5
mg/kg berat badan.
Berdasarkan uraian di
atas, perlu adanya pengolahan yang paling efektif untuk menurunkan kadar asan sianida di dalam
kacang koro pedang. Sehingga menghasilkan kacang koro yang aman di konsumsi
oleh manusia ataupun ternak. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui berbagai
metode penurunan kadar asam sianida pada kacang koro pedang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Senyawa HCN mudah menguap pada proses
perebusan, pengukusan, dan proses memasak lainnya, karena sifat HCN yang mudah
menguap pada suhu kamar, mempunyai bau khas
HCN, dan mudah berdifusi (Amalia, 2011).
Pemanasan
dalam air mendidih selama 30 menit bisa mengakibatkan enzim linamarase dan
glukosidase tidak aktif dan pembentukan asam sianida pun menjadi terputus.
Sehingga sianida tidak akan terbentuk karena enzim-enzim tersebut tidak aktif
(Aman, 2010).
Pada perendaman terjadi penurunan
kadar sianida dari biji kering. HCN bersifat sangat larut dalam air sehingga
selama perendaman HCN dalam koro akan larut dalam air dan ketika air tersebut
diganti setiap 6 jam, HCN dalam air akan ikut terbuang (Astuti, 2012)
Larutan NaOH yang bersifat basa kuat dapat
merusak sel di dalam kacang koro pedang, akibatnya akan terjadi pembentukan HCN
karena aktifnya enzim β-glukosidase. Enzim ini mampu mengkatalis degradasi
glukosida sianogenik menjadi glukosa dan aglikon. Aglikon yang terbentuk
merupakan substrat enzim hidroksinitril liase pada reaksi penguraian senyawa
ini menjadi HCN (Djafaar et al, 2009).
Pelepasan HCN juga dapat terjadi ketika
maserasi yaitu pada saat pelunakan melalui perendaman dalam suatu cairan, yang
akan mengaktifasi di dalam sel enzim β-glukosidase. Reaksi pelepasan ini cepat
terjadi dalam suasana basa, dan hidrolisis sempurna dalam waktu 10 menit.
Hidrolisis mungkin dapat terjadi dalam suasana asam tetapi pelepasan HCN akan lebih
lambat (Simeonova dan
Fishbein, 2004),
Perendaman yang semakin lama juga mengakibatkan
lunaknya struktur biji kedelai sehingga air lebih mudah masuk ke dalam struktur
selnya sehingga sianida yang ada dalam sel akan keluar dan larut dalam air
(Suhaidi, 2003) .
Larutan NaOH yang bersifat basa kuat dapat merusak
sel di dalam kacang koro pedang, akibatnya akan terjadi pembentukan HCN karena
aktifnya enzim β-glukosidase. Enzim ini mampu mengkatalis degradasi glukosida
sianogenik menjadi glukosa dan aglikon. Aglikon yang terbentuk merupakan
substrat enzim hidroksinitril liase pada reaksi penguraian senyawa ini menjadi
HCN (Djafaar et
al, 2009).
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1. Bahan dan Alat
Bahan – bahan yang digunakan pada penelitian Marthia et al. (2013) adalah kacang koro
pedang
putih yang berasal dari Bogor,
natrium bikarbonat, natrium klorida, natrium hidroksida, natrium tiosulfat,
dan air.
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca, toples plastik, panci, thermometer, sendok pengaduk, saringan, kompor gas, dan gelas ukur serta seperangkat alat-alat laboratorium
untuk analisis.
Sedangkan bahan
digunakan Wahjuningsih dan Saddewisasi (2013) dalam penelitiannya menurunkan
kadar HCN pada tepung biji koro pedang dengan berbagai perlakuan dengan
perendaman biji koro pedang adalah tepung biji koro pedang, air, air kapur 10%,
soda kue (NaHCO3)
1%, sekam padi 5% dan garam (NaCl) 5%.
3.2. Metode
Penelitian
Metode penelitian yang
dilakukan Marthia et al. (2013) terdiri atas dua tahap, yaitu penelitian
pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian
pendahuluan yang dilakukan adalah berdasarkan 2 faktor, antara lain menentukan
:
1.
Kondisi
fisik kacang koro pedang (A) dengan 2 taraf, yaitu :
(a1) = Dipotong
(a2) = Tidak Dipotong
2.
Konsentrasi
larutan natrium tiosulfat (B) dengan 3 taraf, yaitu :
(b1) = 20%
(b2) = 25%
(b3) = 35%
Penentuan kedua faktor tersebut berdasarkan respon kimia yaitu kadar
sianida dan pengujian statistik dengan metode korelasi yaitu hubungan antara kondisi
fisik kacang koro dengan konsentrasi larutan Na2S2O3.
Penelitian utama yang dilakukan berdasarkan 1 faktor yaitu menentukan
metode penurunan sianida yang paling efektif dengan 7 taraf, antara lain :
1.
Metode
Pengukusan selama 75 menit
2.
Metode
Perebusan selama 3 jam
3.
Metode
Perendaman dengan NaCl selama 9 jam
4.
Metode
Perendaman dengan NaOH selama 24 jam
5.
Metode
Perendaman dengan Na2S2O3 selama 24 jam
6.
Metode
Perendaman dengan Air selama 3 hari
7.
Metode
Perendaman dengan NaHCO3 selama 5 hari
Adapun respon yang
diteliti yaitu respon kimia meliputi analisis kadar protein (Metode
mikro-Kjedahl) (AOAC, 1995) dan kadar HCN (Metode Titrasi Argentometri) (AOAC, 1995). Penentuan
metode terpilih yaitu menggunakan pengujian statistik dengan metode korelasi antara persen penurunan
sianida dan protein terhadap metode-metode penurunan sianida. Respon kimia dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali
ulangan.
Prosedur Penelitian
Metode
Perebusan
Proses penurunan
sianida dengan metode perebusan ini
meliputi beberapa tahap, yaitu : penimbangan, perebusan, dan penirisan.
1. Penimbangan,
Kacang koro bersih dan kering dengan
kondisi fisik terpilih ditimbang
sebanyak 50 gram.
2. Perendaman, Kacang koro yang telah ditimbang kemudian direbus
pada suhu 100oC. Tujuan perebusan selain untuk membuat
kacang koro menjadi lunak tetapi juga untuk menurunkan racun sianida yang
terdapat dalam kacang koro pedang putih.
3. Penirisan,
Kacang koro yang telah direbus kemudian ditiriskan agar air sisa perebusannya terbuang.
4. Analisis, Kacang koro hasil perebusan
dilakukan analisis terhadap sianida dan protein.
Metode Pengukusan
Proses penurunan sianida dengan metode pengukusan ini meliputi beberapa tahap, yaitu : penimbangan, pengukusan, dan penirisan.
1. Penimbangan,
Kacang koro bersih dan kering dengan
kondisi fisik terpilih ditimbang
sebanyak 50 gram.
2. Pengukusan, Kacang koro yang telah ditimbang kemudian dikukus,
adapun proses pengukusan dilakukan pada suhu 70oC. Tujuan pengukusan yaitu untuk
menurunkan racun sianida yang terdapat dalam kacang koro pedang putih.
3. Penirisan, Kacang koro yang telah dikukus kemudian ditiriskan agar air sisa pengukusannya terbuang.
4. Analisis, Kacang koro hasil pengukusan
dilakukan analisis terhadap sianida dan protein.
Metode Perendaman
Proses penurunan sianida dengan metode
perendaman ini meliputi
beberapa tahap, yaitu : penimbangan, perendaman, dan penirisan.
1. Penimbangan,
Kacang koro bersih dan kering dengan
kondisi fisik terpilih ditimbang
sesuai dengan perbandingan dengan volume larutan perendaman.
2. Perendaman, Kacang koro kemudian direndam,
adapun perendamannya ada 5 metode antara lain : perendaman dengan air, perendaman
dengan larutan NaHCO3, perendaman dengan larutan NaOH, perendaman
dengan larutan Na2S2O3, perendaman dengan
larutan NaCl.
3. Penirisan, Kacang koro yang telah direndam
kemudian ditiriskan agar air sisa perendamannya terbuang.
4. Analisis, Kacang koro hasil perendaman
dilakukan analisis terhadap sianida dan protein.
Prosedur
yang dilakukan oleh Wahjuningsih dan
Saddewisasi (2013) dalam penurunan kadar sianida pada biji koro pedang adalah
sebagai berikut:
a.
Perendaman biji koro pedang (A) dengan berbagai perlakuan
Perendaman
biji koro pedang dilakukan dengan cara perlakuan A1(biji koro pedang tanpa
perendaman), A2 (perendaman dengan air biasa), A3 (perendaman air kapur 10%),
A4 (perendaman soda kue 1%), A5(perendaman merang/ sekam padi 5%) dan A6
(perendaman garam 5%). Perendaman dilakukan selama 0, 12, 24, dan36, jam setiap
12 jam dilakukan penggantian air. Semua perlakuan dilakukan tanpa dan dengan
blansing pada suhu 100°C selama 30 menit terlebih dahulu.
b.
Analisa Biji Koro Pedang
Biji
koro pedang dengan berbagaiperlakuan perendaman dan lama waktu perendaman 0, 12,
24, dan 36 jam dilakukan analisa HCN. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap
waktu perendaman dengan model trend linierberbentukgrafik selanjutnya diambil
perlakuan perendaman dan lama waktu perendaman yang paling baik.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan
hasil penelitian dari Marthia et al.
(2013) menghasilkan data sebagai berikut:
Tabel 1. Kadar Sianida Kacang Koro
Hasil Perlakuan Ketujuh Metode Penurunan Sianida.
Metode
|
Kadar Sianida (mg/kg)
|
% Penurunan Sianida
|
Kacang Koro Awal (Kontrol)
|
95,94
|
-
|
Pengukusan
|
28,71
|
70,07
|
Perebusan
|
9,65
|
89,93
|
Perendaman dengan NaCl
|
17,28
|
83,03
|
Perendaman dengan NaOH
|
13,12
|
86,32
|
Perendaman dengan Na2S2O3
|
19,51
|
79,66
|
Perendaman dengan Air
|
18,79
|
80,41
|
Perendaman dengan NaHCO3
|
16,56
|
82,74
|
Sumber : Marthia et
al. (2013)
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahjuningsih dan Saddewisasi (2013) ,
menunjukkan bahwa perlakuan blansing akan mempercepat penurunan HCN. Perendaman
menggunakan garam NaCl 5% mengakibatkan terjadinya pengikatan sianida oleh natrium
membentuk NaCN yang mudah larut. Perlakuan yang terbaik dalam penurunan HCN
adalah blansing yang dilanjutkan dengan perendaman garam 5% selama 24 jam. Pada
kombinasi perlakuan tersebut digunakan garam NaCl diperoleh kadar HCN dalam
tepung koro pedang 0 ppm.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut bahwa
kacang koro pedang hasil metode pengukusan mengalami penurunan sebanyak 70,07%
yaitu 28,71 mg/kg. Penurunan sianida tersebut diakibatkan oleh sianida yang
banyak teruapkan pada saat pemanasan. Sianida bersifat mudah menguap dimana
titik uapnya yaitu 26,5oC, sedangkan proses pengukusan dilakukan
pada suhu 70oC selama 75 menit sehingga sianida banyak teruapkan
selama proses tersebut. Amalia (2011) menyatakan bahwa senyawa HCN mudah
menguap pada proses perebusan, pengukusan, dan proses memasak lainnya, karena
sifat HCN yang mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai bau khas HCN, dan mudah berdifusi.
Sedangkan
kacang koro hasil metode perebusan rata-rata 9,66 mg/kg atau menurun sebanyak
89,93%. Hal tersebut terjadi karena sianida lebih banyak terlepas pada saat
perebusan, dimana proses perebusan selain terdapat proses perendaman juga
terdapat proses pemanasan dimana sifat dari sianida yang sangat mudah larut
dalam air dan mudah menguap (titik didih sianida 26,5oC), sehingga
sianida yang keluar lebih banyak dibandingkan dengan hanya dilakukan proses
perendaman. Selain itu menurut Aman (2010) bahwa pemanasan dalam air mendidih
selama 30 menit bisa mengakibatkan enzim linamarase dan glukosidase tidak aktif
dan pembentukan asam sianida pun menjadi terputus. Sehingga sianida tidak akan
terbentuk karena enzim-enzim tersebut tidak aktif. Namun, pada metode ini tidak
efektif karena terjadi penurunan protein yang cukup tinggi akibat denatirasi
protein pada suhu di atas 60°C.
Menurut Astuti (2012), bahwa pada
perendaman terjadi penurunan kadar sianida dari biji kering. Hal ini disebabkan
karena HCN bersifat sangat larut dalam air sehingga selama perendaman HCN dalam
koro akan larut dalam air dan ketika air tersebut diganti setiap 6 jam, HCN
dalam air akan ikut terbuang.
Secara
umum senyawa racun berada dalam ruang yang berada di dalam sel (vakuola) dan
enzimnya berada pada sitoplasma. Rusaknya jaringan menyebabkan kedua senyawa
bertemu dan terjadi reaksi. Namun dengan perendaman dalam air, senyawa yang
terbentuk akibat reaksi tersebut akan terlarut, sedangkan senyawa-senyawa yang
berada dalam sel akan terdifusi keluar. Dengan melunaknya jaringan umbi maka
senyawa racun maupun senyawa lain yang terdapat di dalam sel akan keluar
(Djafaar et al, 2009).
Pada kacang koro pedang hasil metode perendaman
dengan NaCl mengalami penurunan sebanyak 83,03% menjadi 17,28 mg/kg. Hal
tersebut dikarenakan terjadinya difusi pada saat perendaman kacang koro pedang,
dimana larutan NaCl masuk ke dalam sel dan HCN yang terdapat dalam sel akan keluar
dan larut dalam larutan NaCl sebagai larutan perendaman. HCN yang larut dalam
larutan NaCl akan bereaksi menghasilkan NaCN. Ketika larutan diganti setelah 6
jam perendaman, NaCN akan ikut terbuang bersama larutan NaCl sehingga kadar
sianida dalam kacang koro pedang akan berkurang.
Kacang
koro hasil metode perendaman dengan NaOH memiliki kadar sianida 13,12 mg/kg
atau mengalami penurunan sebesar 86,32%. Hal tersebut dikarenakan NaOH yang
bersifat hidroskopis (dapat menarik air) dan juga bersifat sebagai basa kuat
sehingga dapat menaikkan pH serta merusak dinding sel sehingga terjadi
plasmolisis (pecahnya sel karena kekurangan air). Hal ini menyebabkan glukosida
sianogenik terdegradasi membentuk HCN yang dapat berikatan dengan Na dan
langsung terlarut.
Larutan NaOH yang bersifat basa kuat dapat
merusak sel di dalam kacang koro pedang, akibatnya akan terjadi pembentukan HCN
karena aktifnya enzim β-glukosidase. Enzim ini mampu mengkatalis degradasi
glukosida sianogenik menjadi glukosa dan aglikon. Aglikon yang terbentuk
merupakan substrat enzim hidroksinitril liase pada reaksi penguraian senyawa
ini menjadi HCN (Djafaar et al,
2009). HCN yang terbentuk akan berikatan dengan Natrium membentuk NaCN yang
mudah terlarut dalam air. Walaupun penurunan asam sianida tinggi pada
perendaman ini, namun tidak efektif karena banyak protein yang rusak saat
perendaman.
Menurut Simeonova dan Fishbein (2004),
pelepasan HCN juga dapat terjadi ketika maserasi yaitu pada saat pelunakan
melalui perendaman dalam suatu cairan, yang akan mengaktifasi di dalam sel
enzim β-glukosidase. Reaksi pelepasan ini cepat terjadi dalam suasana basa, dan
hidrolisis sempurna dalam waktu 10 menit. Hidrolisis mungkin dapat terjadi
dalam suasana asam tetapi pelepasan HCN akan lebih lambat.
Pada kacang koro pedang hasil metode perendaman
dengan Na2S2O3 mengalami penurunan sebanyak
79,66%. Larutan Na2S2O3
dapat digunakan sebagai larutan perendaman untuk menurunkan sianida yang
terdapat dalam kacang koro pedang karena sifat dari larutan Na2S2O3
yaitu netral/basa lemah, sangat mudah larut dalam air, hidroskopis. Sifat
larutan Na2S2O3 yang sedikit basa dan
hidroskopis dapat membuat dinding sel terpecah (plasmolisis) karena menarik air
yang terdapat di dalam sel, dan sifat basa lemah Na2S2O3
akan menaikkan pH sehingga mengaktifkan enzim β-glukosidase dan terjadi reaksi
hidrolisis pada senyawa glukosida sianogenik yang menghasilkan HCN. HCN
yang larut dalam larutan Na2S2O3 akan bereaksi
menghasilkan NaSCN atau natrium tiosianat. Ketika larutan diganti setelah 6 jam
perendaman, NaSCN akan ikut terbuang bersama larutan Na2S2O3
sehingga kadar sianida dalam kacang koro pedang akan berkurang.
Sedangkan kacang koro hasil perendaman dengan
air mengalami penurunan sebanyak 80,41%. Hal tersebut dikarenakan terjadinya
difusi pada saat perendaman kacang koro pedang, dimana air masuk ke dalam sel
dan HCN yang terdapat dalam sel akan keluar dan larut dalam air sebagai larutan
perendaman. HCN yang larut dalam air akan ikut terbuang bersama air saat
penggantian air rendaman sehingga kadar sianida dalam kacang koro pedang akan
berkurang. Suhaidi (2003) menyatakan bahwa perendaman yang semakin lama juga
mengakibatkan lunaknya struktur biji kedelai sehingga air lebih mudah masuk ke
dalam struktur selnya sehingga sianida yang ada dalam sel akan keluar dan larut
dalam air.
Berdasarkan
tabel diatas dihasilkan bahwa kadar sianida pada kacang koro pedang hasil
metode perendaman dengan NaHCO3 mengalami penurunan sebanyak 82,74%.
Larutan NaHCO3 dapat digunakan sebagai
larutan perendaman untuk menurunkan sianida yang terdapat dalam kacang koro
pedang karena sifat dari larutan Na2S2O3 yaitu
basa lemah, dan sangat mudah larut dalam air. Pada saat perendaman terjadi
difusi atau perbedaan tekanan diantara sel dan bagian luar sel sehingga
sebagian larutan NaHCO3 akan masuk ke dalam sel pada kacang
koro pedang dan sifat basa lemah Na2S2O3
akan menaikkan pH sehingga mengaktifkan enzim β-glukosidase dan terjadi reaksi
hidrolisis pada senyawa glukosida sianogenik yang menghasilkan HCN. HCN yang
larut dalam larutan NaHCO3 akan bereaksi menghasilkan NaCN atau
natrium tiosianat. Ketika larutan diganti setelah 6 jam perendaman, NaCN akan
ikut terbuang bersama larutan NaHCO3 sehingga kadar sianida dalam
kacang koro pedang akan berkurang. Walaupun penurunan asam sianida tinggi pada
perendaman ini, namun tidak efektif karena banyak protein yang rusak saat
perendaman.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil kedua
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
metode yang bisa menurunkan kadar sianida pada kacang koro pedang adalah dengan
pengukusan, perendaman dengan air, perendaman dengan larutan NaHCO3
(Soda Kue), perendaman dengan larutan NaOH, perendaman dengan larutan Na2S2O3,
perendaman dengan larutan NaCl (garam) dan perndaman dengan larutan sekam padi.
Namun, metode
yang paling efektif dari semua metode dalam menurunkan sianida pada kacang
koro pedang yaitu metode perendaman dengan NaCl.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia E.R. 2011. Penurunan Kadar HCN Pada Ubi
Kayu Jenis Karet
(Manihot glaziovii Muell) Karena Pengaruh Waktu Perebusan dan Pengukusan. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Semarang.
(Manihot glaziovii Muell) Karena Pengaruh Waktu Perebusan dan Pengukusan. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Semarang.
Aman, L.O. 2010. Efektifitas Penjemuran dan
Perendaman dalam Air Tawar untuk Menurunkan Kandungan Toksik HCN Ubi Hutan (Dioscorea hispida Dennst). Artikel.
Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA. Universitas Negeri Gorontalo.
Astuti, B. C. 2012. Karakteristik Moromi yang Dihasilkan
dari Fermentasi Moromi Kecap Koro Pedang (Canavalia
ensiformis L.) Pada Kondisi Fermentasi yang Berbeda. Tesis. Program Studi
Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Dakornas, 2012. Seminar
Pengembangan Koro Pedang di Jawa Tengah. Fakultas Peternakan dan Pertanian
Universitas Diponegoro. Semarang, 26 November 2012.
Djafaar, T.F., Rahayu, S., Gardjito, M. 2009.
Pengaruh Blanching dan Waktu Perendaman dalam Larutan Kapur Terhadap Kandungan
Racun Pada Umbi dan Ceriping Gadung.
Artikel Penelitian. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 28 No. 3.
Simeonova
dan Fishbein. 2004. Hydrogen Cyanide and Cyanides : Human Health Aspects. Concise International Chemical Assesment
Document 61. World Health Organization. Geneva.
Marthia,
N., T. Widiantara dan L. H. Afrianti. 2013. Penurunan Sianida Dalam Kacang Koro Pedang Putih (Canavalia Ensiformis) Dengan
Berbagai Metode. Jurnal Penelitian Tugas
Akhir.
Sudiyono.
2010. Penggunaan Na2HCO3
untuk mengurangi kandungan Asam Sianida (HCN) Koro Benguk pada pembuatan koro
benguk goreng. Jurnal AGRIKA, Vol 4 (1).
Wahjuningsih,
S. B. dan W. Saddewisasi. 2013. Pemanfaatan koro pedang
pada aplikasi produk pangan dan analisis ekonominya. Riptek Vol. 7 (2):1-10.