Senin, 24 Agustus 2015

laporan kimia dan toksikologi pakan

BAB I
PENDAHULUAN
            Keterbatasan persediaan bahan baku pakan berkualitas merupakan kendala utama bagi terciptanya kegiatan usaha ternak. Sumber pakan yang berkualitas tinggi seperti tepung ikan dan tepung kedelai semakin terbatas. Perlu adanya bahan pengganti bahan pakan tersebut yang harganya lebih terjangkau dan mudah didapatkan. Daun Lamtoro (Leucaena leucocephala) termasuk hijauan yang bernilai gizi tinggi namun pemanfaatannya sebagai pakan ternak pemberiannya perlu dibatasi. Hal ini karena daun lamtoro mengandung zat anti nutrien yaitu asam amino non protein yang disebut tanin.
Tanin merupakan senyawa kimia yang termasuk golongan senyawa polifenol. Senyawa polifenol dan hasil oksidasinya diketahui dapat berinteraksi dengan protein (Pujaningsih dan Mukodiningsih, 2002). Tanin adalah kelompok polifenol yang larut dalam air dengan berat molekul 500 3000 g/mol. Tanin mampu mengendapkan alkaloid, gelatin dan protein lainnya, membentuk warna merah tua dengan kalium ferisianida dan amonia serta dapat diendapkan oleh garam-garam Cu, Pb dan kalium kromat (atau 1% asam kromat) (Fajriati, 2006). Adanya zat tanin dapat menimbulkan keracunan atau gangguan kesehatan apabila dikonsumsi secara berlebih dan terus menerus.
Tujuan praktikum Kimia dan Toksikologi pakan adalah untuk mengetahui kadar tanin pada daun lamtoro. Manfaat praktikum adalah didapatkan informasi tentang kadar tanin pada bahan pakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.            Leucaena leucocephala
Lamtoro (Leucaena leucocephala) termasuk hijauan yang bernilai gizi tinggi sangat berpotensi digunakan untuk pakan ternak, karena percabangan yang kecil dan banyak serta daunnya desenangi ternak. Palatabilitas dan daya cerna daun Lamtoro cukup tinggi (Yurmiaty dan Suradi, 2007). Adanya zat antinutrisi sehingga pemanfaatannya sebagai pakan ternak dalam pemberiannya perlu dibatasi. Kandungan nutrisi dari tepung daun lamtoro yaitu air 7,76 g; abu 6,90 g; lemak 3,34 g; 14,10 g; serat kasar 19,60 g; karbohidrat 28,30 g dan energi metabolit 199,50 kkal/kg (Widodo, 2010).
2.2.            Tanin
Tanin merupakan senyawa kimia yang termasuk golongan senyawa polifenol. Senyawa polifenol dan hasil oksidasinya diketahui dapat berinteraksi dengan protein (Pujaningsih dan Mukodiningsih, 2002). Tanin adalah kelompok polifenol yang larut dalam air dengan berat molekul 500 3000 g /mol. Tanin mampu mengendapkan alkaloid, gelatin dan protein lainnya, membentuk warna merah tua dengan kalium ferisianida dan amonia serta dapat diendapkan oleh garam-garam Cu, Pb dan kalium kromat (atau 1% asam kromat). Tanin lebih dikenal dengan asam tanat, biasanya mengandung 10% H2O. Struktur kimia tanin adalah kompleks dan tidak sama. Asam tanat tersusun 5-10 residu ester galat, sehingga galotanin sebagai salah satu senyawa turunan tanin dikenal dengan nama asam tanat. Dalam larutan basa, beberapa turunana tanin dapat mengabsorbsi oksigen (Fajriati, 2006)

Gambar. Struktur kimia tanin (Peter, 1993) dalam sitasi Fajriati (2006).


2.3.            Batas Maksimum Pemberian Tanin
Dalam tubuh unggas khususnya ayam, pemberian pakan yang mengandung tanin sebesar 0,33% tidak membahayakan. Tetapi, apabila kadar tanin dalam pakan mencapai 0,5% atau lebih akan mulai memberikan pengaruhnya yaitu penekanan pertumbuhan karena tanin menekan retensi nitrogen dan penurunan daya cerna asam-asam amino yang seharusnya dapat diserap oleh vili-vili usus dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan perkembangan jaringan-jaringan tubuh. Dosis pemberian tepung daun lamtoro 5 - 10% dalam bahan pakan pada unggas maupun kelinci dapat menyebabkan penurunan performen ternak (Widodo, 2010).
Tanin akan mempengaruhi metabolisme zat di dalam tubuh, karena dapat menghambat kerja enzim amilase, lipase dan protease (Mudjisihono dan Suprapto,1987) dalam sitasi (Wahyuni et al., 2008). Senyawa kompleks pada tanin bersifat racun yang dapat berperan dalam menghambat pertumbuhan dan mengurangi nafsu makan herbivora melalui penghambatan aktivitas enzim pencernaan yakni α-amylase (Firdausi et al., 2013). 
Tanin dapat mempengaruhi pertumbuhan hewan dengan dua cara yaitu : rasa sepat tanin menurunkan tingkat konsumsi pakan dan mempunyai kemampuan untuk mengikat protein di intestinum yang mengakibatkan penurunan daya cerna dan absorpsi protein. Tanin merupakan tepung yang berwarna agak kekunigan, sangat larut dalam alkohol, air panas, dan bersifat racun. Jika tanin bereaksi dengan ion logam akan terbentuk endapan berwarna merah tua sampai hitam (Widodo, 2010). Penggunaan tanin yang berlebih mampu mengikat nutrien sehingga nutrien tidak bisa digunakan oleh ternak(Chanchay dan Poosaran, 2009).

2.4.            Penanggulangan dan Pencegahan Kadar Tanin
Cara yang dilakukan untuk mengurangi kadar tanin yaitu mencampurkan hijauan kedalam hijauan lainnya. Cara yang lain yaitu melakukan proses pemanasan (pengeringan atau pelayuan) yang dapat meningkatkan pemecahan mimosin menjadi DHP yang kurang toksik (Tangendjaya dan Lowry, 1984). Pengeringan sebaiknya dilakukan pada suhu 50 - 70°C, bila lebih tinggi dari 70°C dapat menyebabkan terjadinya denaturasi enzim. Perendaman lamtoro dalam air panas pada suhu 60°C selama 3 menit dapat mengubah mimosin menjadi DHP hanya terjadi pada daun, sedangkan pada tangkai daun tidak terjadi penurunan (Lowry, 1982). Penelitian yang dilakukan oleh Chanchay dan Poosaran (2009) bahwa dengan metode preparasi yang dilakukan dapat menurunkan kadar tanin sebesar 99,34% dari 37,582% (daun segar) menjadi 0,249%.
BAB III
MATERI DAN METODE
            Praktikum Kimia dan Toksikologi Pakan dengan materi Pengukuran Kandungan Tanin dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 3 Juni 2015 pukul 14.00 -16.00 WIB di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.
3.1.      Materi
            Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah tepung daun lamtoro, Folin, Na2CO3, dan aquades. Alat yang digunakan yaitu gelas ukur, gelas beker 250 ml, labu takar, botol plastik, tabung reaksi, pipet ukur, pipet hisap, rak tabung, timbangan elektrik dan spektrofotometer.
3.2.      Metode
            Metode yang dilakukan yaitu membuat preparasi pendahuluan dan pengenceran. Preparasi pendahuluan dilakukan dengan cara menimbang sampel bahan sebanyak 2 gram yang kemudian dimasukkan kedalam gelas beker 250 ml. Melakukan destruksi (perebusan) pada sampel bahan yang telah ditimbang dengan menambahkan air sebanyak 150 ml selama 15 menit, kemudian sampel yang telah dingin tersebut dilakukan penyaringan.
Metode selanjutnya yaitu melakukan pengenceran. Pengenceran dilakukan dengan cara mengambil larutan induk sebanyak 0,5 ml, kemudian melarutkannya dengan aquademin sebanyak 10 ml. Setelah itu, memasukkan larutan kedalam masing-masing tabung reaksi sebanyak 0,5 ml. Masing-masing tabung ditambahkan 8 ml aquades, kemudian memasukkan larutan folin sebanyak 0,5 ml dan ditunggu selama 10 menit. Setelah 10 menit, memasukkan larutan Na2CO3 masing-masing sebanyak 1 ml dan ditunggu selama 30 menit. Setelah itu, memasukkan kedalam gelas kaca kotak sampai tanda batas. Kemudian memasukkan gelas kaca kotak kedalam alat spektrofotometer untuk melihat hasil absorbi sampel (Y). Setelah itu, memasukkan hasil absorbsi sampel (Y) kedalam rumus, sebagai berikut :
a.       Persamaan linier
Y = 64,67 x + 0,002
dimana,           Y = absorbsi sampel
X = konsentrasi
b.      Kadar Tanin (%) =




BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
            Berdasarkan hasil praktikum analisis pengukuran tanin pada tepung daun lamtoro didapatkan hasil tabel berikut :
Tabel 1. Hasil Praktikum Uji Tanin pada tepung Daun Lamtoro
Parameter
Hasil Pengukuran Kadar Tanin (%)
Hasil Praktikum (rata-rata)
Literatur *
Daun Lamtoro
0,035
0,249
Sumber : Data Praktikum Kimia dan Toksikologi Pakan, 2015.
*Chanchay dan Poosaran, 2009.
Hasil pengukuran kadar tanin pada daun lamtoro didapatkan hasil rata-rata sebanyak 0,035%. Hal ini sangat rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Chanchay dan Poorsan (2009) yaitu dengan metode preparasi yang dilakukan dapat menurunkan kadar tanin sebesar 99,34% dari 37,582% (daun segar) menjadi 0,249%. Merujuk pada hasil ini, maka dugaan bahwa kadar tanin merupakan penyebab menurunnya kinerja pertumbuhan pada penggunaan tepung daun lamtoro dalam penelitian ini mungkin kurang tepat, karena tepung daun lamtoro yang digunakan sudah tidak mengandung tanin lagi. Adanya kemungkinan hilangnya beberapa asam amino tertentu akibat perlakuan perendaman dan pengovenan ini.
Berdasarkan hasil dari rata-rata pengukuran kadar tanin yang didapat yaitu 0,034895%, apabila daun lamtoro tersebut ingin diberikan ke ternak ayam maka hasil persentase tersebut tidak membahyakan bagi ternak ayam. Hal ini sesuai dengan pendapat (Widodo, 2010) yang menyatakan bahwa dalam tubuh unggas khususnya ayam, pemberian pakan yang mengandung tanin sebesar 0,33% tidak membahayakan. Tetapi, apabila kadar tanin dalam pakan mencapai 0,5% atau lebih akan mulai memberikan pengaruhnya yaitu penekanan pertumbuhan karena tanin menekan retensi nitrogen dan penurunan daya cerna asam-asam amino yang seharusnya dapat diserap oleh vili-vili usus dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan perkembangan jaringan-jaringan tubuh. Menambahkan pula bahwa dosis pemberian tepung daun lamtoro 5 - 10% dalam bahan pakan pada unggas maupun kelinci dapat menyebabkan penurunan performen ternak.
Tanaman lamtoro mengandung metabolit sekunder yaitu tanin. Senyawa dapat menurunkan palatabilitas pakan dan penurunan kecernaan protein. Penggunaan tanin yang berlebih toksisitas tanin dilaporkan antara lain mengikat nutrien pakan (protein dan mineral) sehingga tidak dapat dimanfaatkan oelh ternak. Tanin mengganggu kerja enzim pencernaan dan mengurangi daya absorbsi terhadap vitamin B12. Hal ini sesuai dengan pendapat Chanchay dan Poosaran (2009) bahwa penggunaan tanin yang berlebih mampu mengikat nutrien sehingga nutrien tidak bisa digunakan oleh ternak.
Adanya kandungan tanin dapat ditanggulangi atau diatasi dengan beberapa cara. Cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kadar tanin yaitu mencampurkan hijauan kedalam hijauan lainnya. Cara yang lain yaitu melakukan proses pemanasan (pengeringan atau pelayuan) yang dapat meningkatkan pemecahan mimosin menjadi dihydroxy pyridine (DHP) yang kurang toksik (Tangendjaya dan Lowry, 1984).  Lowry (1982) menyatakan bahwa pengeringan sebaiknya dilakukan pada suhu 50 - 70°C bila lebih tinggi dari 70°C dapat menyebabkan terjadinya denaturasi enzim. Perendaman lamtoro dalam air panas pada suhu 60°C selama 3 menit dapat mengubah mimosin menjadi DHP hanya terjadi pada daun, sedangkan pada tangkai daun tidak terjadi penurunan.





















BAB IV
KESIMPULAN
            Berdasarkan pengukuran kadar tanin terhadap tepung daun lamtoro dapat disimpulkan bahwa hasil kadar tanin lebih rendah dibandingkan dengan literatur yang digunakan.


















DAFTAR PUSTAKA
Chanchay, N. dan N. Poosaran. 2009. The reduction of mimosine and tanin contentsin leaves of Leucaena leucocephala. Asian Journal of Food and Agro-Industry. Special Issue : 137-144.
Fajriati, I. 2006. Optimasi metode penentuan tanin (Analisi tanin secara spektofotometri dengan pereaksi orto-fenantrolin).  J. Kaunia 2 (2): 102-120
Firdausi, A., T. A. Siswoyo dan S. Wiryadiputra. 2013. Identifikasi tanaman potensial penghasil tanin-protein kompleks untuk penghambatan aktivitas α-amylase kaitannya sebagai pestisida nabati. Pelita Perkebunan 29 (1): 31-43.
Lowry, J. B. 1982. Detoxification of Leucaena by enzymatic or microbial processes. In Proc. Leucaena Research in the Asian-Pacific Region. IDRC, 211-e. Hal 49-54.
Pujaningsih, R. I. dan S. Mukodiningsih. 2002. Laporan Akhir : Peningkatan utilitas biji sorghum dengan perlakuan pemanasan. Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro. Semarang.
Tangendjaja, B. dan J. B. Lowry. 1984. Peranan enzym didalam daun lamtoro pada pemecahan mimosin oleh ternak ruminansia. Proc. Pertemuan Ilmiah Penelitian Ruminansia Kecil. Puslitbangnak. Bogor, hal 12-15.
Wahyuni, H. I., R. I. Pujaningsih dan P. A. Sayekti. 2008. Kajian nilai energi metabolis biji shorgum melalui teknologi sangrai pada ayam petelur periode afkir. Jurnal Agripet 8 (1): 25-30.
Widodo, W. 2010. Bahan Pakan Unggas Non Konvensional. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.
Widodo, W. 2010. Nutrisi dan Pakan Unggas Konstekstual. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

Yurmiaty, H. dan K. Suradi. 2007. Penggunaan daun Lamtoro (Leucaena leucocephala) dalam ransum terhadap produksi pelt dan kerontokan bulu kelinci. J. Ilmu Ternak 7 (1): 73 – 77. 

SNI (STANDAR NASIONAL INDONESIA) PAKAN

TUGAS 2 MATAKULIAH INDUSTRI PAKAN
SNI (STANDAR NASIONAL INDONESIA) PAKAN






logo_undip_hitam_putih.jpg










Harum Ishma Savitri
230110112130093
Kelas F 2015












FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
A. SNI PAKAN AYAM BROILER
1. Persyaratan Mutu
No
Parameter
Satuan
Persyaratan
1
Kadar air
%
Maks 14,0
2
Protein kasar
%
Min 36,0
3
Lemak kasar
%
3,0 - 8,0
4
Serat kasar
%
Maks 8,0
5
Abu
%
Maks 15,0
6
Kalsium
%
2,0 – 3,5
7
Fosfor
%
1,2 – 1,60
8
Fosfor tersedia
%
Min 0,8
9
Energi termetabolis (ME)
Kakal
Min 2100
10
Total aflatoksin
Mikro gram/kg
Maks 50
11
Asam amino:
-Lisin
-Metionin
-Metionin +sistin
-Triptofan

%
%
%
%

Min 2,5
Min 1,0
Min 1,5
Min 0,32

2. Syarat penandaan
Pakan yang diperedarkan etlah melalui proses sertifikasi dengan dilengkapi etiket/label yang mencantumkan :
a)      Nama atau Merek pakan
b)      Nama atau alamat produsen
c)      Jenis dan kode pakan
d)     No pendaftaran
e)      Kode dan tanggal produksi
f)       kadar Air, maks
g)      kadar Protein, min
h)      kadar Lemak, min
i)        kadar Serat kasar, maks
j)        Persentasi kadar Abu, maks
k)      Kalsium (Ca)
l)        Fosfor (P) total
m)    Cara penggunaan pakan
n)      Bahan baku penyusun
o)      Warna dasar etiket kuning muda dengan kode pengenal KBR

3. Cara pengemasan
Pakan konsentrat dikemas menggunakan bahan yang tidak toksik dan tidak menurunkan mutu dan daya simpan pakan. Dikemas dalam ukuran 5 kg sampai 100 kg denganmencantumkan berat bersih pada kemasan.

Sumber : SNI 3148.5:2009.pakan konsentrat-bagian 5: ayam ras pedaging
B. SNI PAKAN AYAM PETELUR
1. Persyaratan Mutu
No
Parameter
Satuan
Persyaratan
1
Kadar air
%
Maks 14,0
2
Protein kasar
%
Min 16,0
3
Lemak kasar
%
Maks  7,0
4
Serat kasar
%
Maks 7,0
5
Abu
%
Maks 14,0
6
Kalsium
%
3,25 – 1,00
7
Fosfor
%
0,6 – 1,00
8
Fosfor tersedia
%
Min 0,32
9
Energi termetabolis (ME)
Kakal
Min 2650
10
Total aflatoksin
Mikro gram/kg
Maks 50
11
Asam amino:
-Lisin
-Metionin
-Metionin +sistin

%
%
%

Min 0,8
Min 0,35
Min 0,6

2. Syarat penandaan
Pakan yang diperedarkan telah melalui proses sertifikasi dengan dilengkapi etiket/label yang mencantumkan
a)      Nama atau Merek pakan
b)      Nama atau alamat produsen
c)      No izin perusahaan
d)     No izin produksi
e)      No pendaftaran
f)       Jenis dan kode pakan
g)      Persentasi kadar Air, maks
h)      Persentasi kadar Protein, min
i)        Persentasi kadar Persentasi kadar Lemak, min
j)        Serat kasar, maks
k)      Persentasi kadar Abu, maks
l)        Kalsium (Ca)
m)    Fosfor (P) total
n)      Fosfor yang tersedia
o)      Kode produksi dan tanggal kadaluarsa
p)      Cara penggunaan pakan
q)      Bahan baku penyusun
r)       Warna dasar etiket kuning muda dengan kode pengenal P3

3. Cara pengemasan
Pakan dikemas dalam ukuran 5 kg, 10 kg, 25 kg, 50 kg atau 100 kg

Sumber: SNI 01-3929-2006. Pakan ayam ras petelur
C. SNI PAKAN SAPI PERAH

1. Persyaratan umum
a. Batas umum kandungan logam dalam konsentrat
No
Unsur Logam
Persyaratan (mg/kg)
1
Air raksa (Hg)
2
2
Timbal (Pb)
30
3
Tembaga (Cu)
100
4
Arsen (As)
50
5
Cadmium (Cd)
0,5
6
Alumunium (Al)
1000
           
b. Kandungan imbuhan dan bahan berbahaya dalam konsentrat sapi perah seperti insektisida, pestisida, formalin, hormone dan antibiotikharus sesuai dengan ketentuan yang berlaku
c. Batas cemaran mikroba dalam konsentrat
No
Jenis
Satuan
Persyaratan
1
Angka lempeng total maksimal
CFU/g
3 x 1.000.000
2
Erchirichia coli maksimal
CFU/g
5 x 10
3
Salmonella sp
Per 25 g
Negative
4
Staphylococcus aurenus maksimal
CFU/g
100
5
Streptococcus agalactie maksimal
CFU/g
100

2. Persyaratan khusus
No
Jenis pakan
Air maks
(%)
Abu maks (%)
PK min(%)
LK maks(%)
Ca
(%)
P
(%)
NDF maks (%)
UDP min (%)
Afletoksin Maks (ppb)
TDN min (%)
1
Pemula-1
14
8
12
12
0,7-0,9
0,4-0,6
0
8,0
100
94
2
Pemula-2
14
10
16
7
0,4-0,6
0,6-0,8
10
6,4
100
78
3
Dara
14
10
15
7
0,6-0,8
0,5-0,7
30
5,6
200
75
4
Laktasi
14
10
16
7
0,8-1,0
0,6-0,8
35
6,4
200
70
5
Laktasi Produksi tinggi
14
10
18
7
1,0-1,2
0,6-0,8
35
7,2
200
5
6
Kering bunting
14
10
14
7
0,6-0,8
0,6-0,8
30
5,6
200
65
7
Pejantan
14
12
12
6
0,5 – 0,7
0,3-0,5
30
4,2
200
65

3. Penandaan
Konsentrat yang diedarkan telah melalui proses sertifikasi pakan dilengkapi etiket label dengan mencantum
a)      Nama dan meren konsentrat
b)      Alamat perusahaan
c)      No izin usaha atau nomor pendaftar
d)     Ni izin produksi
e)      Jenis dank ode konsentrat
f)       Bahan pakan yang digunakan
g)      Imbuhan pakan yang digunakan
h)      Waktu kadaluarsa
i)        Cara penggunkan konsentrat
j)        Warna dasar putih dengan kode pengenal untuk konsentrat sapi perah pemula 1 (KSP 1), konsentrat sapi perah pemula 2, (KSP 2), konsentrat sapi perah dara (KSP 3), konsentrat sapi perah laktasi (KSP 4), konsentrat sapi perah laktasi produksi tinggi (KSP 5), konsentrat sapi perahkering bunting  (KSP 6), konsentrat sapi perah pejantan(KSP 7)
4. Pengemasan
Dikemas menggunakan bahan yang kedap air, tidak toksik dan tidak mempengaruhi mutu dan daya simpan
Sumber : SNI 3148.1:2009. Pakan konsentrat- bagian 1 : sapi perah
D. SNI PAKAN SAPI POTONG

1. Persyaratan umum
a. Batas umum kandungan logam dalam konsentrat
No
Unsur Logam
Persyaratan (mg/kg)
1
Air raksa (Hg)
2
2
Timbal (Pb)
30
3
Tembaga (Cu)
100
4
Arsen (As)
50
5
Cadmium (Cd)
0,5
6
Alumunium (Al)
1000
           
b. Kandungan imbuhan dan bahan berbahaya dalam konsentrat sapi perah seperti insektisida, pestisida, formalin, hormone dan antibiotikharus sesuai dengan ketentuan yang berlaku
c. Batas cemaran mikroba dalam konsentrat
No
Jenis
Satuan
Persyaratan
1
Angka lempeng total maksimal
CFU/g
3 x 1.000.000
2
Erchirichia coli maksimal
CFU/g
5 x 10
3
Salmonella sp
Per 25 g
Negative

2. persyaratan khusu
No
Jenis pakan
Air maks
(%)
Abu maks (%)
PK min(%)
LK maks(%)
Ca
(%)
P
(%)
NDF maks (%)
UDP min (%)
Afletoksin Maks (ppb)
TDN min (%)
1
Penggemukan
14
12
13
7
0,8-1,0
0,6-0,8
35
5,2
200
70
2
Induk
14
12
14
6
0,8-1,0
0,6-0,8
35
5,6
200
65
3
Pejantan
14
12
12
6
0,5-0,7
0,3-0,5
30
4,2
200
65

3. Penandaan
Konsentrat yang diedarkan telah melalui proses sertifikasi pakan dilengkapi etiket label dengan mencantum
a)      Nama dan meren konsentrat
b)      Alamat perusahaan
c)      No izin usaha atau nomor pendaftar
d)     Ni izin produksi
e)      Jenis dank ode konsentrat
f)       Kandungan zat-zat makanan
g)      Bahan pakan yang digunakan
h)      Imbuhan pakan yang digunakan
i)        Waktu kadaluarsa
j)        Cara penggunkan konsentrat
k)      Warna dasar putih dengan kode pengenal untuk konsentrat sapi potong penggemukan (KSPT 1), konsentrat sapi potong Induk, (KSPT 2), konsentrat sapi potong pejantan (KSPT 3)
4. Pengemasan
Dikemas menggunakan bahan yang kedap air, tidak toksik dan tidak mempengaruhi mutu dan daya simpan
Sumber : SNI 3148.1:2009. Pakan konsentrat- bagian 2 : sapi potong
E. SNI PAKAN IKAN LELE 

1. Syarat Mutu Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
No
Jenis Uji
Satuan
(as feed)
Persyaratan
Benih
Pembesaran grower/finisher
induk
1
Kadar air, maks
%
12
12/12
12
2
Kadar abu, maks
%
13
13/13
13
3
Kadar protein, min
%
30
28/25
30
4
Kadar lemak, min
%
5
5/5
5
5
Kadar serat kasar, maks
%
6
8/8
8
6
Non protein Nitrogen, maks
%
0,2
0,2
0,2
7
Diameter pellet
mm
<2
2-3/3-4
>4
8
Floating rate, min
%
80
80
80
9
Kestabilan dalam air mengapung/tenggelam, min
menit
15/5
15/5
15/5
10
Kandungan mikroba/toksin
-aflatoksin
-salmonella
Ppb kol/g
<50
-(neg)
<50
-(neg)
<50
-(neg)
11
Kandungan antibiotic terlarang
-  Nitrofuran
-  Ranidosol
-  Dapson
-  Kloramfenikol
-  Kolikisin
-  Klorpromazon
-  Triklorfon
-  Dimetildazol
-  Aristolochia spp
Mikro gram/kg
0
0
0


2. Tingkat toksisitas aflatoksin B dan G
Volume yang diterapkan (UI)
Konsentrasi
 (U g/kg)
Tanpa flouresent
Aflatoksin
Dengan flouresent
Tingkat toksisitas flouresent  yang diamati
5 U (larutan a)
< 1000
>1000
Sangat tinggi
10 U (larutan a)
< 500
500 – 1000
Tinggi
10 U (larutan b)
< 100
100 – 500
Menengah
20 U (larutan b)
<50
50 - 100
Rendah

3.  Syarat penandaan
Penandaan dalam kemasan menggunakan bahasa Indonesia. Dalam kemasan mencantumkan:
a)      Merek dagang
b)      Nama produsen
c)      Klasifikasi pakan
d)     Bobot netto
e)      Jenis pakan yang digunakan
f)       Jenis bahan yang ditambahkan
g)      Kandungan nutrisi nutrisi yang terdiri dari :
-          Air, maks
-          Protein, min
-          Lemak, min
-          Serat kasar, maks
-          Abu, maks
h)      Cara penyimpanan
i)        Cara penggunaan
j)        Bentuk (crumble, remah, pelet) dan sifat-sifat fisik (tenggelam)
k)      Kestabilan dalam air
l)        Tanggal kadaluarsa
m)    Kode produksi

5. Cara pengemasan
Pakan dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, aman dalam oenyimpanan dan pengangkutan.


Sumber: SNI 01-408-2006. Pakan buatan untuk lele dumbo pada budidaya intensif