Senin, 16 September 2013

PRAKTIKUM ANALISIS PROKSIMAT

BAB I
PENDAHULUAN
Pakan merupakan salah satu komponen penting dalam suatu usaha peternakan.  Biaya tertinggi yang harus dikeluarkan dalam suatu usaha peternakan biasanya berasal dari biaya pakan.  Pakan digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak yang nantinya akan berpengaruh pada produktivitas ternak serta pertumbuhan dan perkembangan ternak.  Pakan yang dibutuhkan harus  memiliki kualitas baik yaitu pakan yang mengandung seluruh nutrisi yang dibutuhkan oleh ternak.  Kandungan nutrisi dari suatu bahan pakan dapat diketahui melalui beberapa analisis bahan pakan salah satunya yaitu analisis proksimat.  Analisis proksimat adalah suatu analisis untuk mengetahui kadar suatu komponen tertentu yang terkandung di dalam bahan pakan dan hasilnya hanya perkiraan saja bukan angka yang sebenarnya.  Kulit buah manggis merupakan salah satu limbah perkebunan yang dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pakan.  Kulit buah manggis mengandung banyak karbohidrat yang berfungsi sebagai sumber energi bagi ternak. Tujuan dari praktikum Ilmu Nutrisi Ternak adalah untuk mengetahui kandungan nutrisi dari sampel bahan pakan dengan menggunakan metode analisis  proksimat.  Manfaat yang dapat diperoleh dari praktikum Ilmu Nutrisi Ternak adalah dapat mempraktikkan secara langsung prosedur analisis proksimat untuk mengetahui kandungan nutrisi dari suatu sampel atau bahan pakan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.      Bahan Pakan
Bahan pakan merupakan segala sesuatu yang dapat dimakan, dapat diabsorbsi dan bermanfaat bagi ternak.  Bahan pakan adalah segala sesuatu yang memenuhi semua persyaratan tersebut (Kamal, 1994).  Bahan pakan Secara internasional dibagi dalam 8 kelas (Hartadi et al.,1997) antara lain:
1.    Pakan kasar (roughage), yaitu bahan pakan yang banyak mengandung serat kasar dan rendah energinya.
2.    Hijauan segar (green forage, pasture), yaitu hijauan segar yang baru dipotong.
3.    Silase (Silage), yaitu hijauan yang sengaja diawetkan melalui proses fermentasi secara tanpa udara/oksigen (anaerob) dalam suatu tempat yang disebut silo.
4.    Sumber energi, yaitu pakan yang banyak mengandung energi.
5.    Sumber protein, yaitu pakan yang mengandung protein lebih dari 20%.
6.    Sumber mineral, contohnya tepung tulang, kerang, kapur, dicaphos, tricaphos, garam, dan lain-lain.
7.    Sumber vitamin, contohnya buah-buahan, tauge, hijauan kacang-kacangan, wortel, dan lain-lain.
8.    Bahan additive, yaitu bahan yang perlu ditambahkan dalam jumlah yang relatif sedikit yang kadang kala juga diperlukan untuk melengkapi ransum.
2.1.1.   Kulit Buah Manggis
Kulit manggis (Gracinia mangostana L) merupakan kulit yang dibuang oleh konsumen atau dapat disebut limbah hasil pertanian.  Kulit buah manggis banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku produk pangan.  Kulit buah manggis bermanfaat bagi kesehatan karena mengandung anosianin, tanin, senyawa fenol/polifenol, epikatekin dan xanthone.  Xanthone merupakan senyawa organik yang mempunyai banyak turunan di alam dan memiliki aktivitas antioksidan.  Kulit buah manggis terdapat zat antosianin yang bermanfaat sebagai pewarna alami maupun antioksidan, mencegah penyakit neuronal, kardiovaskuler, kanker dan diabetes (BB-Pascapanen, 2012).  Kulit manggis terdapat pigmen berwarna coklat-ungu yang bersifat larut dalam air (Markakis, 1982).  Kandungan nutrisi yang terdapat dalam kulit buah manggis antara lain kadar air 9%, kadar abu 2,58%, kadar protein 2,68%, kadar serat kasar 30,05% (Metriva, 1995). Kadar lemak pada kulit manggis sebesar 3,02% (BB-Pascapanen, 2012).

2.2.      Analisis Proksimat
Analisis proksimat dapat dikatakan sebagai analisis yang berdasarkan perkiraan saja, tetapi sudah dapat menggambarkan komposisi bahan yang dimaksud (Sumartini dan Kantasubrata, 1992).  Analisis proksimat yang dilakukan adalah untuk mengetahui kadar suatu komponen tertentu yang terkandung di dalam bahan pakan (Argasamita, 2008).  Komponen yang ada pada bahan pakan digolongkan berdasarkan komposisi kimia dan fungsinya, yaitu air (moisture), abu (ash), protein kasar (crude protein), lemak kasar (ether extract),serat kasar (crude fiber) dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (nitrogen free extract) (Suparjo, 2010).      
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan.  Kandungan air dalam bahan makanan juga menentukan acceptability (penerimaan), kesegaran dan daya tahan bahan itu (Winarno, 1997).  Kadar Air dalam makanan sedikit akan menyebabkan makanan lama pada masa simpanannya (Yuyun dan Gunarsa, 2011).  Faktor yang mempengaruhi kadar air yaitu pengeringan dan kandungan air dari suatu bahan pakan (Sutardi, 2006).  Analisis kadar air adalah usaha untuk mengetahui persentase air yang ada dalam bahan baku pakan.  Bahan baku yang akan diuji biasanya dikeringkan atau kadar air yang ada di dalam bahan baku diluarkan (diuapkan), selanjutnya ditimbang dan ada perbedaan berapa persen dengan bahan baku sebelum dikeringkan (Murtidjo, 1987).
Abu adalah zat anorganik sisa hasil dari pembakaran suatu bahan organik. Penentuan abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan antara lain sebagai parameter nilai gizi dalam suatu bahan makanan juga untuk mengetahui baik tidaknya suatu proses pengolahan serta untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan (Sudarmadji et al., 1996).  Analisis kadar abu adalah usaha untuk mengetahui kadar abu bahan baku pakan. Analisis kadar abu secara umum ditentukan dengan membakar bahan baku pakan, biasanya hanya zat-zat organik, selanjutnya ditimbang dan sisanya disebut abu (Murtidjo, 1987).
Serat kasar (crude fiber) didefinisikan sebagai bagian dari pakan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia tertentu, yaitu asam sulfat dan natrium hidroksida mendidih (Fardiaz et al., 1989).  Analisis serat kasar (crude fiber) tidak dapat menunjukkan nilai serat pangan yang sebenarnya, sebabsekitar 20-50% selulosa dan 50-80% hemiselulosa hilang selama proses analisis berlangsung  (Van Soest dan Robertson, 1977).  Perbedaan kadar serat kasar yang terdapat pada bahan pakan dipengaruhi oleh umur tanaman, dan jenis tanaman yang digunakan sebagai sampel dalam analisis (Tilman et al., 1991).  Analisis kadar serat kasar adalah usaha untuk mengetahui kadar serat kasar bahan baku pakan. Zat-zat yang tidak larut selama pemasakan bisa diketahui karena terdiri dari serat kasar dan zat-zat mineral, kemudian disaring, dikeringkan, ditimbang dan kemudian dipijarkan lalu didinginkan dan ditimbang sekali lagi.  Perbedaan berat yang dihasilkan dari penimbangan menunjukkan berat serat kasar yang ada dalam makanan atau bahan baku pakan (Murtidjo, 1987).
Lemak adalah suatu golongan senyawa yang bersifat tidak larut air, namun larut dalam pelarut organik.  Pelarut yang umum digunakan untuk mengukur kadar lemak adalah heksana, dietil eter dan proteleum eter (Sudarmaji et al., 1996).  Analisis kadar lemak kasar adalah usaha untuk mengetahui kadar lemak bahan baku pakan (Murtidjo, 1987).  Kadar lemak dalam analisis proksimat ditentukan dengan mengekstraksikan bahan pakan dalam pelarut organik.Zat lemak terdiri dari karbon, oksigen dan hidrogen.  Lemak yang didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak murni akan tetapi campuran dari berbagai zat yang terdiri dari klorofil, xantofil, karoten dan lain-lain (Anggorodi,1994)Kadar lemak pada tanaman dipengaruhi oleh spesies, umur, lokasi penanaman dan bagian yang digunakan untuk sampel (Kamal, 1994).  Protein adalah suatu senyawa yang sebagian besar terdiri atas unsur nitrogen.  Jumlah unsur ini dapat digunakan sebagai dasar penentuan kadar protein dalam bahan pakan (Argasasmita, 2008).
Protein tersusun atas satuan-satuan molekul yang saling berikatan yang disebut asam alfa amino.  Setiap asam amino saling dihubungkan oleh suatu ikatan kovalen yang disebut ikatan peptida (Sumartini dan Kartasubrata, 1992). Kandungan N yang terdapat di dalam dahan pakan, tidak selalu berupa N protein, tetapi terdapat juga N untuk senyawa lain (Soejono, 1990).  Kadar protein suatu bahan pakan secara umum dapat diperhitungkan dengan analisis kadar protein kasar.  Analisis kadar protein ini merupakan usaha untuk mengetahui kadar protein bahan baku pakan. Analisis kadar protein digunakan untuk menguji kadar protein, ditentukan kadar nitrogennya secara kimiawi kemudian angka yang diperoleh dikalikan dengan faktor 6,25 = (100 : 16).  Faktor tersebut digunakan sebab nitrogen mewakili sekitar 16% dari protein (Murtidjo, 1987).
Kandungan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen suatu bahan pakan sangat tergantung pada komponen lainnya, seperti abu, protein kasar, serat kasar dan lemak kasar.  Jika jumlah abu, protein kasar, esktrak eter dan serat kasar dikurangi dari 100, perbedaan itu disebut bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) (Soejono, 1990).  BETN merupakan karbohidrat yang dapat larut meliputi monosakarida, disakarida dan polisakarida yang mudah larut dalam larutan asam dan basa serta memiliki daya cerna yang tinggi (Anggorodi, 1994).

BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak dilaksanakan pada hari Rabu, 15 Mei 2013 pukul 05.45 – 23.00 WIB dan hari Kamis, 16 Mei 2013 pukul 05.30 – 24.00 WIB. Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Pakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.
3.1.      Materi
            Materi yang digunakan dalam praktikum ini adalah tepung kulit buah manggis, sedangkan alat yang digunakan adalah botol timbang, timbangan analitis, oven, eksikator, crucible porcelain, tanur, labu erlenmeyer, gelas beker, gelas ukur, corong Buchner, kertas saring biasa berbentuk persegi, kertas saring bebas abu berbentuk lingkaran, soxhlet, pendingin tegak, buret, labu destruksi, kompor listrik, alat destilasi,  almari asam, dan alat titrasi. Bahan yang digunakan adalah tepung kulit buah manggis, larutan H2SO4­­­ 0,3 N 50 ml, larutan NaOH 1,5 N 25 ml, methyl red + methyl blue.
3.2.      Metode
3.2.1.   Kadar Air
            Metode yang digunakan dalam analisis kadar air adalah dengan cara mencuci botol timbang.  Mengeringkannya dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 – 110oC.  Mendinginkan botol timbang yang telah dioven pada eksikator selama 15 menit dan menimbangnya.  Menimbang sampel sebanyak ± 1 gram dan memasukkan ke dalam botol timbang.  Mengovennya selama 4 – 6 jam pada suhu 105 – 110oC.  Mendinginkan sampel dan botol timbangtersebut dalam eksikator selama 15 menit dan menimbangnya.  Melakukan pemanasan pada oven secara berulang sebanyak 2 - 3 kali sampai berat sampel benar-benar konstan.  Menghitung kadar air sampel tersebut dengan rumus :



3.2.2.   Kadar Abu
            Metode yang digunakan dalam analisis kadar abu adalah dengan cara mencuci bersih crucible porcelain dengan air.  Mengeringkan botol timbang dalam oven pada suhu 105 – 110oC selama 1 jam.  Mendinginkannya dalam eksikator selama 15 menit dan menimbangnya.  Menimbang sampel sebanyak ± 1 gram dan menuangkannya dalam crucible porcelain sebagai wadahnya.  Memijarkan sampel dalam crucible porcelain dengan tanur listrik pada suhu 400 – 600oC dalam waktu 4 – 6 jam.  Mematikan tanur dan menurunkan suhunya sampai suhu 120oCMendinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan menimbangnya. Menghitung kadar abu sampel tersebut dengan rumus :


3.2.3.   Kadar Serat Kasar
            Metode yang digunakan dalam analisis kadar serat kasar adalah dengan cara mencuci bersih semua alat yang akan digunakan.  Memasukkan gelas beker dan kertas saring dalam oven pada suhu 105 – 110oC selama 1 jam.  Mendinginkannya dalam eksikator selama 15 menit dan menimbangnya. Menimbang sampel sebanyak ± 1 gram dan memasukkannya dalam gelas beker. Memasukkan 50 ml H2SO4 0,3 N dan memasaknya sampai 30 menit setelah mendidih.  Memasukkan 25 ml NaOH 1,5 N dan memasaknya sampai 30 menit setelah.  Menyaring larutan tersebut menggunakan kertas saring yang telah terpasang dalam corong Buchner.  Menyaring sampel dengan berturut-turut menggunakan 50 ml aquades panas untuk membuka pori-pori kertas saring, 50 ml H2SO4 0,3 N untuk melarutkan karbohidrat sederhana dan protein pada sampel, 50 aquades panas untuk membersihkan larutan H2SO4 dan membuka kembali pori-pori kertas saring serta 25 ml aseton untuk mengeringkan secara basah.  Memasukkan kertas saring dan isinya kedalam crucible porcelain. Mengeringkannya dalam oven pada suhu 105 – 110oC selama 1 jam. Mendinginkannya dalam eksikator selama 15 menit dan menimbangnya.  Memijarkan kertas saring dan isinya yang ada dalam crucible porcelain dalam tanur listrik pada suhu 400 – 600oC selama 4 – 6 jam.  Mendinginkannya dalam eksikator selama 15 menit dan menimbangnya.  Menghitung kadar serat kasar dalam sampel dengan rumus :
3.2.4.   Kadar Lemak Kasar
            Metode yang digunakan dalam analisis lemak kasar adalah dengan cara menimbang sampel menggunakan kertas minyak ± 1 gram.  Membungkus sampel yang telah ditimbang dengan menggunakan kertas saring.  Mengoven sampel pada suhu 105o110oC selama 4 – 6 jam.  Mendinginkannya dalam eksikator selama 15 menit dan menimbangnya.  Memasukkan sampel ke dalam alat soxhlet. Melakukan penyarian dengan menambahkan N-hexane selama ± 3 – 4 jam.  Mengeluarkan sampel dari alat soxhlet dan mengangin-anginkan sampai tidak berbau N-hexane.  Mengeringkan sampel yang terbungkus kertas saring dalam oven pada suhu 105o110oC  selama 6 jam.  Mendinginkannya dalam eksikator  selama 15 menit dan menimbangnya.  Melakukan perhitungan kadar lemak kasar dalam sampel dengan rumus :
3.2.5.   Kadar Protein Kasar
            Metode yang digunakan dalam analisis kadar serat kasar adalah dengan cara menimbang sampel bahan pakan ± 1 gram.  Memasukan sampel ke dalam labu destruksi (labu Kjeldahl).  Menambahkan selenium sebanyak ± 1 gram dan asam sulfat pekat (H2SO4 98%) sebanyak 15 ml.  Melakukan proses destruksi dalam almari asam dari warna hitam pekat berubah menjadi hijau jernih. Melakukan proses destilasi menggunakan larutan penangkap H3BO3 4% sebanyak 20 ml dan 2 tetes indikator Methyl Red ditambah Methyl Blue.  Memasukkan sampel ke dalam labu destilasi dan menambahkan 50 ml aquades + 40 ml NaOH 45 %.  Melakukan destilasi sampai larutan H3BO3 4%  berubah warna dari ungu menjadi hijau.  Mentitrasi hasil destilasi dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai terbentuk warna ungu kembali.  Hasil titrasi tersebut merupakan titran sampel. Membuat titran blangko dengan cara memasukkan 50 ml aquades dan 40 ml NaOH ke dalam labu destilasi lalu mendestilasinya.  Melakukan destilasi dengan menggunakan penangkap H3BO3 4% sebanyak 20 ml dan 2 tetes indikator Methyl Red ditambah Methyl Blue sampai penangkap berubah warna dari ungu menjadi warna hijau jernih.  Mentitrasi larutan penangkap tersebut dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai terbentuk warna ungu kembali.  Melakukan perhitungan kadar protein kasar dalam sampel dengan rumus :
3.2.6.   Kadar BETN
Kadar BETN dihitung dengan menentukan kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, kadar lemak dan kadar protein dalam bentuk % BK.  Menghitung BETN dengan rumus :
BETN = 100 – (Abu + LK + SK + PK)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

BAB I
PENDAHULUAN
Pencernaan adalah proses perubahan berbagai senyawa kompleks (misalnya polisakarida, protein, lemak) menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana (sari-sari makanan) sehingga mudah diserap oleh dinding usus dan kemudia sari-sari makanan ini akan diedarkan ke seluruh tubuh. Pencernaan ini dilakukan oleh enzim di dalam tubuh. Protein merupakan komponen utama sel hewan dan manusia yang berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh. Lemak adalah senyawa yang tidak larut dalam air sehingga dapat dipisahkan dari sel dan jaringan dengan pelarut lemak, misalnya eter, khloroform, benzena, aseton panas, karbotetraklorida, xilena dan alkohol panas. Tujuan dari praktikum biokimia dasar yang mengenai pencernaan karbohidrat, pencernaan protein, pencernaan lemak dan penentuan kadar asam total yaitu untuk mengetahui daya amilolitis amylase saliva. Mengetahui pencernaan amilum masak oleh ekstrak pancreas dan asam. Mengetahui proses hidrolisis protein oleh pepsin dan enzim-enzim proteolitik pancreas. Mengetahuibpencernaan lemak oleh ekstrak pancreas dan mengetahui cara pengujian kadar asam total pada susu, yoghurt, tape dan ubi kayu kukus.  Manfaat dari praktikum adalah agar mahasiswa dapat mengetahui perbedaan antara proses pencernaan karbohidrat, pencernaan protein dan pencernaan lemak. Mengetahui enzim-enzim yang berperan dalam masing-masing pencernaan tersebut. Serta mengetahui secara langsung kadar asam total pada suatu bahan tertentu.

BAB II
MATERI DAN METODE
            Praktikum Biokimia Dasar yaitu Pencernaan Karbohidrat, Pencernaan Protein, Pencernaan Lemak, dan Penentuan Kadar Asam Total dilaksanakan pada hari Minggu, tanggal 14 April 2013 pukul 07.00-10.00 WIB. Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Biokimia Ternak, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.
2.1.            Materi
                    Alat yang digunakan pada praktikum Pencernaan Karbohidrat, Pencernaan Protein, Pencernaan Lemak, dan Penentuan Kadar Asam Total adalah tabung reaksi berfungsi sebagai tempat larutan. Rak tabung reaksi berfungsi sebagai tempat tabung reaksi. Gelas ukur dan gelas beker untuk menampung bahan. Lampu bunsen berfungsi sebagai tempat pemanas larutan. Penjepit digunakan untuk menjepit tabung reaksi saat dipanaskan di lampu bunsen. Inkubator berfungsi sebagai tempat penghangat bersuhu 37oC, dan pipet tetes berfungsi untuk mengambil larutan dalam jumlah sedikit. Pisau berfungsi untuk memotong putih telur tipis-tipis. Buret yang  digunakan untuk menitrasi larutan NaOH dengan susu segar, yoghurt, tape dan ubi kayu rebus. Penjepit atau statif sebagai tempat memasang tabung buret. Klem untuk menempatkan buret, erlenmeyer 100 ml berfungsi sebagai tempat mencampur larutan NaOH dengan reagen yang telah ditetesi dengan indikator fenolflatein. Labu ukur  250 ml berfungsi sebagai tempat mengencerkan larutan dengan reagen. Sedangkan labu ukur 100 ml sebagai tempat mengencerkan larutan susu. Pipet volume 10 ml untuk mengambil larutan sebesar 10 ml yoghurt. Pipet tetes untuk menambah  dan mengurangi larutan dalam jumlah sedikit, pengaduk magnetik berfungsi sebagai alat untuk menghomogenkan bahan tape dan ubi kayu menjadi larutan.  Bahan yang digunakan adalah larutan amilum 1% yang telah dimasak, larutan lugol, larutan HCl 0,1 N, larutan NaOH, larutan NaCl 0,1%, saliva, ekstrak pankreas, potongan gumpalan putih telur, aquades, larutan pepsin, minyak goreng, cairan empedu, susu segar, yoghurt, ubi kayu kukus, tape singkong, dan larutan PP 1%.
2.2.    Metode
2.2.1. Pencernaan Karbohidrat
Pada Praktikum pencernaan karbohidrat menggunakan empat metode yaitu pengumpulan saliva, percobaan saliva, pencernaan amilum masak oleh ekstrak pankreas, pencernaan amilum masak oleh asam.
Pengumpulan Saliva, metode yang dilakukan adalah berkumur dengan air yang bersih untuk membersihkan mulut. Membuang air kumur. Mengambil 20 ml NaCl 0,1% dan berkumur paling sedikit satu menit. Air kumuran ditampung pada gelas beker dan disaring untuk menghilangkan sel-sel epitel rongga mulut dan kotoran-kotoran lainnya.
            Percobaan Saliva, metode praktikum Pencernaan yang dilakukan adalah menyiapkan 4 tabung reaksi yang sudah steril yang sudah diberi label nomor dan mengisi masing-masing tabung. Dengan ketentuan Tabung 1 diisi dengan 5 ml saliva ditambah 5 ml larutan amilum 1% masak. Tabung 2 diisi 5 ml saliva yang dididihkan, setelah dingin ditambah 5 ml larutan amilum 1% masak. Tabung 3 diisi 5 ml saliva dengan 5 tetes HCl 0,1 N ditambah 5 ml larutan amilum 1% masak. Tabung 4 diisi 5 ml larutan amilum masak 1% tanpa ditambah saliva. Setelah semua tabung reaksi sudah siap, kemudian memasukkan keempat tabung tersebut ke dalam inkubator yang bersuhu 37oC. Setiap 15 menit diambil 2 tetes dan masing-masing tabung reaksi dan melakukan uji iod dengan menggunakan larutan lugol 2 tetes hingga 15 menit ketiga.
            Pencernaan Amilum Masak oleh Ekstrak Pankreas, metode praktikum yang dilakukan adalah menyiapkan 3 tabung reaksi yang sudah steril yang sudah diberi label nomor dan mengisi masing-masing tabung. Dengan ketentuan Tabung 5 diisi dengan 5 tetes pankreas ditambah 5 ml larutan amilum 1% masak. Tabung 6 diisi 5 tetes pankreas dengan 5 tetes HCl 0,1N ditambah 5 ml larutan amilum 1% masak. Tabung 7 diisi 5 tetes pankreas dengan 5 tetes NaOH 0,1N dan ditambah 5 ml larutan amilum 1% masak. Setelah semua tabung reaksi sudah siap, kemudian memasukkan ketiga tabung tersebut ke dalam inkubator yang bersuhu 37oC. Setiap 15 menit diambil 2 tetes dan masing-masing tabung reaksi dan melakukan uji iod dengan menggunakan larutan lugol 2 tetes hingga 15 menit ketiga.
            Pencernaan Amilum Masak oleh Asam, metode praktikum yang dilakukan adalah menyiapkan 2 tabung reaksi yang sudah steril yang sudah diberi label nomor dan mengisi masing-masing tabung. Dengan ketentuan Tabung 8 diisi dengan 1 ml larutan HCl 0,1 N ditambah 5 ml larutan amilum 1% masak. Kemudian memasukkan ketiga tabung tersebut ke dalam incubator yang bersuhu 37oC.  Tabung 9 diisi 5 tetes pancreas dengan 1 ml HCl 0,1 N  ditambah 5 ml larutan amilum 1% masak tanpa dimasukkan ke dalam inkubator. Setelah semua tabung reaksi sudah siap, Setiap 15 menit diambil 2 tetes dan masing-masing tabung reaksi dan melakukan uji iod dengan menggunakan larutan lugol 2 tetes hingga 15 menit ketiga.
2.2.2.   Pencernaan Protein
Pada Praktikum Biokimia Dasar pada Pencernaan Protein, metode yang digunakan antara lain meliputi uji pencernaan protein oleh pepsin dan pencernaan protein oleh pankreas.
            Pencernaan Protein oleh Pepsin,  metode yang dilakukan adalah  dengan cara menyiapkan 3 tabung reaksi yang steril yang sudah diberi label nomor dan mengisi masing-masing tabung. Dengan ketentuan Tabung 1 diisi dengan 5 tetes larutan pepsin ditambah 5 tetes larutan HCl 0,1 N dan memasukkan potongan tipis putih telur. Tabung 2 diisi dengan 5 tetes larutan pepsin ditambah 5 tetes air dan memasukkan potongan tipis putih telur. Tabung 3 diisi dengan 5 tetes larutan pepsin yang sudah dididihkan, setelah dingin ditambah 5 tetes larutan HCl 0,1 N dan memasukkan potongan tipis putih telur. Setelah semua tabung reaksi sudah siap, kemudian memasukkan ketiga tabung tersebut ke dalam inkubator yang bersuhu 37oC. Setiap 30 menit diambil diambil dan diamati dengan cermat perubahan yang terjadi. Pencernaan protein putih telur terlihat dengan hancurnya potongan putih telur  yang biasanya terlihat keruh. Mengamati hingga 30 menit kedua.
              Pencernaan Protein oleh Pankreas,  metode yang dilakukan adalah  dengan cara menyiapkan 3 tabung reaksi yang steril yang sudah diberi label nomor dan mengisi masing-masing tabung. Dengan ketentuan Tabung 4 diisi dengan 2 ml larutan ekstrak pancreas ditambah 5 tetes larutan HCl 0,1N dan memasukkan potongan tipis putih telur. Tabung 5 diisi dengan 2 ml larutan ekstrak pankreas ditambah 5 tetes larutan NaOH 0, 1 N dan memasukkan potongan tipis putih telur. Tabung 6 diisi dengan 2 ml larutan pepsin yang sudah dididihkan, setelah dingin ditambah 5 tetes larutan NaOH 0,1 N dan memasukkan potongan tipis putih telur. Setelah semua tabung reaksi sudah siap, kemudian memasukkan ketiga tabung tersebut ke dalam inkubator yang bersuhu 37oC. Setiap 30 menit diambil diambil dan diamati dengan cermat perubahan yang terjadi. Pencernaan protein putih telur terlihat dengan hancurnya potongan putih telur  yang biasanya terlihat keruh. Mengamati hingga 30 menit kedua.
2.2.3.  Pencernaan Lemak
            Pada Praktikum Biokimia Dasar pada percobaan pencernaan lemak metode yang digunakan adalah pencernaan lemak oleh pankreas. Metode yang dilakukan adalah dengan cara menyiapkan 3 tabung reaksi yang steril yang sudah diberi label nomor dan mengisi masing-masing tabung. Dengan ketentuan Tabung 1 diisi dengan 2 ml minyak goreng ditambah 5 tetes ekstrak pancreas. Tabung 2 diisi dengan 2 ml minyak goreng ditambah 5 tetes larutan ekstrak pankreas dan 3 tetes cairan empedu. Tabung 3 diisi dengan 2 ml minyak goreng ditambah 1ml air. Setelah semua tabung reaksi sudah siap, kemudian memasukkan ketiga tabung tersebut ke dalam inkubator yang bersuhu 37oC selama 60 menit, kemudian masing-masing tabung reaksi ditambah 5 tetes larutan PP 1%. Selanjutnya masing-masing tabung reaksi ditetesi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai merah muda. Pencernaan lemak terjadi apabila lemak dihidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol, semakin banyak asam lemak yang dibebaskan, maka semakin banyak larutan NaOH yang dibutuhkan.
2.2.4. Penentuan Kadar Asam Total pada Susu, Yoghurt, Tape dan Ubi Kayu
Pada Praktikum Biokimia Dasar pada percobaan penentuan kadar asam total pada susu, yoghurt, tape dan ubi kayu. Metode yang digunakan antara lain meliputi penentuan kadar asam laktat pada susu, penentuan kadar asam laktat pada yoghurt, penentuan kadar asam asetat pada tape singkong dan penentuan kadar asam asetat pada ubi kayu kukus.
              Penentuan Kadar Asam Laktat pada Susu Segar, metode yang dilakukan adalah memasukkan 10 ml susu segar ke dalam gelas erlenmeyer, kemudian ditambah 3 tetes larutan PP 1%. Melakukan titrasi dengan larutan NaOH 0,0975 N yang sudah distandarisasi oleh asam oksalat. Sampai titik akhir titrasi berwarna merah muda. Mengulangi titrasi tersebut sebanyak 2 kali, kemudian volume NaOH yang tercatat dirata-rata. Menghitung kadar asam total pada susu segar.

              Penentuan Kadar Asam Laktat pada Yoghurt, metode yang dilakukan adalah memasukkan 10 ml yoghurt yang sudah diencerkan ke dalam gelas erlenmeyer, kemudian ditambah 3 tetes larutan PP 1%. Melakukan titrasi dengan larutan NaOH 0,0975 N yang sudah distandarisasi oleh asam oksalat. Sampai titik akhir titrasi berwarna merah muda. Mengulangi titrasi tersebut sebanyak 2 kali, kemudian volume NaOH yang tercatat dirata-rata. Menghitung kadar asam total pada yoghurt.
              Penentuan Kadar Asam Asetat pada Tape Singkong, metode yang dilakukan adalah menimbang 25g kemudian memasukkan ke dalam labu ukur 250ml, menambahkan air sampai tanda tera dan menghomogenkan dengan menggunakan pengaduk magnetik. Menyarung dengan kapas dan fitratnya dikumpulkan. Memasukkan 10 ml filtrate ke dalam gelas erlenmeyer, kemudian ditambah 3 tetes larutan PP 1%. Melakukan titrasi dengan larutan NaOH 0,0975 N yang sudah distandarisasi oleh asam oksalat. Sampai titik akhir titrasi berwarna merah muda. Mengulangi titrasi tersebut sebanyak 2 kali, kemudian volume NaOH yang tercatat dirata-rata. Menghitung kadar asam total pada tape singkong.

              Penentuan Kadar Asam Asetat pada Ubi Kayu Kukus, metode yang dilakukan adalah menimbang 25 g kemudian memasukkan ke dalam labu ukur 250 ml, menambahkan air sampai tanda tera dan menghomogenkan dengan menggunakan pengaduk magnetik. Menyarung dengan kapas dan fitratnya dikumpulkan. Memasukkan 10 ml filtrate ke dalam gelas erlenmeyer, kemudian ditambah 3 tetes larutan PP 1%. Melakukan titrasi dengan larutan NaOH 0,0975 N yang sudah distandarisasi oleh asam oksalat. Sampai titik akhir titrasi berwarna merah muda. Mengulangi titrasi tersebut sebanyak 2 kali, kemudian volume NaOH yang tercatat dirata-rata. Menghitung kadar asam total pada ubi kayu kukus.



BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.      Pencernaan Karbohidrat
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, hasil yang diperoleh dari percobaan saliva pada pengamatan 15 menit pertama, kedua dan ketiga diperoleh data pada tabel-tabel di bawah ini :
Tabel 1. Pengamatan Percobaan Pencernaan Karbohidrat 15 Menit Pertama

Uji Iod

Reaksi (+/-)
Perubahan Warna
Tabung 1
+
Merah Muda
Tabung 2
-
Biru Kehitaman
Tabung 3
-
Biru Kehitaman
Tabung 4
-
Biru Kehitaman
Tabung 5
+
Merah Muda
Tabung 6
-
Biru Kehitaman
Tabung 7
+
Merah Muda
Tabung 8
+
Merah
Tabung 9
-
Biru Kehitaman
Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia Dasar, 2013
          Berdasarkan percobaan didapatkan hasil bahwa pada 15 menit pertama di tabung  1 saliva yang ditambahkan amilum masak, kemudian dipanaskan hingga suhu 37oC setelah itu ditambahkan iodium maka akan mendapatkan hasil positif, yaitu membentuk warna merah muda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Iswari dan Ari (2006) yang menyatakan bahwa amilum yang terhidrolisis akan membentuk salah satunya eritrodekstrin yang dengan iodium tersebut akan menghasilkan warna merah. Pada tabung 2 diisi dengan 5 tetes saliva yang didihkan, setelah dingin ditambahkan 5 tetes larutan amilum 1%. Kemudian dimasukkan ke inkubator pada suhu 370C, menghasilkan warna hitam karena saliva yang didihkan menyebabkan amilase rusak sehingga tidak bisa tercerna. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Martoharsono (2006) yang menyatakan bahwa sebagian besar molekul menampakkan aktifitas pada kisaran pH dan suhu tertentu. Pada tabung 3 dan  6 menghasilkan uji yang negatif dan tidak membentuk warna ungu maupun merah, dikarenakan bahwa larutan amilum yang ditambahkan HCl yang bersifat asam dan tidak ditambahkan dengan saliva maka amilum tidak bisa tercerna, karena amilum bisa tercerna jika pada keadaan basa. Keadaan asam membuat amilum tidak bisa tercerna. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumardjo (2008) yang menyatakan bahwa ptialin akan terinaktivasi karena suasana asam, sehingga karbohidrat akan susah dicerna dan proses hidrolisis akan berlangsung lambat. Tabung 4 diisi 5 tetes larutan amilum masak 1 % tanpa saliva menghasilkan reaksi yang negatif karena tidak mengandung basa. Hal ini sesuai dengan pendapat Lehninger (1994) yang menyatakan bahwa amilum akan tercerna pada pH basa. Tabung 5 diisi dengan 5 tetes pankreas ditambah amilum masak menghasilkan reaksi positif. Hal ini sesuai dengan pendapat Lehninger  (1994) yang menyatakan bahwa penguraian amilum akan terjadi dan berlangsung terus disempurnakan oleh kerja pankreatik amilase. Tabung 7 amilum yang ditambahkan dengan 5 tetes pankreazim maupun yang ditambahkan NaOH akan menunjukkan hasil yang positif yaitu dengan membentuk warna agak kemerahan dan sedikit keunguan. Tabung 8  amilum yang ditambahkan HCl dan kemudian dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 37oC akan menunjukkan hasil yang positif karena asam akan rusak jika dipanaskan. Hal ini sesuai dengan pendapat Lehninger (1994) yang menyatakan bahwa amilum akan tercerna pada pH basa. Pada tabung 9, amilum masak yang ditambahkan dengan HCl dan tidak dimasukkan kedalam inkubator tidak akan bereaksi positif karena amilum tersebut tidak bisa tercerna dengan adanya asam. Hal ini sesuai dengan pendapat Martoharsono (1994) yang menyatakan bahwa enzim ptialin mampu mencerna pati menjadi dekstrin dan maltose pada suasana basa dan tidak aktif pada suasana asam.
Tabel 2. Pengamatan Percobaan Pencernaan Karbohidrat 15 Menit Kedua

Uji Iod

Reaksi (+/-)
Perubahan Warna
Tabung 1
-
Coklat
Tabung 2
-
Hijau kekuningan
Tabung 3
-
Biru Kehitaman
Tabung 4
-
Biru Kehitaman
Tabung 5
+
Ungu
Tabung 6
-
Ungu Kehitaman
Tabung 7
-
Coklat
Tabung 8
+
Merah
Tabung 9
-
Biru
Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia Dasar, 2013
Berdasarkan percobaan didapatkan hasil bahwa pada tabung 1 saliva yang ditambahkan amilum masak, kemudian dipanaskan hingga suhu 37oC setelah itu ditambahkan iodium maka akan mendapatkan hasil positif, yaitu membentuk warna merah muda. Tetapi karena pada saat berkumur kurang dari satu menit, sehingga saliva yang tercampur dalam larutan NaCl hanya sedikit dan menghasilkan reaksi yang negatif. Pencernaan karbohidrat pertama dari mulut dimana makanan bercampur dengan ptialin, enzim yang dihasilkan kelenjar saliva. Kemudian ke lambung, usus halus terus mencerna patidan dekstrin menjadi dekstrin sederhana dan maltosa (Anggorodi, 1979). Pada tabung 2 diisi dengan 5 tetes saliva yang didihkan, setelah dingin ditambahkan 5 tetes larutan amilum 1%. Kemudian dimasukkan ke inkubator pada suhu 370C, menghasilkan warna hitam karena saliva yang didihkan menyebabkan amilase rusak sehingga tidak bisa tercerna. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Martoharsono (2006) yang menyatakan bahwa sebagian besar molekul menampakkan aktifitas pada kisaran pH dan suhu tertentu. Pada tabung 3 dan  6 menghasilkan uji yang negatif dan tidak membentuk warna ungu maupun merah, dikarenakan bahwa larutan amilum yang ditambahkan HCl yang bersifat asam dan tidak ditambahkan dengan saliva maka amilum tidak bisa tercerna, karena amilum bisa tercerna jika pada keadaan basa. Keadaan asam membuat amilum tidak bisa tercerna. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumardjo (2008) yang menyatakan bahwa ptialin akan terinaktivasi karena suasana asam, sehingga karbohidrat akan susah dicerna dan proses hidrolisis akan berlangsung lambat. Tabung 4 diisi 5 tetes larutan amilum masak 1 % tanpa saliva menghasilkan reaksi yang negatif karena tidak mengandung basa. Hal ini sesuai dengan pendapat Lehninger (1994) yang menyatakan bahwa amilum akan tercerna pada pH basa. Tabung 5 diisi dengan 5 tetes pankreas ditambah amilum masak menghasilkan reaksi positif. Hal ini sesuai dengan pendapat Lehninger (1994) yang menyatakan bahwa penguraian amilum akan terjadi dan berlangsung terus disempurnakan oleh kerja pankreatik amilase. Tabung 7 amilum yang ditambahkan dengan 5 tetes pankreazim maupun yang ditambahkan NaOH akan menunjukkan hasil yang positif yaitu dengan membentuk warna agak kemerahan dan sedikit keunguan. Tabung 8  amilum yang ditambahkan HCl dan kemudian dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 37oC akan menunjukkan hasil yang positif karena asam akan rusak jika dipanaskan. Hal ini sesuai dengan pendapat Lehninger (1994) yang menyatakan bahwa amilum akan tercerna pada pH basa. Pada tabung 9, amilum masak yang ditambahkan dengan HCl dan tidak dimasukkan kedalam inkubator tidak akan bereaksi positif karena amilum tersebut tidak bisa tercerna dengan adanya asam. Hal ini sesuai dengan pendapat Martoharsono (1994) yang menyatakan bahwa enzim ptialin mampu mencerna pati menjadi dekstrin dan maltose pada suasana basa dan tidak aktif pada suasana asam karena asam.
Tabel 3. Pengamatan Percobaan Pencernaan Karbohidrat 15 Menit Ketiga

Uji Iod

Reaksi (+/-)
Perubahan Warna
Tabung 1
-
Biru Kehitaman
Tabung 2
-
Hitam
Tabung 3
-
Coklat Matang
Tabung 4
-
Biru Kehitaman
Tabung 5
+
Orange Kemerahan
Tabung 6
-
Biru Pekat
Tabung 7
+
Ungu Kehitaman
Tabung 8
+
Merah
Tabung 9
-
Biru Kehitaman
Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia Dasar, 2013
Berdasarkan percobaan didapatkan hasil bahwa pada tabung 1 saliva yang ditambahkan amilum masak, kemudian dipanaskan hingga suhu 37oC setelah itu ditambahkan iodium maka akan mendapatkan hasil positif, yaitu membentuk warna merah muda. Tetapi karena pada saat berkumur kurang dari satu menit, sehingga saliva yang tercampur dalam larutan NaCl hanya sedikit dan menghasilkan reaksi yang negatif. Pencernaan karbohidrat pertama dari mulut dimana makanan bercampur dengan ptialin, enzim yang dihasilkan kelenjar saliva. Kemudian ke lambung, usus halus terus mencerna patidan dekstrin menjadi dekstrin sederhana dan maltosa (Anggorodi, 1979). Pada tabung 2 diisi dengan 5 tetes saliva yang didihkan, setelah dingin ditambahkan 5 tetes larutan amilum 1%. Kemudian dimasukkan ke inkubator pada suhu 370C, menghasilkan warna hitam karena saliva yang didihkan menyebabkan amilase rusak sehingga tidak bisa tercerna. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Martoharsono (2006) yang menyatakan bahwa sebagian besar molekul menampakkan aktifitas pada kisaran pH dan suhu tertentu. Pada tabung 3 dan  6 menghasilkan uji yang negatif dan tidak membentuk warna ungu maupun merah, dikarenakan bahwa larutan amilum yang ditambahkan HCl yang bersifat asam dan tidak ditambahkan dengan saliva maka amilum tidak bisa tercerna, karena amilum bisa tercerna jika pada keadaan basa. Keadaan asam membuat amilum tidak bisa tercerna. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumardjo (2008) yang menyatakan bahwa ptialin akan terinaktivasi karena suasana asam, sehingga karbohidrat akan susah dicerna dan proses hidrolisis akan berlangsung lambat. Tabung 4 diisi 5 tetes larutan amilum masak 1 % tanpa saliva menghasilkan reaksi yang negatif karena tidak mengandung basa. Hal ini sesuai dengan pendapat Lehninger (1994) yang menyatakan bahwa amilum akan tercerna pada pH basa. Tabung 5 diisi dengan 5 tetes pankreas ditambah amilum masak menghasilkan reaksi positif. Hal ini sesuai dengan pendapat Lehninger (1994) yang menyatakan bahwa penguraian amilum akan terjadi dan berlangsung terus disempurnakan oleh kerja pankreatik amilase. Tabung 7 amilum yang ditambahkan dengan 5 tetes pankreazim maupun yang ditambahkan NaOH akan menunjukkan hasil yang positif yaitu dengan membentuk warna agak kemerahan dan sedikit keunguan. Tabung 8  amilum yang ditambahkan HCl dan kemudian dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 37oC akan menunjukkan hasil yang positif karena asam akan rusak jika dipanaskan. Hal ini sesuai dengan pendapat Lehninger (1994) yang menyatakan bahwa amilum akan tercerna pada pH basa. Pada tabung 9, amilum masak yang ditambahkan dengan HCl dan tidak dimasukkan kedalam inkubator tidak akan bereaksi positif karena amilum tersebut tidak bisa tercerna dengan adanya asam. Hal ini sesuai dengan pendapat Martoharsono (1994) yang menyatakan bahwa enzim ptialin mampu mencerna pati menjadi dekstrin dan maltose pada suasana basa dan tidak aktif pada suasana asam karena asam.
3.2.    Pengamatan Percobaan Pencernaan Protein
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, hasil yang diperoleh dari pencernaan protein oleh pepsin pada pengamatan 30 menit pertama, kedua diperoleh data pada tabel-tabel di bawah ini :
Tabel 4. Hasil Pengamatan Pencernaan Protein tiap 30 Menit

Keadaan Putih Telur

30 Menit Pertama
30 Menit Kedua
Tabung 1
Agak Hancur
Agak Hancur
Tabung 2
Tidak Hancur
Agak Hancur
Tabung 3
Tidak Hancur
Agak Hancur
Tabung 4
Agak hancur
Hancur
Tabung 5
Hancur
Hancur
Tabung 6
Hancur
Hancur
Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia Dasar, 2013.

Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa tabung pertama yang berisi 1 ml pepsin + 1 ml HCl 0,1 N  + putih telur rebus, setelah diinkubasi selama 30 menit dalam suhu 37oC, terjadi lisis karena irisan putih telur masih terlihat. Terjadi lisis pada putih telur rebus dan larutan menjadi keruh, karena telur yang hancur. Hal ini terjadi karena pepsin bekerja dalam suasana asam dengan penambahan HCl yang mengubah pepsinogen menjadi pepsin. Hal ini sesuai dengan pendapat Murwani (2010) yang menyatakan bahwa dengan adanya pepsin dan HCl maka protein akan disintesis menjadi polipeptida yang terjadi pada lambung. Tabung kedua yang berisi 1 ml pepsin + 1 ml air + putih telur rebus, setelah diinkubasi selama 30 menit dalam suhu 37oC, tidak terjadi lisis pada putih telur rebus, dan larutan tetap bening. Hal ini menunjukkan bahwa sampel bereaksi negatif (putih telur  tidak terlarut), tetapi pada 30 menit kedua bisa hancur karena protein akan terdenaturasi oleh adanya panas. Tabung yang ketiga berisi 1ml pepsin ditambah 1 ml HCl 0,1 N dan putih telur rebus, kemudian diinkubasi selama 30 menit dalam suhu 37oC, terjadi lisis pada putih telur rebus dan larutan tetap. Hal ini terjadi karena pada tabung yang ketiga ini larutan pepsin dididihkan, setelah dingin ditambah dengan HCl dan putih telur rebus, pepsin akan mengalami kerusakan apabila mengalami pemanasan. Hal ini sesuai dengan pendapat Murray (2003) yang menyatakan bahwa sebagian besar enzim memiliki suhu optimum yang bergantung pada suhu sel tempat enzim itu terdapat atau sedikit melebihi suhu sel tersebut.  Pada saat praktikum yang seharusnya tidak hancur tetapi hasil yang didapatkan adalah hancur karena pada saat pengeluaran dari inkubator, tabung tiga digoyangkan sehingga isi tabung terlihat agak keruh.
            Pada tabung keempat, enzim proteolitik pankreas tidak mampu menghidrolisis protein karena enzim tersebut ditambahkan asam dari larutan HCl. Hal ini sesuai dengan pendapat Hawab (2004) yang menyatakan bahwa enzim kerjanya sangat spesifik dan “berdisiplin tinggi”. Tetapi pada saat pengeluaran tabung dari inkubator, tabung keempat digoyang-goyangkan sehingga larutan menjadi keruh dan putih telur terlihat agak hancur.   Pada tabung kelima, tidak terlihat lagi irisan putih telur, karena telah tercerna sempurna seperti pada proses pencernaan manusia pada lambung, yaitu adanya protein (disini irisan tipis putih telur), ekstrak pankreas, dan pembawa sifat basa (NaOH 0,1 N), sehingga hasilnya menunjukkan reaksi yang positif. Hal ini sesuai dengan pendapat Pelczar (1986) yang menyatakan bahwa kerja enzim dipengaruhi beberapa faktor yaitu suhu, pH dan substrat. Tabung keenam yang berisi enzim proteolitik pankreas yang telah dididihkan dengan ditambah 1 ml larutan NaOH. Hasil dari pengamatannya gumpalan putih telur tidak mengalami kerusakan karena pengaruh larutan ekstrak pankreas yang telah dididihkan. Hal ini sesuai dengan Sastrohamidjojo (2005) yang menyatakan bahwa perubahan-perubahan mana disebabkan kerena protein peka terhadap panas, tekanan yang tinggi, alkohol, alkali, urea, KI, asam dan pereaksi-pereaksi tertentu. Selain itu enzim mengalami kerusakan akibat dipanaskan dan protein tidak terhidrolisis serta enzim merupakan protein. Sesuai dengan pendapat Poedjiadi (1994) bahwa enzim adalah suatu protein yang mempunyai aktifitas biokimiawi. Tetapi pada saat praktikum pemanasan ekstrak pankreas membentuk busa banyak dan larutan berwarna keruh, sehingga praktikan mengira putih telur menjadi hancur karena tertutupi oleh larutan yang sangat keruh.
3.3.      Pengamatan Percobaan Pencernaan Lemak
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, hasil yang diperoleh dari pencernaan lemak oleh pankreas diperoleh data pada tabel 4 di bawah ini :
Tabel 5. Hasil Pengamatan Percobaan Pencernaan Lemak

Jumlah NaOH (tetes)
Tabung 1
4
Tabung 2
3
Tabung 3
1
Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia Dasar, 2013.

Berdasarkan hasil praktikum diperoleh bahwa tabung pertama menghasilkan 4 tetes NaOH walaupun sudah terdapat ekstrak pankreas sebagai enzim. Hal ini dikarenakan tidak adanya air dan empedu yang berfungsi sebagai pengemulsi lemak, jadi partikel lemak menyatu dan enzim pankreas tidak dapat berkerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Montgomery et al., (1993) lipase bekerja pada persinggungan antara air dan molekul trigliserid, dan absorpsi interfasial enzim merupakan langkah penting dalam proses katalisis. Pada  tabung 2 terjadi pengemulsian dan lemak tercerna karena terdapat ekstrak pankreas dan empedu. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak pankreas sebagai enzim yang mencerna partikel-partikel lemak agar dapat dicerna oleh tubuh, hal ini sesuai dengan pendapat Montgomery et al., (1993) yang menyatakan bahwa pankreas menghasilkan enzim lipase yang mengkatalisis sebagian trigliserid yang mengandung asam lemak berantai panjang. Setelah tabung ketiga  diberi 1 tetes fenolftalein (PP) warnanya menjadi merah muda, setelah diinkubasi selama 30 menit menghasilkan warna yang masih tetap merah muda, hal ini terjadi karena tidak terdapat enzim pankreas yang berfungsi sebagai pengemulsi lemak. Hal ini sesuai dengan pendapat Montgomery et al., (1993) emulsifikasi berguna untuk memasukkan lipid makanan yang sukar larut ke dalam misel campuran. Perlakuan inkubasi yang diberikan tehadap sampel menunjukkan bahwa suhu yang sesuai dapat mendukung berlangsungnya hidrolisa lemak sesuai yang terjadi di dalam tubuh, hal ini sesuai dengan pendapat Sumardjo et al. (2008) yang menyatakan bahwa hidrolisa lemak dapat berlangsung pada pH 7,5-8,5 dan suhu diantara 36-40°C. 
3.4. Penentuan Kadar Asam Total pasa Susu, Yoghurt, Tape dan Ubi kayu
3.4.1. Penentuan Kadar Asam Laktat pada Susu segar
            Berdasarkan hasil praktikum percobaan kadar asam laktat pada susu segar diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 6. Hasil Percobaan Kadar Asam Laktat pada Susu Segar

Jumlah NaOH (ml)
Titrasi 1
2 ml
Titrasi 2
2 ml
Rata-rata
2 ml
Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia Dasar, 2013.
Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa rata-rata volume NaOH yang dibutuhkan yaitu 2 ml yang diketahui kadar asam laktat 0,175%. Hal menunjukkan bahwa kadar asam laktat pada susu segar masih sedikit, karena pada susu segar mikroorganisme yang tumbuh masih sedikit dan kandungan laktosa dalam susu segar belum sepenuhnya diubah menjadi asam laktat oleh bakteri. Hal ini sesuai dengan pendapat Michael (1998) bahwa melalui berbagai penelitian diperoleh hasil bahwa 1 gr laktosa dapat dibentuk/difermentasi oleh bakteri menjadi 0,8 gr asam laktat. Hal ini diperkuat dengan pendapat Budiyanto (2002) yang menambahkan bahwa susu merupakan media yang sesuai untuk pertumbuhan beberapa mikroorganisme karena banyaknya substrat yang berharga untuk fermentasi (laktosa) sebagai perangsang pertumbuhan seperti vitamin dan mineral. 
3.4.2.   Penentuan Kadar Asam Laktat pada Yoghurt
            Berdasarkan hasil praktikum percobaan kadar asam laktat pada Yoghurt diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 7. Hasil Percobaan Kadar Asam Laktat pada Yoghurt

Jumlah NaOH (ml)
Titrasi 1
8 ml
Titrasi 2
10 ml
Rata-rata
9 ml
Sumber : Data Primer Praktikum Bioimia Dasar, 2013.
Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa volume rata-rata NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan kadar asam total yoghurt sebesar 9 ml, yang diketahui kadar asam laktatnya 0,789%. Ini menunjukkan bahwa kadar asam laktat pada yoghurt lebih banyak dari susu segar. Hal ini disebabkan karena fermentasi laktosa oleh bakteri yang cukup banyak karena susu asam disimpan selama 24 jam dalam suhu kamar, sehingga memberikan cukup waktu bagi mikroba untuk merubah laktosa menjadi asam laktat. Hal ini sesuai dengan pendapat Michael (1998) yang menambahkan bahwa apabila dibiarka pada kondisi yang memungkinkan pertumbuhan bakteri, susu mentah dengan mutu kesehatan yang baik akan bertambahnya kadar asam laktatnya. Perubahan ini terutama disebabkan karena fermentasi oleh Streptococcus lactis dan Lactobasillus bulgaris. Hal ini diperkuat dengan pendapat Sastrohamidjojo (2005) yang menambahkan bahwa penentuan kadar asam dalam susu dapat ditentukan melalui titrasi dengan larutan standar. Larutan standar alkali akan sepenuhnya menetralisasi volume dengan asam yang terkandung dengan kata lain tiap ml dari titran (NaOH) yang mengandung 4.000 gr dalam 1 L larutan akan menetralisir
1 ml asam laktat (yang mengandung 9.000 gr dalam 1 L larutan). Pada titrasi II hasil titrasi sebesar 10 ml tidak memenuhi karena selisih dari titrasi awal terlalu banyak, harusnya tidak  boleh lebih dari 1 ml, percobaan ini memang sulit karena prinsip kerja titrasi memiliki syarat-syarat yang dalam teknik kerja seperti harus dihindari kontaminasi bahan-bahandan peralatan karena dalam pelaksanaan harus seteliti mungkin. Dan pada titrasi I volume NaOH  yang diperlukan sebanyak 8 ml ini yang dipakai untuk menghitung kadar asam total yoghurt yang mendapatkan hasil 0,789% yang kemungkinan titrasi mendekati benar.
3.4.3.   Penentuan Kadar Asam Asetat pada Tape Singkong
            Berdasarkan hasil praktikum percobaan kadar asam asetat pada tape singkong diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 8. Hasil Percobaan Kadar Asam Asetat pada Tape Singkong

Jumlah NaOH (ml)
Titrasi 1
1,2 ml
Titrasi 2
1 ml
Rata-rata
1,1 ml
Sumber : Data Primer Praktikum Bioimia Dasar, 2013.
Berdasarkan data menunjukkan bahwa volume rata-rata NaOH  yang dibutuhkan yaitu 1,1 ml yang menghasilkan kadar asam asetat sebesar 0,234%. Tape ubi kayu merupakan hasil fermentasi dari ubi kayu kukus yang mengandung amilum atau pati (karbohidrat) yang di fermentasikan dengan ditambah ragi menjadi asam asetat dan hasil samping berupa alkohol oleh bakteri amilolitik. Hal ini sesuai dengan pendapat Anshory (2003) menyatakan bahwa tape mengandung glukosa yang dimanfaatkan oleh mikroba untuk pertumbuhan sehingga menghasilkan alkohol. Alkohol tersebut digunakan oleh bakteri untuk pertumbuhan dan mengeluarkan hasil samping berupa asam asetat. Hal ini diperkuat dengan pendapat Iswari (2006) yang menambahkan bahwa ubi kayu ataupun bahan sumber karbohidrat lainnya yang setelah dikukus dapat di fermentasi oleh mikroba amilolitik menjadi tape. Mikroba amilolitik menghasilkan amilase yang dapat memecah pati menjadi dekstrin, maltotriosa, maltosa dan glukosa. Selanjutnya glukosa dimanfaatkan oleh mikroba untuk pertumbuhan dengan mengeluarkan hasil samping berupa alkohol. Alkohol dapat dimanfaatkan lebih lanjut oleh bakteri asam asetat untuk pertumbuhan dan mengeluarkan hasil samping berupa asam asetat.
3.4.3.   Penentuan Kadar Asam Asetat pada Ubi Kayu Kukus
            Berdasarkan hasil praktikum percobaan kadar asam asetat pada Ubi Kayu Kukus diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 9. Hasil Percobaan Kadar Asam Asetat pada Ubi Kayu Kukus

Jumlah NaOH (ml)
Titrasi 1
1,3 ml
Titrasi 2
1,2 ml
Rata-rata
1,25 ml
Sumber : Data Primer Praktikum Bioimia Dasar, 2013.
Berdasarkan data menunjukkan bahwa volume rata-rata NaOH  yang dibutuhkan yaitu 1,25 ml yang menghasilkan kadar asam asetat sebesar 0,8208%. Ubi kayu mengandung amilum atau zat pati yang tinggi jika dibandingkan dengan tape, namun kandungan asam asetat dari ubi kayu lebih rendah dibandingkan tape karena pada ubi kayu tidak terdapat mikoorganisme yang dapat merubah amilum menjadi asam asetat. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Iswari (2006) bahwa ubi kayu ataupun bahan sumber karbohidrat lainnya yang setelah dikukus dapat di fermentasi oleh mikroba amilolitik menjadi tape. Mikroba amilolitik menghasilkan amilase yang dapat memecah pati menjadi dekstrin, maltotriosa, maltosa dan glukosa.Selanjutnya glukosa dimanfaatkan oleh mikroba untuk pertumbuhan dengan mengeluarkan hasil samping berupa alkohol. Alkohol dapat dimanfaatkan lebih lanjut oleh bakteri asam asetat untuk pertumbuhan dan mengeluarkan hasil samping berupa asam asetat. Pada ubi kayu belum dipecah oleh enzim amilase sehingga mikroba tidak dapat menggunakan ubi kayu sebagai media pertumbuhan yang akhirnya tidak dapat membentuk asam laktat. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudarmadji et al., (1995), yang menjelaskan bahwa pada pengukuran kadar asam laktat pada tape lebih tinggi kadar asam laktat pada ubi kayu.
BAB IV
 SIMPULAN DAN SARAN
4.1.  Simpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa didalam mulut terdapat enzim amilase atau ptialin yang mencerna karbohidrat menjadi senyawa yang lebih sederhana. Pencernaan protein dilakukan oleh pepsin yang dapat hanya bekerja dalam suasana asam. Sedangkan ekstrak pankreas  dapat mencerna protein dalam kondisi basa. Pencernaan pada protein menghasilkan asam amino dan dipeptida. Pada pencernaan lemak, lemak dapat terhidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol oleh ekstrak pankreas (pankreaenzim) dan dapat teremulsikan oleh getah empedu.  Pembentukan asam  laktat pada yoghurt dan pembentukan asam asetat pada tape terjadi karena proses fermentasi. Kadar asam laktat pada yoghurt lebih besar daripada kadar asam laktat pada susu segar. Serta kadar asam pada tape ubi kayu lebih besar dari kadar asam asetat pada ubi kayu kukus.

4.2.  Saran
Saat melakukan praktikum seharusnya lebih teliti  dalam memahami petunjuk praktikum agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan percobaan. Sehingga mendapatkan hasil yang tepat dan maksimal. Berhati-hati dalam melakukan percobaan agar tidak terjadi kerusakan pada alat-alat yang kita gunakan.


DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R.1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia, Jakarta.
Anshory. 2003. Petunjuk Praktikum Teknik Analisis Biologi. FMIPA UNY, Yogyakarta.
Budiyanto, Kreno A. 2002. Mikrobiologi Terapan. Universitas Muhammadiyah
Malang, Malang.

Hart, H., dkk. 2003.Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Erlangga, Jakarta.

Iswari, R. 2006. Biokimia. Graha Ilmu,Yogyakarta.
Lehninger, A.L. 1992. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga, Jakarta.
Martoharsono, S. 1994. Biokimia Jilid 1. Gajah Mada University Press, Yogjakarta.

Martoharsono, S. 2006. Biokimia Jilid 1. Gajah Mada University Press, Yogjakarta

McDonald, P., R.A. Edwards dan J.F.D. Greenhalgh. Animal Nutrition Second
Edition. 1973. Huntsmen Offset Printing Pte Ltd, Singapore.

Montgomery, R., R. L. Dryer, T. W. Conway dan A. A. Spector. 1993. Biokimia.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Murray, Robert K. 2003. Biokimia Harper Edisi 25. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Murwani, Retno. 2010. Protein dan Asam Nukleat Edisi 1. Laboratorium Biokimia Nutrisi Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro. Semarang.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonesia, Jakarta.

Poedjiadi, A. dan F.M.T. Supriyanti.1994. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas
Indonesia, Jakarta.

Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Organik. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Soemardjo, D. 2008. Kimia Kedokteran. Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang.