PENDAHULUAN
Tiga puluh tahun yang
lalu, penggunaan jagung umumnya masih didominasi untuk pangan, baik sebagai
pengganti beras di daerah tertentu maupun sebagai pangan tambahan. Dengan
berkembangnya industri unggas pada awal tahun 1970an, maka jagung mulai
dimanfaatkan sebagai sumber energy untuk pakan unggas modern. Permintaan jagung
untuk pakan terus meningkat sejalan dengan berkembangnya industri pakan unggas.
Saat ini, sebagian besar produksi jagung digunakan untuk pakan dan volume
penggunaannya untuk pangan cenderung menurun. Awalnya, jagung jenis lokal
banyak ditanam oleh petani dan biji jagung yang dihasilkan relatif kecil,
tetapi mempunyai kandungan protein yang relatif tinggi.
Berkembangnya teknologi
jagung hibrida dalam kurun waktu 10 tahun terakhir mendorong sebagian petani
untuk menanam jagung hibrida, sehingga jagung yang digunakan untuk pakan adalah
jenis hibrida. Jagung hibrida mempunyai ukuran biji yang relatif besar dan
mirip dengan jagung impor yang umumnya juga dari jenis hibrida. Jagung lokal
umumnya mempunyai warna yang lebih cerah dibanding jagung impor, sehingga lebih
disukai untuk bahan baku pakan ayam petelur. Perkembangan genetik jagung juga
dapat mempengaruhi nilai gizi jagung untuk pakan. Namun, di dalam jagung
terdapat kandungan zat antinutrisi.
Adanya
senyawa anti nutrisi dalam bahan pakan dapat menjadi pembatas dalam
penggunaannya dalam ransum, karena senyawa antinutrisi ini akan menimbulkan
pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan dan produksi tergantung dosis yang
masuk ke dalam tubuh. Penggunaan bahan pakan yang mengandung antinutrisi harus
diolah dulu untuk menurunkan atau menginaktifkan senyawa ini, tetapi perlu
dipertimbangkan nilai ekonomis dari pengolahan ini. Beberapa senyawa dapat
menghambat penyerapan mineral, seperti konsumsi serat yang berlebih, asam
phytat yang terdapat dalam biji-bijian, serta asam oksalat yang terdapat dalam
bayam dapat menghambat penyerapan kalsium.
PEMBAHASAN
A.
JAGUNG
SEBAGAI BAHAN PAKAN
Jagung
merupakan sumber energi utama pakan, terutama untuk ternak monogastrik seperti
ayam, itik, puyuh, dan babi karena kandungan energi, yang dinyatakan sebagai
energi termetabolis (ME), relatif tinggi dibandingbahan pakan lainnya. Dalam
ransum unggas, baik ayam broiler maupun petelur, jagung menyumbang lebih dari
separuh energi yang dibutuhkan ayam. Tingginya kandungan energi jagung
berkaitan dengan tingginya kandungan pati (>60%) biji jagung. Di samping
itu, jagung mempunyai kandungan serat kasar yang relatif rendah sehingga cocok
untuk pakan ayam.
Jagung
mengandung >3% lemak yang terdapat dalam lembaga biji. Lemak umumnya
mempunyai kandungan energi 9 kalori/g, lebih tinggi dibanding protein atau
karbohidrat yang hanya mengandung energi 4,0 kalori/g. Meskipun kandungan lemak
relatif rendah, jenis asam lemak jagung berupa asam lemak tidak jenuh, terutama
asam linoleat (C18:2), berguna untuk ayam petelur. Asam lemak ini dapat
meningkatkan ukuran telur di samping bermanfaat dalam sintesis hormon
reproduksi. Kandungan energy lemak yang tinggi mendorong peneliti untuk mengembangkan
jenis jagung berlemak tinggi seperti high oil corn yang mempunyai kandungan
lemak >6%. Meningkatnya kandungan lemak akan meningkatkan kandungan energi
jagung, tetapi jagung jenis ini mempunyai produktivitas yang relative rendah.
Kadar protein jagung
(8,5%) jauh lebih rendah dibanding kebutuhan ayam broiler yang mencapai >22% atau ayam
petelur > 17%. Sebenarnya, ayam memerlukan asam amino yang terdapat dalam
protein. Karena itu, untuk menilai kandungan gizi jagung perlu memperhatikan
kandungan asam aminonya. Kandungan lisin, metionin, dan triptofan jagung
relative rendah sehingga untuk membuat pakan ayam perlu ditambahkan sumber
protein yang tinggi seperti bungkil kedelai. Untuk melengkapi kandungan asam
amino dalam ransum pakan ayam dapat ditambahkan asam amino sintetis seperti L
Lisin, DL Metionin atau L Treonin.
Salah
satu kelebihan jagung untuk pakan unggas, terutama ayam petelur, adalah
kandungan xantofilnya yang tinggi (18 ppm) dan berguna untuk kuning telur,
kulit, atau kaki berwarna lebih cerah. Hal ini tidak dijumpai pada biji-bijian
lain, dedak padi, dan ubi kayu. Oleh karena itu, apabila jagung tidak digunakan
untuk pakan ayam petelur tetapi menginginkan telur berwarna kuning cerah, maka
perlu ditambahkan sumber xantofil lain seperti tepung daun lamtoro, corn gluten
meal atau sumber xantofil murni.
Jagung
juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi ternak ruminansia, baik sapi
maupun kambing/domba. Di beberapa negara, jagung digunakan untuk pakan sapi
penggemukan. Untuk meningkatkan nilai gizinya, jagung dipanaskan dengan uap dan
ditekan (roll). Teknik rolled kering juga dapat diaplikasikan tetapi hasilnya
kurang memuaskan dibandingkan dengan pemenyetan cara basah dengan uap. Untuk
pakan anak babi, pemberian jagung dengan cara digiling dapat menimbulkan diare
sehingga dianjurkan untuk dimasak terlebih dahulu, agar kecernaannya meningkat.
Pemasakan yang umum dilakukan adalah dengan cara ekstrusi menggunakan mesin
ekstruder, baik cara kering maupun basah. Jagung yang dimasak dengan ekstruder
akan menghasilkan produk seperti jagung berondong yang matang.
B.
ASAM
PITAT
Asam pitat (C6H18O24P6)
merupakan senyawa kimia yang terdiri atas inositol dan asam fosfat. Terdapat
enam gugus asam fosfat yang terikat pada cincin inositol. Secara kimiawi, asam
pitat disebut myo-inositol 1,2,3,4,5,6-heksakis (dihidrogen fosfat) (Reddy et
al.,1982). Asam pitat adalah bentuk simpan utama dari fosfor dalam biji-bijian
tanaman, terhitung sekitar 60–80% dari total fosfor. Molekul asam pitat
mengandung mineral P yang tinggi, yaitu sekitar 28,8%. Dibawah kondisi ransum
normal, P-asam pitat tidak tersedia untuk unggas, karena unggas miskin dengan
enzim untuk menghidrolisis asam pitat.
Pitat memiliki struktur kimia yang sangat stabil. Dalam
bentuk fosfat organik memilki kandungan fosfat yang tinggi. Dalam kondisi
fisiologi normal asam pitat membentuk chelate dengan mineral – mineral
essensial seperti kalsium, magnesium, besi dan seng. Asam pitat seringkali
berikatan dengan asam-asam amino atau menghambat enzim – enzim pencernaan
(Pallauf dan Rimback, 1996).
Gambar Struktur Asam Pitat
Asam pitat
(mio-inositol heksakisfosfat) merupakan zat anti gizi karena mempunyai kemampuan
untuk berikatan dengan mineral yang mengakibatkan kelarutan mineral tersebut
menurun, sehingga ketersediaan mineral menjadi rendah. Asam pitat merupakan bentuk penyimpanan fosfor yang
terbesar pada tanaman serealia dan leguminosa. Dalam biji pitat merupakan
sumber fosforus dan inositol utama bagi tanaman, terdapat dalam bentuk garam
dengan kalium,kalsium, magnesium, dan logam lain (Avery dan King, 1926). Pada
kondisi alami, asam pitat akan membentuk ikatan baik dengan mineral bervalensi
dua (Ca, Mg, Fe), maupun protein menjadi senyawa yang sukar larut. Hal ini
menyebabkan mineral dan protein tidak dapat diserap tubuh, atau nilai cernanya
rendah. Oleh karena itu, asam pitat dianggap sebagai antinutrisi pada bahan
pangan.
Kandungan asam
pitat sangat banyak terdapat dalam tumbuhan, sel mikroorganisme, dan ternak.
Biji – bijian tumbuhan mengandung 60 – 90% fosfor pitat dalam bentuk garam asam
pitat. Pitat dalam tumbuhan berperan dalam fungsi biologis penyimpanan fosfor
dan kation yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bibit tanaman (William dan Taylor,
1985).
Adapun
sifat-sifat dari senyawa pitat adalah berperan dalam fungsi fisiologis, selama
dormansi dan perkecambahan pada biji-bijian, melindungi kerusakkan oksidatif
pada biji-bijian selama proses penyimpanan, menurunkan bioavaibilitas beberapa
mineral, berperan sebagai antioksidan, serta dapat menurunkan nilai gizi
protein karena apabila pitat berikatan dengan protein akan membentuk senyawa
kompleks yang mengakibatkan protein menjadi tidak larut (Anonim, 2013).
C.
ASAM
PITAT SEBAGAI ANTINUTRISI DALAM JAGUNG
Jagung
selain mengandung senyawa yang berguna bagi tubuh, juga mengandung
senyawa anti nutrisi berupa asam pitat yang dapat menghambat penyerapan mineral
dalam tubuh (Onofiok dan Nnanyelugo 2006).
Unsur P yang ada di dalam jagung tidak dapat dicerna (tersedia)
seluruhnya oleh ayam atau babi. Unsur P dalam jagung berada dalam bentuk pitat
yang berkaitan dengan inositol dan juga mengikat mineral lain. Akibatnya,
ternak tidak dapat memanfaatkan P dengan baik dan dikeluarkan bersama kotoran. Dalam proses penyerapan zat makanan, agar dapat
diserap secara keseluruhan proses pemecahan makanan dalam saluran pencernaan
harus berlangsung cepat. Jika tidak, maka makanan tersebut hanya lewat saja di
saluran pencernaan. Dan terbuang percuma sebagai kotoran. Apabila kotoran
ternak digunakan untuk pupuk atau dibuang ke daerah pertanian, dalam keadaan
tertentu dapat mencemari lingkungan.
Waktu
perjalanan makanan dalam saluran pencernaan dari mulut sampai dibuang dalam
bentuk kotoran berkisar hanya 2 jam. Pada ternak unggas satu jam makanan berada
dalam usus halus dan melewati villi - villi usus. Dalam hal ini, enzim diyakini
dapat berperan dalam mempercepat reaksi perombakan, sehingga fraksi makanan
sudah dapat dirombak ke dalam bentuk yang siap diserap sebelum makanan tersebut
melewat villi – villi usus halus, hal ini karena enzim memiliki fungsi dasar
mempercepat reaksi biokima. Untuk mencegah terjadinya penurunan daya
cerna mineral, maka perlu dilakukan cara yang dapat menurunkan atau
menghilangkan kandungan asam pitat pada jagung.
D.
CARA
MENGURANGI ASAM PITAT DALAM BAHAN PAKAN
Beberapa
senyawa bisa menjadi tidak aktif dengan berbagai proses seperti pencucian,
perebusan atau pemanasan. Apabila panas digunakan untuk menginaktifkan senyawa
antinutrisi perlu dipertimbangkan agar tidak merubah kualitas nutrisi bahan
pakan, tetapi ada beberapa kejadian kalau digunakan panas yang ekstrim bisa
juga berperan untuk membentuk senyawa toksik.
Adapun
cara memecahkan masalah adanya P-phytat dalam ransum yaitu :
1. Upaya
yang telah dilakukan untuk mengurangi pencemaran P terhadap lingkungan adalah
menambahkan enzim fitase yang akan memecah senyawa pitat yang ada dalam jagung,
sehingga P yang ada dapat tersedia bagi ternak. Beberapa peneliti telah merakit
jagung berkadar fitrat rendah, sehingga P yang ada dapat dimanfaatkan oleh
ternak monogastrik (berperut tunggal).
Kelemahan dari penambahan phytase ke dalam ransum akan menambah biaya ransum
dan phytase mudah rusak selama proses pelleting. Sebagiannbesar phytase
didenaturasi pada suhu 65oC. Sebaiknya enzym phytase ditambahkan
setelah proses pengolahan.
2. Penambahan sumber pospor lainnya kedalam ransum seperti
dicalcium pospat. Sebagian besar cereal dan suplemen protein nabati relative
rendah kandungan phytase kecuali dedak gandum, sedangkan biji yang mengandung
minyak kandungan phytat lebih tinggi.
3. Cara lain yang digunakan dalam melonggarkan ikatan phytat
adalah dengan jalan fermentasi dengan menggunakan EM4. Hasil penelitian dari Arief et. al., (2011) jagung yang difermentasi
dengan ragi tempe menunjukkan lama fermentasi menurunkan nilai pH, meningkatkan
total asam, menurunkan Rendemen, dan kadar asam pitat. Lama fermentasi 36 jam
menghasilkan tepung jagung dengan pH 4,3, total asam 2,5%, rendemen 68,02%, dan
kadar asam pitat 0,13 ppm.
4. Adapun cara lain selain cara di atas adalah dengan
perlakuan fisik seperti pemanasan atau perebusan. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Pangastuti dan Tribowo (1996) bahwa lama waktu perebusan berpengaruh
terhadap kadar asam phytat pada kedele dengan perlakuan P 12 (direndam selama
12 jam sebelum direbus) turun dari 1,360% menjadi 1,113%. Untuk P18 (direndam
selama 18 jam sebelum direbus) turun dari 1,480% menjadi 1,300% dan untuk
Perlakuan 24 jam (direndam selama 24 jam sebelum direbus) turun dari 1,273% menjadi
1,047%. Perebusan biasanya dilakukan dengan suhu 50 – 60 oC yang
dapat menurunkan atau melonggarkan ikatan phytat terhadap fosfor.
SIMPULAN
Jagung selain mengandung senyawa yang berguna bagi
tubuh, juga mengandung senyawa anti nutrisi berupa asam pitat yang dapat
menghambat penyerapan mineral dalam tubuh dalam pencernaan. Untuk mencegah
terjadinya penurunan daya cerna mineral, maka perlu dilakukan cara yang dapat
menurunkan atau menghilangkan kandungan asam pitat pada jagung. penambahan
pitase dan sumber pospor merupakan cara pengurangan asam pitat dalam bahan
pakan. Selain itu juga bahan pakan yang difermentasi dan diberi perlakuan fisik
seperti pemanasan dan perebusan bisa mengurangi bahkan menghilangkan kandungan
zat antinutrisi yaitu asam pitat.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim,
2013. Perubahan kandungan senyawa fitat selama pengolahan. http://www.geocities.com/meteorkita/egdp-fitat.rtf.
Arief, Ratna Wylis., Irma Irawati, dan Yusmasari.
2011. Penurunan Kadar Asam Fitat Tepung
Jagung Selama Proses Fermentasi Menggunakan Ragi Tape . Seminar Nasional
Serealia. 8 : 590-597
Onofiok,
N. O. and D.O. Nnanyelugo. 2006. Weaning Food in West Africa: Nutricional
Problems and Posible Solution.
Pallauf,
J. and G, Rimbach. 1996. Nutritional significance of phytic acid and Phytase,
Arch. Animal Nutrition. 50 : 301-319.
Pangastuti dan Triwibowo, 1996. Pengaruh Lama Perendaman,
Perebusan dan Pengukusan Terhadap Kandungan Asam Pitat Dalam Tempe Kedelei.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta PPOM Dirjen POM Departemen Kesehatan
RI, Jakarta.
Reddy,
N. R,S.K. Shate and D.K. Salunkhe. 1982. Phytates in legumes and Cereals.
Advance in Food Research 28 : 1 – 92.
Tangendjaja,
Budi., dan Elizabeth Wina. Limbah
Tanaman dan Produk Samping Industri Jagung untuk Pakan. Balai Penelitian
Ternak, Bogor
Widodo, Wahyu, 2005. Tanaman Beracun dalam Kehidupan
Ternak. Universitas Muhammadyah Malang Press, Malang
William,
P. J. and Taylor, T. G. 1985. A Comparative study of phytate hydrolisis in the
gastrointestinsl track of the golden hamster (Mesocricetus auratus) and the
laboratory rat. Br. J. Nutr. 54, 429 – 435.
Mengajarkan Ayam Agar Dapat Kawin Duduk
BalasHapusMisteri Ayam Aduan Kokok Malam Hari
Ciri Khas Serta Kelebihan Ayam Bangkok Naga Temurun
BalasHapus