Kamis, 12 Juni 2014

KANDUNGAN ASAM PITAT PADA JAGUNG SEBAGAI PAKAN DAN CARA MENURUNKAN ZAT ANTINUTRISI

PENDAHULUAN

Tiga puluh tahun yang lalu, penggunaan jagung umumnya masih didominasi untuk pangan, baik sebagai pengganti beras di daerah tertentu maupun sebagai pangan tambahan. Dengan berkembangnya industri unggas pada awal tahun 1970an, maka jagung mulai dimanfaatkan sebagai sumber energy untuk pakan unggas modern. Permintaan jagung untuk pakan terus meningkat sejalan dengan berkembangnya industri pakan unggas. Saat ini, sebagian besar produksi jagung digunakan untuk pakan dan volume penggunaannya untuk pangan cenderung menurun. Awalnya, jagung jenis lokal banyak ditanam oleh petani dan biji jagung yang dihasilkan relatif kecil, tetapi mempunyai kandungan protein yang relatif tinggi.
Berkembangnya teknologi jagung hibrida dalam kurun waktu 10 tahun terakhir mendorong sebagian petani untuk menanam jagung hibrida, sehingga jagung yang digunakan untuk pakan adalah jenis hibrida. Jagung hibrida mempunyai ukuran biji yang relatif besar dan mirip dengan jagung impor yang umumnya juga dari jenis hibrida. Jagung lokal umumnya mempunyai warna yang lebih cerah dibanding jagung impor, sehingga lebih disukai untuk bahan baku pakan ayam petelur. Perkembangan genetik jagung juga dapat mempengaruhi nilai gizi jagung untuk pakan. Namun, di dalam jagung terdapat kandungan zat antinutrisi.
Adanya senyawa anti nutrisi dalam bahan pakan dapat menjadi pembatas dalam penggunaannya dalam ransum, karena senyawa antinutrisi ini akan menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan dan produksi tergantung dosis yang masuk ke dalam tubuh. Penggunaan bahan pakan yang mengandung antinutrisi harus diolah dulu untuk menurunkan atau menginaktifkan senyawa ini, tetapi perlu dipertimbangkan nilai ekonomis dari pengolahan ini. Beberapa senyawa dapat menghambat penyerapan mineral, seperti konsumsi serat yang berlebih, asam phytat yang terdapat dalam biji-bijian, serta asam oksalat yang terdapat dalam bayam dapat menghambat penyerapan kalsium.
PEMBAHASAN

A.    JAGUNG SEBAGAI BAHAN PAKAN

Jagung merupakan sumber energi utama pakan, terutama untuk ternak monogastrik seperti ayam, itik, puyuh, dan babi karena kandungan energi, yang dinyatakan sebagai energi termetabolis (ME), relatif tinggi dibandingbahan pakan lainnya. Dalam ransum unggas, baik ayam broiler maupun petelur, jagung menyumbang lebih dari separuh energi yang dibutuhkan ayam. Tingginya kandungan energi jagung berkaitan dengan tingginya kandungan pati (>60%) biji jagung. Di samping itu, jagung mempunyai kandungan serat kasar yang relatif rendah sehingga cocok untuk pakan ayam.
Jagung mengandung >3% lemak yang terdapat dalam lembaga biji. Lemak umumnya mempunyai kandungan energi 9 kalori/g, lebih tinggi dibanding protein atau karbohidrat yang hanya mengandung energi 4,0 kalori/g. Meskipun kandungan lemak relatif rendah, jenis asam lemak jagung berupa asam lemak tidak jenuh, terutama asam linoleat (C18:2), berguna untuk ayam petelur. Asam lemak ini dapat meningkatkan ukuran telur di samping bermanfaat dalam sintesis hormon reproduksi. Kandungan energy lemak yang tinggi mendorong peneliti untuk mengembangkan jenis jagung berlemak tinggi seperti high oil corn yang mempunyai kandungan lemak >6%. Meningkatnya kandungan lemak akan meningkatkan kandungan energi jagung, tetapi jagung jenis ini mempunyai produktivitas yang relative rendah.
Kadar protein jagung (8,5%) jauh lebih rendah dibanding kebutuhan ayam  broiler yang mencapai >22% atau ayam petelur > 17%. Sebenarnya, ayam memerlukan asam amino yang terdapat dalam protein. Karena itu, untuk menilai kandungan gizi jagung perlu memperhatikan kandungan asam aminonya. Kandungan lisin, metionin, dan triptofan jagung relative rendah sehingga untuk membuat pakan ayam perlu ditambahkan sumber protein yang tinggi seperti bungkil kedelai. Untuk melengkapi kandungan asam amino dalam ransum pakan ayam dapat ditambahkan asam amino sintetis seperti L Lisin, DL Metionin atau L Treonin.
Salah satu kelebihan jagung untuk pakan unggas, terutama ayam petelur, adalah kandungan xantofilnya yang tinggi (18 ppm) dan berguna untuk kuning telur, kulit, atau kaki berwarna lebih cerah. Hal ini tidak dijumpai pada biji-bijian lain, dedak padi, dan ubi kayu. Oleh karena itu, apabila jagung tidak digunakan untuk pakan ayam petelur tetapi menginginkan telur berwarna kuning cerah, maka perlu ditambahkan sumber xantofil lain seperti tepung daun lamtoro, corn gluten meal atau sumber xantofil murni.
Jagung juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi ternak ruminansia, baik sapi maupun kambing/domba. Di beberapa negara, jagung digunakan untuk pakan sapi penggemukan. Untuk meningkatkan nilai gizinya, jagung dipanaskan dengan uap dan ditekan (roll). Teknik rolled kering juga dapat diaplikasikan tetapi hasilnya kurang memuaskan dibandingkan dengan pemenyetan cara basah dengan uap. Untuk pakan anak babi, pemberian jagung dengan cara digiling dapat menimbulkan diare sehingga dianjurkan untuk dimasak terlebih dahulu, agar kecernaannya meningkat. Pemasakan yang umum dilakukan adalah dengan cara ekstrusi menggunakan mesin ekstruder, baik cara kering maupun basah. Jagung yang dimasak dengan ekstruder akan menghasilkan produk seperti jagung berondong yang matang.

B.     ASAM PITAT

Asam pitat (C6H18O24P6) merupakan senyawa kimia yang terdiri atas inositol dan asam fosfat. Terdapat enam gugus asam fosfat yang terikat pada cincin inositol. Secara kimiawi, asam pitat disebut myo-inositol 1,2,3,4,5,6-heksakis (dihidrogen fosfat) (Reddy et al.,1982). Asam pitat adalah bentuk simpan utama dari fosfor dalam biji-bijian tanaman, terhitung sekitar 60–80% dari total fosfor. Molekul asam pitat mengandung mineral P yang tinggi, yaitu sekitar 28,8%. Dibawah kondisi ransum normal, P-asam pitat tidak tersedia untuk unggas, karena unggas miskin dengan enzim untuk menghidrolisis asam pitat.
Pitat memiliki struktur kimia yang sangat stabil. Dalam bentuk fosfat organik memilki kandungan fosfat yang tinggi. Dalam kondisi fisiologi normal asam pitat membentuk chelate dengan mineral – mineral essensial seperti kalsium, magnesium, besi dan seng. Asam pitat seringkali berikatan dengan asam-asam amino atau menghambat enzim – enzim pencernaan (Pallauf dan Rimback, 1996).
The structural identification of phytic acid
Gambar Struktur Asam Pitat
       Asam pitat (mio-inositol heksakisfosfat) merupakan zat anti gizi karena mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan mineral yang mengakibatkan kelarutan mineral tersebut menurun, sehingga ketersediaan mineral menjadi rendah. Asam pitat  merupakan bentuk penyimpanan fosfor yang terbesar pada tanaman serealia dan leguminosa. Dalam biji pitat merupakan sumber fosforus dan inositol utama bagi tanaman, terdapat dalam bentuk garam dengan kalium,kalsium, magnesium, dan logam lain (Avery dan King, 1926). Pada kondisi alami, asam pitat akan membentuk ikatan baik dengan mineral bervalensi dua (Ca, Mg, Fe), maupun protein menjadi senyawa yang sukar larut. Hal ini menyebabkan mineral dan protein tidak dapat diserap tubuh, atau nilai cernanya rendah. Oleh karena itu, asam pitat dianggap sebagai antinutrisi pada bahan pangan.
       Kandungan asam pitat sangat banyak terdapat dalam tumbuhan, sel mikroorganisme, dan ternak. Biji – bijian tumbuhan mengandung 60 – 90% fosfor pitat dalam bentuk garam asam pitat. Pitat dalam tumbuhan berperan dalam fungsi biologis penyimpanan fosfor dan kation yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bibit tanaman (William dan Taylor, 1985).
       Adapun sifat-sifat dari senyawa pitat adalah berperan dalam fungsi fisiologis, selama dormansi dan perkecambahan pada biji-bijian, melindungi kerusakkan oksidatif pada biji-bijian selama proses penyimpanan, menurunkan bioavaibilitas beberapa mineral, berperan sebagai antioksidan, serta dapat menurunkan nilai gizi protein karena apabila pitat berikatan dengan protein akan membentuk senyawa kompleks yang mengakibatkan protein menjadi tidak larut (Anonim, 2013).

C.    ASAM PITAT SEBAGAI ANTINUTRISI DALAM JAGUNG

       Jagung  selain mengandung senyawa yang berguna bagi tubuh, juga mengandung senyawa anti nutrisi berupa asam pitat yang dapat menghambat penyerapan mineral dalam tubuh (Onofiok dan Nnanyelugo 2006).  Unsur P yang ada di dalam jagung tidak dapat dicerna (tersedia) seluruhnya oleh ayam atau babi. Unsur P dalam jagung berada dalam bentuk pitat yang berkaitan dengan inositol dan juga mengikat mineral lain. Akibatnya, ternak tidak dapat memanfaatkan P dengan baik dan dikeluarkan bersama kotoran. Dalam proses penyerapan zat makanan, agar dapat diserap secara keseluruhan proses pemecahan makanan dalam saluran pencernaan harus berlangsung cepat. Jika tidak, maka makanan tersebut hanya lewat saja di saluran pencernaan. Dan terbuang percuma sebagai kotoran. Apabila kotoran ternak digunakan untuk pupuk atau dibuang ke daerah pertanian, dalam keadaan tertentu dapat mencemari lingkungan.
       Waktu perjalanan makanan dalam saluran pencernaan dari mulut sampai dibuang dalam bentuk kotoran berkisar hanya 2 jam. Pada ternak unggas satu jam makanan berada dalam usus halus dan melewati villi - villi usus. Dalam hal ini, enzim diyakini dapat berperan dalam mempercepat reaksi perombakan, sehingga fraksi makanan sudah dapat dirombak ke dalam bentuk yang siap diserap sebelum makanan tersebut melewat villi – villi usus halus, hal ini karena enzim memiliki fungsi dasar mempercepat reaksi biokima. Untuk mencegah terjadinya penurunan daya cerna mineral, maka perlu dilakukan cara yang dapat menurunkan atau menghilangkan kandungan asam pitat pada jagung.

D.    CARA MENGURANGI ASAM PITAT DALAM BAHAN PAKAN

       Beberapa senyawa bisa menjadi tidak aktif dengan berbagai proses seperti pencucian, perebusan atau pemanasan. Apabila panas digunakan untuk menginaktifkan senyawa antinutrisi perlu dipertimbangkan agar tidak merubah kualitas nutrisi bahan pakan, tetapi ada beberapa kejadian kalau digunakan panas yang ekstrim bisa juga berperan untuk membentuk senyawa toksik.
       Adapun cara memecahkan masalah adanya P-phytat dalam ransum yaitu :
1.      Upaya yang telah dilakukan untuk mengurangi pencemaran P terhadap lingkungan adalah menambahkan enzim fitase yang akan memecah senyawa pitat yang ada dalam jagung, sehingga P yang ada dapat tersedia bagi ternak. Beberapa peneliti telah merakit jagung berkadar fitrat rendah, sehingga P yang ada dapat dimanfaatkan oleh ternak monogastrik (berperut tunggal). Kelemahan dari penambahan phytase ke dalam ransum akan menambah biaya ransum dan phytase mudah rusak selama proses pelleting. Sebagiannbesar phytase didenaturasi pada suhu 65oC. Sebaiknya enzym phytase ditambahkan setelah proses pengolahan.
2.      Penambahan sumber pospor lainnya kedalam ransum seperti dicalcium pospat. Sebagian besar cereal dan suplemen protein nabati relative rendah kandungan phytase kecuali dedak gandum, sedangkan biji yang mengandung minyak kandungan phytat lebih tinggi.
3.      Cara lain yang digunakan dalam melonggarkan ikatan phytat adalah dengan jalan fermentasi dengan menggunakan EM4.  Hasil penelitian dari Arief et. al., (2011) jagung yang difermentasi dengan ragi tempe menunjukkan lama fermentasi menurunkan nilai pH, meningkatkan total asam, menurunkan Rendemen, dan kadar asam pitat. Lama fermentasi 36 jam menghasilkan tepung jagung dengan pH 4,3, total asam 2,5%, rendemen 68,02%, dan kadar asam pitat 0,13 ppm.
4.      Adapun cara lain selain cara di atas adalah dengan perlakuan fisik seperti pemanasan atau perebusan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Pangastuti dan Tribowo (1996) bahwa lama waktu perebusan berpengaruh terhadap kadar asam phytat pada kedele dengan perlakuan P 12 (direndam selama 12 jam sebelum direbus) turun dari 1,360% menjadi 1,113%. Untuk P18 (direndam selama 18 jam sebelum direbus) turun dari 1,480% menjadi 1,300% dan untuk Perlakuan 24 jam (direndam selama 24 jam sebelum direbus) turun dari 1,273% menjadi 1,047%. Perebusan biasanya dilakukan dengan suhu 50 – 60 oC yang dapat menurunkan atau melonggarkan ikatan phytat terhadap fosfor.



SIMPULAN

              Jagung  selain mengandung senyawa yang berguna bagi tubuh, juga mengandung senyawa anti nutrisi berupa asam pitat yang dapat menghambat penyerapan mineral dalam tubuh dalam pencernaan. Untuk mencegah terjadinya penurunan daya cerna mineral, maka perlu dilakukan cara yang dapat menurunkan atau menghilangkan kandungan asam pitat pada jagung. penambahan pitase dan sumber pospor merupakan cara pengurangan asam pitat dalam bahan pakan. Selain itu juga bahan pakan yang difermentasi dan diberi perlakuan fisik seperti pemanasan dan perebusan bisa mengurangi bahkan menghilangkan kandungan zat antinutrisi yaitu asam pitat.



 


DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013. Perubahan kandungan senyawa fitat selama pengolahan. http://www.geocities.com/meteorkita/egdp-fitat.rtf.
Arief, Ratna Wylis., Irma Irawati, dan Yusmasari. 2011. Penurunan Kadar Asam Fitat Tepung Jagung Selama Proses Fermentasi Menggunakan Ragi Tape . Seminar Nasional Serealia. 8 : 590-597
Onofiok, N. O. and D.O. Nnanyelugo. 2006. Weaning Food in West Africa: Nutricional Problems and Posible Solution.
Pallauf, J. and G, Rimbach. 1996. Nutritional significance of phytic acid and Phytase, Arch. Animal Nutrition. 50 : 301-319.
Pangastuti dan Triwibowo, 1996. Pengaruh Lama Perendaman, Perebusan dan Pengukusan Terhadap Kandungan Asam Pitat Dalam Tempe Kedelei. Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta PPOM Dirjen POM Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Reddy, N. R,S.K. Shate and D.K. Salunkhe. 1982. Phytates in legumes and Cereals. Advance in Food Research 28 : 1 – 92.
Tangendjaja, Budi., dan Elizabeth Wina.  Limbah Tanaman dan Produk Samping Industri Jagung untuk Pakan. Balai Penelitian Ternak, Bogor
Widodo, Wahyu, 2005. Tanaman Beracun dalam Kehidupan Ternak. Universitas Muhammadyah Malang Press, Malang
William, P. J. and Taylor, T. G. 1985. A Comparative study of phytate hydrolisis in the gastrointestinsl track of the golden hamster (Mesocricetus auratus) and the laboratory rat. Br. J. Nutr. 54, 429 – 435.

 

2 komentar: