Tugas
Individu Mata Kuliah Pengendalian Mutu Pangan
Tema
: Standarisasi Mutu dalam Perdagangan Bahan Pakan dan Pakan
POTENSI
JAGUNG INDONESIA MENUJU PERSAINGAN
PASAR
TUNGGAL ASEAN 2015
Harum Ishma Savitri
23010112130093
FAKULTAS
PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS
DIPONEGORO
SEMARANG
2014
LATAR BELAKANG
Dalam rangka menjaga
stabilitas politik dan keamanan regional ASEAN, meningkatkan daya saing kawasan
secara keseluruhan di pasar dunia, dan mendorong pertumbuhan ekonomi,
mengurangi kemiskinan serta meningkatkan standar hidup penduduk, negara –
negara anggota ASEAN sepakat untuk segera mewujudkan integrasi ekonomi yang
lebih nyata dan berarti yaitu ASEAN Economic Community (AEC). AEC
adalah bentuk Integrasi ekonomi ASEAN yang direncanakan akan tercapai pada
tahun akhir 2015.
Tantangan yang utama bagi Indonesia dalam
menghadapi pasar bebas ASEAN salah satunya adalah pada perdagangan pakan,
terletak pada kemampuan Indonesia bersaing dalam menghasilkan produk pakan. Pada
akhir tahun 2015, apabila AEC tercapai, maka ASEAN akan menjadi pasar tunggal
dan berbasis produksi tunggal dimana terjadi arus barang, jasa, investasi dan
tenaga terampil yang bebas, serta arus modal yang lebih bebas di antara negara
ASEAN. Dengan terbentuknya pasar tunggal yang bebas tersebut maka akan terbuka
peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasarnya di kawasan ASEAN.
Produksi
jagung sebagai bahan pakan di Indonesia masih menjadi permasalahan saat ini.
Pasalnya tahun ini Indonesia mampu menghasilkan 19 juta ton jagung/tahun tak
mampu mencukupi pakan di negerinya sendiri, bahkan masih impor dari Negara
India dan Argentina. Tulisan ini memberi gambaran tentang potensi jagung Indonesia
dan arah pengembangan dan langkah yang harus ditempuh untuk mewujudkan Produksi
Jagung Indonesia dalam persaingan Pasar Tunggal ASEAN 2015.
ANALISIS
Potensi Pengembangan Jagung
Indonesia
Permintaan jagung di
pasar domestik dan pasar dunia terus meningkat seiring dengan berkembangnya
industri pakan dan pangan. Meningkatnya pendapatan per kapita menyebabkan
meningkatnya permintaan terhadap produk turunan jagung. Dilihat dari kebutuhan
jagung dalam negeri, sebetulnya masih terdapat surplus yang potensial untuk
diekspor. Selama ini Indonesia juga telah mengekspor 3,36 juta ton pada 2000
namun menurun menjadi 1,67 juta ton pada 2003 dan meningkat lagi menjadi 3,67
juta ton pada 2004. Ekspor jagung terutama ke Hongkong, Malaysia, Jepang,
Filipina, dan Thailand. Produksi jagung pada tahun 2013 (ASEM) sebesar 18,51
juta ton pipilan kering atau turun sebesar 0,88 juta ton (4,54 persen)
dibanding tahun 2012. Penurunan produksi ini terjadi di Jawa sebesar 0,62 juta
ton dan di luar Jawa sebesar 0,26 juta ton. Penurunan produksi terjadi karena
adanya penurunan luas panen seluas 137,43 ribu hektar (3,47 persen) dan
penurunan produktivitas sebesar 0,55 kuintal/hektar (1,12 persen).
Terjadinya ekspor dan
impor jagung diduga terkait dengan kondisi pertanaman jagung di Indonesia. Sebagian
besar jagung diusahakan pada lahan kering yang penanamannya pada musim hujan,
sehingga terjadi perbedaan jumlah produksi yang nyata antara pertanaman musim
hujan dengan pertanaman musim kemarau. Hal ini menyebabkan ketersediaan jagung
pada bulan-bulan tertentu melebihi kebutuhan, di samping keterbatasan kapasitas
gudang penampungan yang terkait dengan sifat jagung yang kurang tahan disimpan
dalam waktu lama, sehingga mendorong dilakukannya ekspor. Harga jagung yang
dipanen pada musim hujan relatif lebih murah dibandingkan dengan yang dipanen
pada musim kemarau. Sebaliknya, pada musim kemarau ketersediaan jagung untuk memenuhi
kebutuhan industri dalam negeri sangat kurang karena luas areal panen terbatas
sehingga harga jagung relatif lebih mahal. Kondisi ini mendorong pemerintah
untuk mengimpor jagung (Zubachtirodin et
al., 2007)
Standar Jagung sebagai Bahan Pakan
SNI 4483:2013 merupakan hasil revisi dari SNI
01-4483-1998 Jagung - bahan baku pakan, berdasarkan usulan dari seluruh
pemangku kepentingan sebagai upaya untuk memberikan jaminan mutu bagi produsen
dan konsumen. Standar ini menetapkan klasifikasi, persyaratan mutu, pengambilan
contoh dan analisis, serta penandaan dan pengemasan pada jagung sebagai bahan
pakan ternak.
Klasifikasi mutu jagung sebagai bahan pakan ternak
didasarkan atas kandungan gizi dan ada tidaknya zat atau bahan lain yang tidak
diinginkan yang digolongkan dalam 2 (dua) tingkatan mutu, yaitu: Mutu I dan
Mutu II.
Persyaratan mutu jagung sebagai bahan pakan ternak
harus menjamin kesehatan dan ketenteraman masyarakat, diantaranya: 1) Kadar air
maks 14,0 % (mutu I) dan 16,0 % (mutu II); 2) Protein kasar min 8,0 % (mutu I)
dan 7,0 % (mutu II). Analisa dilakukan melalui: 1) Analisis kadar air dilakukan
dengan metoda menurut SNI 01-2891; 2) Analisis protein kasar dilakukan dengan
metoda AOAC 2005, AOAC Official Methods Chapter 4 Animal Feed; dan 3)
Analisis aflatoksin dan okratoksin dilakukan dengan metoda AOAC 2005, AOAC Official
Methods Chapter 49 Natural Toxins.
Tabel
Pesyaratan mutu jagung kuning yaitu sebagai berikut:
No.
|
Parameter
|
Satuan
|
Pesyaratan
:
|
1
|
Kadar air (maks)
|
%
|
14.0
|
2
|
Kadar Protein kasar (min)
|
%
|
7.5
|
3
|
Kadar Lemak kasar (maks)
|
%
|
3.0
|
4
|
Kadar Serat kasar(maks)
|
%
|
3.0
|
5
|
Kadar Abu (maks)
|
%
|
2.0
|
6
|
Mikotoksin
a)
Aflatoksin (maks)
b)
Okratoksin (maks)
|
ppb
ppb
|
50.0
5.0
|
7
|
Butir rusak (maks)
|
%
|
5.0
|
8
|
Warna lain(maks)
|
%
|
5.0
|
9
|
Benda asing (maks)
|
%
|
5.0
|
10
|
Kepadatan (maks)
|
Kg /cm3
|
700
|
Sumber : SNI 1998.
Strategi Bisnis Pakan Menghadapi
Pasar Tunggal ASEAN 2015
Berdasarkan Seminar Nasional IndoLivestock 2014 Bidang Pakan
“Perspektif Peluang Bisnis Pakan Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN 2015”. Ada beberapa hal penting
yang menjadi perhatian untuk meningkatkan daya saing menuju pasar tunggal ASEAN.
1. Penerapan Pengawasan
Regulasi serta Standard Bahan Pakan dan Pakan.
Pemerintah saat ini
membangun intrumen penting untuk menjamin mutu dan keamanan pakan. Pertama,
untuk menjamin mutu pakan, lembaga sertifikasi produk (LS-Pro) pakan yang sudah
dibangun sejak tahun lalu, saat ini sedang diuji coba dan terus
disempurnakan. Kedua, untuk menjamin keamanan pakan, saat ini
sedang disusun peraturan yang memuat tentang ketentuan-ketentuan ambang batas
cemaran, baik fisik, kimia maupun biologi, pada pakan dan bahan pakan. Ketiga,
untuk menjamin kompotensi SDM, saat ini juga Ditjen PKH, c.q. Direktorat Pakan
Ternak bekerjasama dengan AINI dan pemangku kepentingan yang lain untuk
membangun lembaga sertifikasi profesi (LS-P) di bidang pakan. Di sisi lain,
Pemerintah secara rutin setiap tahun juga terus mengusulkan revisi SNI yang
sudah “kadaluarsa” maupun SNI baru untuk bahan pakan maupun pakan sehingga
kompatibel dengan standard internasional .
2. Memanfaatkan
perdagangan dunia
Diantara ke sepuluh
negara yang bernaung di bawah ASEAN, ada 5 negara utama yang menghasilkan pakan
dalam jumlah yang relatif besar yaitu Thailand, Vietnam, Filipina, Malaysia dan
Indonesia. Produksi pakan kelima negara tersebut sudah mendekati 60 juta ton
pada tahun 2013 dan diperkirakan akan terus meningkat di masa mendatang sejalan
dengan peningkatan produksi ternaknya. Produksi pakan terbesar pada tahun 2012
diduduki oleh Thailand, diikuti oleh Vietnam dan Indonesia. Meskipun demikian,
melihat kecepatan peningkatan produksi pakan di Indonesia, pada tahun 2014
diperkirakan Indonesia menduduki tempat teratas dalam memproduksi pakan yaitu
lebih dari 16 juta ton sedangkan Thailand menjadi posisi kedua karena produksi
pakannya masih kurang dari 16 juta ton. Jenis pakan yang diproduksi oleh
negara-negara ASEAN masih didominasi oleh pakan monogastrik yaitu pakan ayam
dan babi termasuk pakan ikan dan udang.
3. Menambah dan Memperbaiki
Infrastruktur
Keterbatasan
infrastruktur pelabuhan dan efisiensi logistik maka pabrik pakan ternak umumnya
membayar biaya yang lebih tinggi untuk bahan pakan impor ketika akan digunakan
dalam pabrik pakan. Solusi yang diperlukan adalah dengan menambah dan
memperbaiki infrastrukur seperti penambahan irigasi primer, sekunder maupun
tersier, fasilitas transportasi darat (truk dan kereta api), laut dan udara,
pelabuhan, listrik, pasokan gas dan lain-lain.
4. Melakukan Investasi
dalam Rangka Peningkatan Kapasitas Produksi.
Peningkatan produksi
bahan pakan terutama jagung dapat dilakukan melalui intesifikasi lahan tanaman
jagung yang ada dengan menerapkan Good Agriculture Practice (GAP)
sehingga produktivitas dapat ditingkatkan sesuai dengan potensinya. Disamping
intensifikasi tanaman jagung, ekstensifikasi juga perlu dikerjakan dengan
memperluas areal penanaman jagung. Pembukaan areal baru perlu dilakukan
mengingat keterbatasan lahan pertanian saat ini. Pemerintah harus mempunyai
kemauan politik untuk mengalokasikan lahan “nganggur” untuk tanaman jagung atau
tanaman lainnya untuk pakan seperti singkong. Perlunya investasi baik Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) ataupun Penanaman Modal Asing (PMA) dalam bidang
pakan maupun bahan pakan mulai dari hulu (penyediaan bahan baku), pabrik
pengeringan (dryer), gudang dan lain-lain.
5. Keterbukaan dan ketelitian data
secara “up to date”
Salah satu permasalahan
utama dalam bahan pakan maupun hasil produksi pakan adalahdata yang ada
seringkali tidak sesuai, kurang “up to date”, atau lengkap.
Informasimengenai suplai bahan pakan bulanan atau mingguan hampir sulit
diperoleh. Sebagaicontoh jumlah panenan jagung setiap kabupaten hampir tidak
ada, bahkan produksi jagungIndonesia sebesar 18,5 juta ton pada tahun 2013 juga
dipertanyakan oleh kenyataan di lapangan. Gabungan Pengusaha Makanan Ternak
(GPMT) melaporkan bahwa pemakaian jagung untuk pakan tahun 2013 diperkirakan
sekitar 7 juta ton tetapi toh jagung masih sulit diperoleh di Indonesia
sehingga harus mengimpor sebesar 3 juta ton pada tahun 2013.
DAFTAR PUSTAKA
BPS.
2013. Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai (Angka Sementara Tahun 2013)
Bustiami,
G. 2012. Potensi Jagung Upaya Meningkatkan Produksi dan Pemasaran Luar Negeri.
Warta Ekspor. Kementrian Perdagangan Republik Indonesia.
Tangendjaja, B., H.
Hariyoga, D. B. Utomo dan M. Ma’sum . 2014. Perspektif Peluang Bisnis Pakan
Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN 2015. Kegiatan Seminar Nasional Indolivestock
2014 Bidang Pakan. Jakarta Convention Centre Senayan Jakarta.18 Juni 2014.
Zubachtirodin,
M. S. Pabbage dan Subandi. 2007. Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan
Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serelia, Maros.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar