Senin, 16 September 2013

PENGARUH IKLIM DENGAN TERNAK DAN PENGAWETAN MAKANAN TERNAK RUMINANSIA

TUGAS ESSAY
PENGANTAR ILMU INDUSTRI PETERNAKAN

1. Pengaruh Iklim dengan Ternak
2. Pengawetan Hijauan Makanan Ternak Ruminansia
               

Disusun oleh :

Nama           : HARUM ISHMA SAVITRI
NIM             : 23010112130093
Kelas            : B








FAKULTAS  PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012



PENGARUH IKLIM TERHADAP TERNAK

  I.   PENDAHULUAN
Faktor lingkungan yang berpengaruh langsung pada kehidupan ternak adalah iklim. Iklim merupakan faktor yang menentukan ciri khas dari seekor ternak. Ternak yang hidup di daerah yang beriklim tropis berbeda dengan ternak yang hidup di daerah subtropis. Namun hal tersebut dapat diatasi misalnya di beberapa negara tropis, Air Condition (AC) digunakan dalam beternak untuk mengendalikan atau menyesuaikan suhu di lingkungan sekitar ternak yang berasal dari daerah subtropis, sehingga ternak tersebut dapat berproduksi dengan normal.
Penulisan ini memiliki tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengenalan Industri Peternakan. Menbahas lebih lanjut tentang iklim merupakan hal terpenting dalampenentuan kerja status fisiologi dari ternak terutama pada produktivitasnya. Dan bermanfaat bagi pembaca dalam  memahami pengaruh iklim dan unsur-unsur lain seperti suhu dan kelembaban yang dapat mempengaruhi fisiologi ternak.

    II.  ISI
A.    IKLIM
Iklim merupakan salah satu faktor  yang berpengaruh langsung terhadap ternak juga berpengaruh tidak langsung melalui pengaruhnya terhadap faktor lingkungan yang lain. Selain itu berbeda dengan faktor lingkungan yang lain seperti pakan dan kesehatan, iklim tidak dapat diukur atau dikuasai sepenuhnya oleh manusia. Untuk memperoleh produktivitas ternak yang efisien, manusia harus “menyesuaikan”dengan iklim setempat. Iklim yang cocok untuk daerah peternakan adalah pada klimat semi-arid. Daerah dengan klimat ini ditandai dengan kondisimusim yang ekstrim, dengan curah hujan rendah secara relatif  dan musim kering yang panjang. Iklim yang ada di berbagai daerah tidaklah sama, melainkan bervariasi tergantung dari faktor-faktor yang tak dapat dikendalikan (tetap) seperti altitude (letak daerah dari ekuator, distribusi daratan dan air, tanah dan topografinya) dan latitude (ketinggian tempat) dan faktor-faktor tidak tetap (varieble) seperti aliran air laut, angin, curah hujan, drainase dan vegetasi.
Temperatur lingkungan adalah ukuran dari intensitas panas dalam unit standar dan biasanya diekspresikan dalam skala derajat celcius. Secara umum, temperatur udara adalah faktor bioklimat tunggal yang penting dalam lingkungan fisik ternak. Supaya ternak dapat hidup nyaman dan proses fisiologi dapat berfungsi normal, dibutuhkan temperatur lingkungan yang sesuai.  Temperatur lingkungan yang paling sesuai bagi kehidupan ternak di daerah tropik adalah 10oC-27oC. sedangkan keadaan lingkungan yang ideal untuk ternak di daerah sub tropis (sapi perah) adalah pada temperatur antara 30o -60 oF dan kelembaban rendah. Kenaikan temperatur udara di atas 60oF  relatif mempunyai sedikit efek terhadap produksi.
B.     FISIOLOGIS TERNAK
Fisiologis ternak meliputi suhu tubuh, respirasi dan denyut jantung. Suhu tubuh hewan homeotermi merupakan hasil keseimbangan dari panas yang diterima dan dikeluarkan oleh tubuh. Dalam keadaan normal suhu tubuh ternak sejenis dapat bervariasi karena adanya perbedaan umur, jenis kelamin, iklim, panjang hari, suhu lingkungan, aktivitas, pakan, aktivitas pencernaan dan jumlah air yang diminum. Suhu normal adalah panas tubuh dalam zone thermoneutral pada aktivitas tubuh terendah. Respirasi adalh proses pertukaran gas sebagai suatu rangkaian kegiatan fisik dan kimis dalam tubuh organisme dalam lingkungan sekitarnya. Oksigen diambil dari udara sebagai bahan yang dibutuhkan jaringan tubuh dalam proses metabolisme. Kecepatan respirasi meningkat sebanding dengan meningkatnya suhu lingkungan. Kelembaban udara yang tinggi disertai suhu udara yang tinggi menyebabkan meningkatnya frekuensi respirasi. Pada suhu lingkungan tinggim denyut nadi meningkat. Peningkatan ini berhubungan dengan peningkatan respirasi yang menyebabkan meningkatnya aktivitas otot-otot respirasi, sehingga dibutuhkan darah lebih banyak untuk menyuplai O2 dan nutrien melalui peningkatan aliran darah dengan jalan peningkatan denyut nadi. Bila cekaman panas akibat temperatur lingkungan yang tinggi maka frekuensi pulsus ternak akan meningkat, hal ini berhubungan dengan peningkatan frekuensi respirasi yang menyebabkan meningkatnya aktivitas otot-otot respirasi, sehingga mempercepat pemompaan darah ke permukaan tubuh dan selanjutnya akan terjadi pelepasan panas tubuh.
C.    STRES
Stres adalah respon fisiologi, biokimia dan tingkah laku ternak terhadap variasi faktor fisik, kimia dan biologis lingkungan. Dengan kata lain, stres terjadi apabila terjadi perubahan lingkungan yang ekstrim, seperti penimngkatan temperatur lingkungan atau ketika toleransi ternak terhadap lingkungan menjadi rendah. Strea panas terjadi apabila temperatur lingkungan berubah menjadi lebih tinggi di atas ZTN. Pada kondisi ini, toleransi ternak terhadap lingkungan menjadi rendah atau menurun, sehingga ternak mengalami cekaman. Stres panas ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan, reproduksi dan laktasi sapi perah termasuk di dalamnya pengaruh terhadap hormonal, produksi susu dan komposisi susu.
D.    EFEK TERHADAP HORMONAL
Temperatur berhubungan dengan fungsi kelenjar endokrin. Stres panas memberikan pengaruh yang besar terhadap sistem endokrin ternak disebabkan perubahan dalam metabolisme. Ternak yang mengalami stres panas akibat meningkatnya temperatur lingkungan, fungsi kelenjar tiroidnya akan terganggu. Hal ini akan mempengaruhi selera makan dan penampilan. Stres panas kronik juga menyebabkan  penurunan konsentrasi growth hormone dan glukokortikoid. Pengurangan konsentrai hormon ini, berhubungan dengan pengurangan laju metabolik selama stres panas. Setelah itu, selama stres panas konsentrasi prolaktin meningkat dan diduga meningkatkan metabolisme air dan elektrolit. Hal ini akan mempengaruhi hormon aldosteron yang berhubungan dengan metabolisme elektrolit tersebut. Pada ternak yang menderita stres panas, kalium yang disekresikan melalui keringat tinggi menyebabkan pengurangan konsentrasi aldosteron.

 III.   KESIMPULAN
Lingkungan berpengaruh besar terhadap sifat genetik ternak. Penerapan ternak di daerah yang sesuai akan menunjang dihasilkannya produksi secara optimal. Suhu dan kelembaban lingkungan yang tinggi dapat menyebabkan stress terhadap ternak sehingga fisiologis ternak tersebut meningkat dan konsumsi pakan menurun, sehingga produktivitasnya menurun. Suhu tubuh dengan suhu rektal dan suhu kulit saling berpengaruh karena suhu tubuh didapat dari kedua suhu tersebut. Frekuensi pernapasan berpengaruh kepada lingkungan, apabila suhu dan kelembaban naik maka frekuensi respirasi dan denyut jantung akan meningkat. Daya tahan  terhadap panas dapat dihitung dengan melihat jumlah keringat yang diekskresikan oleh hewan atau ternak.

DAFTAR PUSTAKA

Reksohadiprojo, S. 1984. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. BPFE, Yogyakarta
Sientje. 2003. Stres Panas pada Sapi Perah Laktasi. IPB. Bogor
Wiroretno, Dyah Kusumo Utari., 1983. Cara Pengukuran Ekskresi Keringat untuk Mengetahui Daya Tahan Panas Sapi Potong. UNPAD University Press, Bandung



PENGAWETAN HIJAUAN MAKANAN TERNAK RUMINANSIA

       I.   PENDAHULUAN
Hijauan merupakan pakan utama bagi ternak ruminansia. Hijauan terdiri dari jenis rumput dan legume. Umumnya hijuan makanan ternak mempunyai tingkat prosuksi yang tinggi pada musim penghujan. Pada musim kemarau, ketersediaan hijuan makanan ternak menjadi terbatas karena kemampuan tumbuh hijauan pada musim kemarau berkurang. Bila tidak ditangani secara serius maka pemenuhan hijauan makanan ternak untuk pada musim kemarau akan menjadi masalah rutin yang melanda dunia peternakan Indonesia.
Penulisan ini memiliki tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengenalan Industri Peternakan. Menbahas lebih lanjut tentang Pengawetan HIjauan Makanan Ternak pada Ruminansia. Dan bermanfaat bagi pembaca dalam  memahami tentang pengawetan hijauan ternak secara silase maupun hay.

    II.   ISI
Pengawetan Hijauan Makanan Ternak
Teknologi pengawetan merupakan usaha untuk mempertahankan kualitas hijauan makanan ternak dalam waktu yang lama. Teknologi pengawetan hijauan makanan ternak bertujuan untuk menjamin ketersediaan pakan ternak sepanjang tahun dengan kualitas yang relatif cepat. Pengawetan hijauan makanan ternak dapat dilakukan melalui pembuatan silase dan wastelage. Masalah yang dihadapi dalam pengawetan hijauan makanan ternaka adalah diperlakukannya proses pengeringan untuk mengurangi kadar air hijauan sehingga tidak akan cepet rusak. Pengeringan hijauan dengan sinar matahari sangat tergantung pada keadaan cuaca. Untuk mempercepat proses pengeringan diperlukan alat pengering. Selain itu menyimpan hijauan dalam bentuk silase memerlukan silo untuk menampung kelebihan hijauan tersebut. Teknologi pengawetan tersebut adalah sebagai berikut:
A.    Silase
Silase adalah hasil proses fermentasi yang dilakukan dengan maksud untuk mengawetkan hijauan makanan ternak (jerami) dalam keadaan basah (lembab). Silase dapat dibuat dari berbagai tanman hijauan(rerumputan dan leguminosa). Sebaiknya, hijauan yang digunakan sebagai silase adalah daun yang dipotong pada saat akan berbunga. Maslah yang dihadapi dalam pengawetan hijauan makanan ternak adalah diperlakukannya proses pengeringan untuk mengurangi kadar air hijauan sehingga tidak akan cepat rusak. Pengeringan dengan sinar matahari sangat tergantung dengan cuaca. Untuk mempercepat proses pengeringan diperlakukan alat pengering. Selain itu, penyimpanan hijauan dalam bentuk silase memerlukan silountuk menampung kelebihan hijauan tersebut.
Adapun beberapa tempat yang dapat digunakan untuk membuat silae, adalah sebagai berikut:
1.      Upright Silo, yaitu tempat pembuatan silase yang berupa bangunan silinder dibuat dari tembok, kayu, atau baja dengan lapisan kaca. Upright silo memiliki tinggi 24m dengan diameter 6 m.
2.      Trench (pit) Silo, yaitu tempat pembuatan silase yang berupa bangunan memanjang di atas permukaan tanah. Pada salah satu ujungnya dilengkapi dengan pintuuntuk mempermudah pengambilan silase. Bangunan ini harus dijaga agar jangan sampai tergenang air.
3.      Bunker Silo, yaitu tempat pembuatan silase yang berupa bak besar di atas permukaan tanah yang datar, yang dibuat dari tembok atau kayu. Penutup pada bagiian atasnya dibuat dari plastuk atau bahan lain yang tidak tembus udara.
4.      Parit atau Lubang, yaitu tempat pembuatan silase yang dibuat pada tanah yang miring atau mendatar. Sebelum digunakan, parit ini harus dilapisi terlebih dahulu dengan plastin untuk menghindari tercampurnya silase  dengan tanah. Parit atau lubang unu harus dibuat pada lokasi yang tidak tergenang air.
5.      Kantong plastik atau drum plastik, kedua wadah ini dapat digunakan sebagai tempat pembuatan silase. Agar kedap cahaya, kantong plastik atau drum plastik yang digunakan harus berwarna gelap.
Adapun cara singkat membuat silase adalah sebagai berikut :
1.    Siapkan peralatan yang diperlukan seperti hijuan, chopper, silo dan timbangan.
2.    Hijauan dipotong dengan ukuran sekitar 5 cm menggunakan chopper.
3.    Hijauan dimasukan kedalam silo selapis demi selapis.
4.    Padatkan sepadat mungkin rumput di dalam drum tersebut dengan cara ditekan atau diinjak-injak agar tidak ada ruang untuk oksigen. Hal ini dilakukan supaya silase yang dihasilkan memilki kualitas yang baik.
5.    Tutup dan tekan udara didalam keluar kemudian ikat palstik tersebut secara rapih, rapat dan tidak ada udara masuk kedalam serta jangan sampai bocor.
6.    Setelah selesai letakan beban diatas tutup silo agar mendapat tekanan kebawah serta tidak ada udara yang masuk. Biarkan fermentasi terjadi, diamkan selama 21 hari agar mendapatkan silase yang baik.

B.     Hay
Hay adalah hijauan rumput, legume atau limbah hasil pertanian yang dikeringkan yang dijadikan bahan pakan bagi ternak ruminansia. Hay sangat penting bagi ternak pada musim paceklik dan selama transportasi. Untuk mendapatkan nilai gizi yang tinggi dan palatabilitas yang tinggi, hijauan atau legume harus dipotong sebelum berbunga. Sehingga pembuatan hay merupakan pemanfaatan hijuan pada saat pertumbuhan terbaik.
Pembuatan hay di Indonesia umumnya masih menggunakan bantuan sinar matahari, karena penggunaan panas buatan masih terlalu mahal. Pada beberapa daerah, pembuatan hay dapat dilakukan dengan memanfaatkan aliran udara.
Cara pembuatan hay, sebagai berikut:
1.      Siapkan hijauan dengan memotong kecil-kecil hijauan tersebut. Bila perlu, lakukan penimbangan untuk mengetahui bobot basahnya.
2.      Jemur hijauan tersebut di bawah sinar matahari selama 1-2 hari agar kadar air berkurang hingga 20-25%. Untuk mengetahui kadar air pada hijauan, perlu dilakukan penimbangan setiap 5jam.
3.      Bila pengeringan sudah merata, ikat hijauan menjadi satu. Kemudian, masukkan ke dalam gudang penyimpanan pakan.
4.      Pemberian hay pada sapi dapat dicampur dengan hijauan lain atau konsentrat secara bebas.

 III.   KESIMPULAN
Ada beberapa cara untuk mengatasi masalah diatas seperti penggunaan limbah pertanian atau perkebunan, pemberian konsentrat serta pengawetan hijauan makanan ternak baik dalam hay maupun silase. Pengawetan hijauan makanan ternak ditujukan untuk mengawetkan rumput atau legume yang mempunyai produksi yang tinggi pada musim hujan agar bisa dimanfaatkan pada musim kemarau.

DAFTAR ISI
Rukama, rahmat. Budi Daya Rumput Unggul, Hijauan Makanan Ternak. Jakarta
Yulianto, Purnawan., Cahyo Saparinto. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif
Darmono. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman,



1 komentar: