TUGAS ESSAY
PENGANTAR ILMU INDUSTRI PETERNAKAN
1. Pengaruh
Iklim dengan Ternak
2. Pengawetan
Hijauan Makanan Ternak Ruminansia
Disusun oleh :
Nama :
HARUM ISHMA SAVITRI
NIM :
23010112130093
Kelas :
B
FAKULTAS
PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
PENGARUH IKLIM
TERHADAP TERNAK
I. PENDAHULUAN
Faktor lingkungan yang berpengaruh langsung pada
kehidupan ternak adalah iklim. Iklim merupakan faktor yang menentukan ciri khas
dari seekor ternak. Ternak yang hidup di daerah yang beriklim tropis berbeda
dengan ternak yang hidup di daerah subtropis. Namun hal tersebut dapat diatasi
misalnya di beberapa negara tropis, Air Condition (AC) digunakan dalam beternak
untuk mengendalikan atau menyesuaikan suhu di lingkungan sekitar ternak yang
berasal dari daerah subtropis, sehingga ternak tersebut dapat berproduksi
dengan normal.
Penulisan ini memiliki tujuan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Pengenalan Industri Peternakan. Menbahas lebih lanjut tentang iklim
merupakan hal terpenting dalampenentuan kerja status fisiologi dari ternak
terutama pada produktivitasnya. Dan bermanfaat bagi pembaca dalam memahami pengaruh iklim dan unsur-unsur lain
seperti suhu dan kelembaban yang dapat mempengaruhi fisiologi ternak.
II. ISI
A. IKLIM
Iklim merupakan salah satu faktor yang berpengaruh langsung terhadap ternak
juga berpengaruh tidak langsung melalui pengaruhnya terhadap faktor lingkungan
yang lain. Selain itu berbeda dengan faktor lingkungan yang lain seperti pakan
dan kesehatan, iklim tidak dapat diukur atau dikuasai sepenuhnya oleh manusia.
Untuk memperoleh produktivitas ternak yang efisien, manusia harus
“menyesuaikan”dengan iklim setempat. Iklim yang cocok untuk daerah peternakan
adalah pada klimat semi-arid. Daerah dengan klimat ini ditandai dengan
kondisimusim yang ekstrim, dengan curah hujan rendah secara relatif dan musim kering yang panjang. Iklim yang ada
di berbagai daerah tidaklah sama, melainkan bervariasi tergantung dari
faktor-faktor yang tak dapat dikendalikan (tetap) seperti altitude (letak
daerah dari ekuator, distribusi daratan dan air, tanah dan topografinya) dan
latitude (ketinggian tempat) dan faktor-faktor tidak tetap (varieble) seperti
aliran air laut, angin, curah hujan, drainase dan vegetasi.
Temperatur lingkungan adalah ukuran dari intensitas
panas dalam unit standar dan biasanya diekspresikan dalam skala derajat
celcius. Secara umum, temperatur udara adalah faktor bioklimat tunggal yang penting
dalam lingkungan fisik ternak. Supaya ternak dapat hidup nyaman dan proses
fisiologi dapat berfungsi normal, dibutuhkan temperatur lingkungan yang
sesuai. Temperatur lingkungan yang
paling sesuai bagi kehidupan ternak di daerah tropik adalah 10oC-27oC.
sedangkan keadaan lingkungan yang ideal untuk ternak di daerah sub tropis (sapi
perah) adalah pada temperatur antara 30o -60 oF dan
kelembaban rendah. Kenaikan temperatur udara di atas 60oF relatif mempunyai sedikit efek terhadap
produksi.
B. FISIOLOGIS
TERNAK
Fisiologis ternak meliputi suhu tubuh, respirasi dan
denyut jantung. Suhu tubuh hewan homeotermi merupakan hasil keseimbangan dari
panas yang diterima dan dikeluarkan oleh tubuh. Dalam keadaan normal suhu tubuh
ternak sejenis dapat bervariasi karena adanya perbedaan umur, jenis kelamin,
iklim, panjang hari, suhu lingkungan, aktivitas, pakan, aktivitas pencernaan
dan jumlah air yang diminum. Suhu normal adalah panas tubuh dalam zone
thermoneutral pada aktivitas tubuh terendah. Respirasi adalh proses pertukaran
gas sebagai suatu rangkaian kegiatan fisik dan kimis dalam tubuh organisme
dalam lingkungan sekitarnya. Oksigen diambil dari udara sebagai bahan yang
dibutuhkan jaringan tubuh dalam proses metabolisme. Kecepatan respirasi meningkat
sebanding dengan meningkatnya suhu lingkungan. Kelembaban udara yang tinggi
disertai suhu udara yang tinggi menyebabkan meningkatnya frekuensi respirasi.
Pada suhu lingkungan tinggim denyut nadi meningkat. Peningkatan ini berhubungan
dengan peningkatan respirasi yang menyebabkan meningkatnya aktivitas otot-otot
respirasi, sehingga dibutuhkan darah lebih banyak untuk menyuplai O2
dan nutrien melalui peningkatan aliran darah dengan jalan peningkatan denyut
nadi. Bila cekaman panas akibat temperatur lingkungan yang tinggi maka
frekuensi pulsus ternak akan meningkat, hal ini berhubungan dengan peningkatan
frekuensi respirasi yang menyebabkan meningkatnya aktivitas otot-otot
respirasi, sehingga mempercepat pemompaan darah ke permukaan tubuh dan selanjutnya
akan terjadi pelepasan panas tubuh.
C. STRES
Stres adalah respon fisiologi, biokimia dan tingkah
laku ternak terhadap variasi faktor fisik, kimia dan biologis lingkungan.
Dengan kata lain, stres terjadi apabila terjadi perubahan lingkungan yang
ekstrim, seperti penimngkatan temperatur lingkungan atau ketika toleransi
ternak terhadap lingkungan menjadi rendah. Strea panas terjadi apabila
temperatur lingkungan berubah menjadi lebih tinggi di atas ZTN. Pada kondisi
ini, toleransi ternak terhadap lingkungan menjadi rendah atau menurun, sehingga
ternak mengalami cekaman. Stres panas ini akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan, reproduksi dan laktasi sapi perah termasuk di dalamnya pengaruh
terhadap hormonal, produksi susu dan komposisi susu.
D. EFEK
TERHADAP HORMONAL
Temperatur berhubungan dengan fungsi kelenjar
endokrin. Stres panas memberikan pengaruh yang besar terhadap sistem endokrin
ternak disebabkan perubahan dalam metabolisme. Ternak yang mengalami stres
panas akibat meningkatnya temperatur lingkungan, fungsi kelenjar tiroidnya akan
terganggu. Hal ini akan mempengaruhi selera makan dan penampilan. Stres panas
kronik juga menyebabkan penurunan
konsentrasi growth hormone dan glukokortikoid. Pengurangan konsentrai hormon
ini, berhubungan dengan pengurangan laju metabolik selama stres panas. Setelah
itu, selama stres panas konsentrasi prolaktin meningkat dan diduga meningkatkan
metabolisme air dan elektrolit. Hal ini akan mempengaruhi hormon aldosteron
yang berhubungan dengan metabolisme elektrolit tersebut. Pada ternak yang
menderita stres panas, kalium yang disekresikan melalui keringat tinggi
menyebabkan pengurangan konsentrasi aldosteron.
III.
KESIMPULAN
Lingkungan berpengaruh besar terhadap sifat genetik
ternak. Penerapan ternak di daerah yang sesuai akan menunjang dihasilkannya
produksi secara optimal. Suhu dan kelembaban lingkungan yang tinggi dapat
menyebabkan stress terhadap ternak sehingga fisiologis ternak tersebut
meningkat dan konsumsi pakan menurun, sehingga produktivitasnya menurun. Suhu
tubuh dengan suhu rektal dan suhu kulit saling berpengaruh karena suhu tubuh
didapat dari kedua suhu tersebut. Frekuensi pernapasan berpengaruh kepada
lingkungan, apabila suhu dan kelembaban naik maka frekuensi respirasi dan
denyut jantung akan meningkat. Daya tahan terhadap panas dapat dihitung dengan melihat
jumlah keringat yang diekskresikan oleh hewan atau ternak.
DAFTAR PUSTAKA
Reksohadiprojo, S. 1984. Pengantar Ilmu Peternakan
Tropik. BPFE, Yogyakarta
Sientje. 2003. Stres Panas pada Sapi Perah Laktasi.
IPB. Bogor
Wiroretno, Dyah Kusumo Utari., 1983. Cara Pengukuran
Ekskresi Keringat untuk Mengetahui Daya Tahan Panas Sapi Potong. UNPAD
University Press, Bandung
PENGAWETAN HIJAUAN MAKANAN TERNAK RUMINANSIA
I. PENDAHULUAN
Hijauan merupakan pakan utama bagi
ternak ruminansia. Hijauan terdiri dari jenis rumput dan legume. Umumnya hijuan
makanan ternak mempunyai tingkat prosuksi yang tinggi pada musim penghujan.
Pada musim kemarau, ketersediaan hijuan makanan ternak menjadi terbatas karena
kemampuan tumbuh hijauan pada musim kemarau berkurang. Bila tidak ditangani
secara serius maka pemenuhan hijauan makanan ternak untuk pada musim kemarau
akan menjadi masalah rutin yang melanda dunia peternakan Indonesia.
Penulisan ini memiliki tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengenalan Industri Peternakan. Menbahas lebih lanjut tentang Pengawetan
HIjauan Makanan Ternak pada Ruminansia. Dan bermanfaat bagi pembaca dalam memahami tentang pengawetan hijauan ternak
secara silase maupun hay.
II. ISI
Pengawetan Hijauan Makanan Ternak
Teknologi pengawetan merupakan usaha untuk
mempertahankan kualitas hijauan makanan ternak dalam waktu yang lama. Teknologi
pengawetan hijauan makanan ternak bertujuan untuk menjamin ketersediaan pakan
ternak sepanjang tahun dengan kualitas yang relatif cepat. Pengawetan hijauan
makanan ternak dapat dilakukan melalui pembuatan silase dan wastelage. Masalah
yang dihadapi dalam pengawetan hijauan makanan ternaka adalah diperlakukannya
proses pengeringan untuk mengurangi kadar air hijauan sehingga tidak akan cepet
rusak. Pengeringan hijauan dengan sinar matahari sangat tergantung pada keadaan
cuaca. Untuk mempercepat proses pengeringan diperlukan alat pengering. Selain
itu menyimpan hijauan dalam bentuk silase memerlukan silo untuk menampung
kelebihan hijauan tersebut. Teknologi pengawetan tersebut adalah sebagai
berikut:
A. Silase
Silase adalah
hasil proses fermentasi yang dilakukan dengan maksud untuk mengawetkan hijauan
makanan ternak (jerami) dalam keadaan basah (lembab). Silase dapat dibuat dari
berbagai tanman hijauan(rerumputan dan leguminosa). Sebaiknya, hijauan yang
digunakan sebagai silase adalah daun yang dipotong pada saat akan berbunga.
Maslah yang dihadapi dalam pengawetan hijauan makanan ternak adalah
diperlakukannya proses pengeringan untuk mengurangi kadar air hijauan sehingga
tidak akan cepat rusak. Pengeringan dengan sinar matahari sangat tergantung
dengan cuaca. Untuk mempercepat proses pengeringan diperlakukan alat pengering.
Selain itu, penyimpanan hijauan dalam bentuk silase memerlukan silountuk
menampung kelebihan hijauan tersebut.
Adapun beberapa tempat yang dapat digunakan untuk
membuat silae, adalah sebagai berikut:
1.
Upright Silo,
yaitu tempat pembuatan silase yang berupa bangunan silinder dibuat dari tembok,
kayu, atau baja dengan lapisan kaca. Upright silo memiliki tinggi 24m dengan
diameter 6 m.
2.
Trench (pit)
Silo, yaitu tempat pembuatan silase yang berupa bangunan memanjang di atas
permukaan tanah. Pada salah satu ujungnya dilengkapi dengan pintuuntuk
mempermudah pengambilan silase. Bangunan ini harus dijaga agar jangan sampai
tergenang air.
3.
Bunker Silo,
yaitu tempat pembuatan silase yang berupa bak besar di atas permukaan tanah
yang datar, yang dibuat dari tembok atau kayu. Penutup pada bagiian atasnya
dibuat dari plastuk atau bahan lain yang tidak tembus udara.
4.
Parit atau
Lubang, yaitu tempat pembuatan silase yang dibuat pada tanah yang miring atau
mendatar. Sebelum digunakan, parit ini harus dilapisi terlebih dahulu dengan
plastin untuk menghindari tercampurnya silase
dengan tanah. Parit atau lubang unu harus dibuat pada lokasi yang tidak
tergenang air.
5.
Kantong plastik
atau drum plastik, kedua wadah ini dapat digunakan sebagai tempat pembuatan
silase. Agar kedap cahaya, kantong plastik atau drum plastik yang digunakan
harus berwarna gelap.
Adapun cara singkat
membuat silase adalah sebagai berikut :
1.
Siapkan peralatan yang diperlukan
seperti hijuan, chopper, silo dan timbangan.
2.
Hijauan dipotong dengan ukuran sekitar
5 cm menggunakan chopper.
3.
Hijauan dimasukan kedalam silo selapis
demi selapis.
4.
Padatkan sepadat mungkin rumput di
dalam drum tersebut dengan cara ditekan atau diinjak-injak agar tidak ada ruang
untuk oksigen. Hal ini dilakukan supaya silase yang dihasilkan memilki kualitas
yang baik.
5.
Tutup dan tekan udara didalam keluar
kemudian ikat palstik tersebut secara rapih, rapat dan tidak ada udara masuk
kedalam serta jangan sampai bocor.
6.
Setelah selesai letakan beban diatas
tutup silo agar mendapat tekanan kebawah serta tidak ada udara yang masuk.
Biarkan fermentasi terjadi, diamkan selama 21 hari agar mendapatkan silase yang
baik.
B. Hay
Hay adalah hijauan rumput, legume atau
limbah hasil pertanian yang dikeringkan yang dijadikan bahan pakan bagi ternak
ruminansia. Hay sangat penting bagi ternak pada musim paceklik dan selama
transportasi. Untuk mendapatkan nilai gizi yang tinggi dan palatabilitas yang
tinggi, hijauan atau legume harus dipotong sebelum berbunga. Sehingga pembuatan
hay merupakan pemanfaatan hijuan pada saat pertumbuhan terbaik.
Pembuatan hay di Indonesia umumnya masih menggunakan bantuan sinar
matahari, karena penggunaan panas buatan masih terlalu mahal. Pada beberapa
daerah, pembuatan hay dapat dilakukan dengan memanfaatkan aliran udara.
Cara pembuatan hay, sebagai berikut:
1.
Siapkan hijauan
dengan memotong kecil-kecil hijauan tersebut. Bila perlu, lakukan penimbangan
untuk mengetahui bobot basahnya.
2.
Jemur hijauan
tersebut di bawah sinar matahari selama 1-2 hari agar kadar air berkurang
hingga 20-25%. Untuk mengetahui kadar air pada hijauan, perlu dilakukan
penimbangan setiap 5jam.
3.
Bila pengeringan
sudah merata, ikat hijauan menjadi satu. Kemudian, masukkan ke dalam gudang
penyimpanan pakan.
4.
Pemberian hay
pada sapi dapat dicampur dengan hijauan lain atau konsentrat secara bebas.
III. KESIMPULAN
Ada beberapa cara untuk mengatasi
masalah diatas seperti penggunaan limbah pertanian atau perkebunan, pemberian
konsentrat serta pengawetan hijauan makanan ternak baik dalam hay maupun
silase. Pengawetan hijauan makanan ternak ditujukan untuk mengawetkan rumput
atau legume yang mempunyai produksi yang tinggi pada musim hujan agar bisa
dimanfaatkan pada musim kemarau.
DAFTAR ISI
Rukama, rahmat. Budi
Daya Rumput Unggul, Hijauan Makanan Ternak. Jakarta
Yulianto, Purnawan.,
Cahyo Saparinto. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif
Darmono. Tatalaksana
Usaha Sapi Kereman,
ini itu sama....jdi siapa yg copas nih?
BalasHapus