SINKRONISASI
ESTRUS
Menurut
Sunandar dan Rismiyanti (2012) menjelaskan tentang prosedur yang digunakan
untuk melakukan sinkronisasi estrus pada
sapi potong maupun perah, yaitu sebagai berikut:
1.
Screening
atau seleksi sapi induk
Dilakukan
dengan cara pengecekan catatan reproduksi dan pemeriksaan kebuntingan terhadap
individu sapi, meliputi tanggal birahi dan IB terakhir. Sapi dalam keadaan bunting tidak boleh
dilakukan sinkronisasi estrus, karena akan menyebabkan abortus. Syarat lain
sapi yindukan yang akan dilakukan sinkronisai estrus harus memiliki BCS
optimum, mempunyai alat reproduksi yang baik. Terbebas dari peradangan alat
reproduksi, endrometritis, metritis dan vaginitis karena akan berpengaruh pada
efek kebuntingan.
2.
Aplikasi hormone PGF2α
Sinkronisasi
estrus yang menggunakan preparan hormone prostaglandin harus dilakukan
pemeriksaan Corpus Liteum (CL). Tahapan ini sangat penting karena menentukan
keberhasilan timbulnya birahi. Induk yang sudah terseleksi akan dilakukan
aplikasi hormone prostaglandin. Pelaksanaannya secara intramuscular dengan
dosis 2 ml/ekor dengan target organ CL. Penggunaan PGF2α akan melisiskan CL
sehingga menyebabkan perkembangan folikuler, menimbulkan gejala birahi, dan
ovulasi pada induk sapi. Satu sampai tiga hari setelah diberi perlakuan hormon,
induk sapi akan menunjukkan gejala birahi.
3.
Inseminasi buatan (IB)
6
sampai 24 jam setelah timbulnya birahi, seluruh induk sapi dikawinkan dengan
cara IB.
4.
Deteksi kebuntuingan
60
hari setelah IB, deteksi kebuntingan dapat dilakukan untuk mengetahui
keberhasilan IB atau kebuntingan pada induk sapi.
Hasil
penelitian dari Solihati (2005) yang menggunakan metode tersebut, bahwa
perlakuan progesterone yang dikombinasikan intramuskuler cukup efektif dalam
upaya peningkatan sehingga dapat memperbaiki efisiensi produksi sapi perah yang
berada dalam keadaan anestrus. Penggunaan
PGF2_
secara intrauterin walaupun lebih ekonomis
namun menghasilkan angka kebuntingan yang kurang baik dibandingkan dengan
pemberian secara intramuskuler. Hal ini disebabkan pemberian secara intrauterin
memiliki resiko yang cukup tinggi untuk terjadinya infeksi.
Sumber :
Solihati, N. 2005.
Pengaruh Metode Pemberian PGF2α dalam Sinkronisasi Estrus terhadap Angka
Kebuntingan Sapi Perah Anestrus. Karya Ilmiah. Universitas Padjajaran.
Jatinagor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar