Senin, 24 Agustus 2015

SPESIFIKASI BAHAN BAKU INDUSTRI PAKAN

TUGAS MATA KULIAH  INDUSTRI PAKAN
Harum Ishma Savitri
(23010112130093)

SPESIFIKASI BAHAN BAKU INDUSTRI PAKAN
1.                    Jagung
Produksi jagung pada 2014 ditaksir mencapai 32 s/d 34 juta ton atau naik sekitar 80 persen dari produksi tahun 2008. Jika produksi tersebut tercapai, potensi ekspor jagung pada tahun 2014, bisa mencapai 50 persen dari kebutuhan jagung dalam negeri yakni 16,3 juta ton. Kalau produksi jagung di Indonesia sudah dicapai dua kali lipat dari kebutuhan dalam negeri maka potensi ekspor jagung bisa mencapai 50 persen sehingga negara Indonesia sudah mampu mengisi sebagian dari perjagungan dunia.  Produksi jagung dunia sebanyak 612,5 juta ton.  Amerika Serikat masih menguasai produksi yakni mencapai 256,9 juta ton menyusul China yakni 114 juta ton (Dewan Jagung Indonesia, 2009).  Perbedaan produksi negara-negara produsen jagung tersebut salah satu keunggulan karena produksi mereka sudah mencapai 8 ton per hektar.  Sementara Indonesia masih sangat rendah yakni 3,7 ton per hektar.
Produsen jagung terbesar saat ini adalah Amerika Serikat (38,85% dari total produksi dunia), diikuti China 20,97%; Brazil 6,45%; Mexico 3,16%; India 2,34%; Afrika Selatan 1,61%; Ukraina 1,44% dan Canada 1,34%, sedangkan untuk negara-negara Uni Eropa sebanyak 7,92% dan negara-negara lainnya 14,34%. Total produksi jagung pada tahun 2008/2009 adalah sebesar 791,3 juta MT. Provinsi penghasil jagung di Indonesia : Jawa Timur : 5 juta ton; Jawa Tengah : 3,3 juta ton; Lampung : 2 juta ton; Sulawesi Selatan: 1,3 juta ton; Sumatera Utara : 1,2 juta ton; Jawa Barat : 700 – 800 ribu ton, sisa lainnya (NTT, NTB, Jambi dan Gorontalo) dengan rata-rata produksi jagung nasional 16 juta ton per tahun.
Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan (termasuk hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari bijinya), dibuat tepung (dari butir, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi.
Bulir jagung, kaya akan karbohidrat, yang sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Jagung manis diketahui mengandung amilopektin lebih rendah tetapi mengalami peningkatan fitoglikogen dan sukrosa.  Kandungan gizi Jagung per 100 gram bahan adalah : Kalori  355 Kalori, protein  9,2 gr, lemak  3,9 gr, karbohidrat  73,7 gr, kalsium  10 mg, fosfor  256 mg, ferrum  2,4 mg, vitamin A  510 SI, vitamin B1 0,38 mg, air  12 gr, dan bagian yang dapat dimakan 90 %.

2.                    Dedak padi
Dedak padi merupakan sumber energi bagi ternak yang berbentuk halus jika tanpa subalan apapun karena sisa dari penggilingan padi. Dedak padi tanpa penambahan sekam memiliki tekstur yang lebih halus dan memilki bau yang lebih khas (Maulana, 2007). Pemakaian dedak padi mencapai 20% untuk unggas dan ikan, sedangkan untuk ruminansia bisa mencapai jumlah 80% dari total ransum (Rasyaf, 1980). Dedak padi yang berkualitas baik mempunyai protein rata-rata dalam bahan kering adalah 12.4%, lemak 13.6%, dan serat kasar 11.6%. Dedak padi menyediakan protein yang lebih berkualitas dibandingkan dengan jagung. Dedak padi kaya akan thiamin dan sangat tinggi dalam niacin. 
Abu (%)
Protein(%)
Lemak (%)
SK (%)
ADF (%)
NDF (%)
BETN (%)
13.58±1.68
13.71±3.19
12.07±0.95
15.39±8.19
-
-
43.01±12.54

Ca (%)
P(%)
TDN (%)
DE (Mcal/kg)
DP (%)
ME (Mcal/kg)
Nelc (Mcal/kg)
0.08
1.59
71
2.67
9.5
2.4
1.3


3.                    Ubi Kayu
Indonesia termasuk negara penghasil ubi kayu terbesar ke tiga di dunia (13.300.000 ton), setelah negara Brazil (25.554.000 ton), dan Thailand (13.500.000 ton), disusul negara-negara, seperti Nigeria (11.000.000 ton), dan India (6.500.000 ton) dari total produksi dunia sebesar 122.134.000 ton per tahun (Bigcassava.com, 2007). Berdasarkan kontribusi terhadap produksi nasional terdapat sepuluh propinsi utama penghasil singkong yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Sumatera Selatan dan Yogyakarta yang menyumbang sebesar 89,47 % dari produksi nasional, sedangkan dari propinsi lainnya sekitar 11-12 % (Agrica, 2007).
Gaplek, Salah satu produk dari singkong yang paling  terkenal adalah Gaplek (dried cassava chips), yaitu singkong segar yang dikupas, dipotong kecil-kecil, dicuci, dicacah dan dikeringkan atau dijemur, untuk selanjutnya dapat diproses lagi menjadi beberapa produk turunan. Selain itu ada Pelet, yang dibuat dari umbi singkong kering yang digiling dan dibentuk menjadi bentuk silinder dengan panjang sekitar 2–3 cm dan diameter sekitar 4–8 mm. Dibandingkan dengan gaplek, pelet memiliki beberapa kelebihan yaitu  kualitas lebih seragam, mudah disimpan. Limbah  yang dihasilkan dari pengolahan singkong juga cukup beragam, seperti : bonggol umbi (sisa pembuatan tape), kulit dan onggok (limbah industri tapioka), dan daun singkong.
Onggok, Di Indonesia, limbah berbentuk onggok banyak digunakan sebagai bahan pakan sapi potong, karena dianggap penggunaan limbah onggok dapat menekan biaya produksi. Namun seiring dengan berkembangnya waktu, permintaan onggok sebagai pakan semakin meningkat, akibatnya  harga onggok terus melambung. Nilai nutrien singkong tidak terlalu tinggi, namun cukup baik sebagai pakan ternak sapi karena merupakan bahan pakan sumber karbohidrat mudah larut dan diserap oleh  tubuh. Melalui fermentasi nilai nutrien singkong dapat ditingkatkan. 
Tepung Singkong, Hasil penelitian membuktikan bahwa pemberian pakan yang mengandung tepung singkong afkir sebesar 50 dan 60% pada sapi jantan lepas sapih mampu menghasilkan PBB sebesar 0,76 dan 0,81 kg/ ekor/hari. Pakan diberikan sebanyak 3,5 % berat badan (BB) berdasarkan bahan kering (BK) dengan imbangan 20% jerami kering dan 80% pakan penguat, sedangkan bahan pakan yang lain adalah dedak padi, bungkil kopra, bungkil inti sawit, dan mineral.  Hasil analisis ekonomi menujukkan bahwa penggunaan singkong afkir sebesar 50% dalam pakan penguat mempunyai nilai RC ratio 1,83 sedangkan pada pemberian singkong afkir sebesar 60% mempunyai nilai RC ratio yang lebih tinggi yakni sebesar 2,20. 

    4.               Pollard
Pollard adalah hasil sisa penggilingan dari gandum yang dapat digunakan sebagai pakan ternak, kaya akan protein, lemak, zat-zat mineral dan vitamin-vitamin dibandingkan dengan biji keseluruhan, akan tetapi banyak mengandung polikasarida struktural dalam jumlah yang banyak. Kandungan BK, BO dan PK dari pollard adalah BK 90,10%, BO 95,73% , PK 17,98%. Pollard memiliki kandungan BK 100%, abu 4,9%, LK 52,3%, SK 7,7%, BETN 16,4%, dan PK 18,7% (Hartadi et al., 1993).

5.                    Tepung ikan
Tepung ikan merupakan salah satu bahan campuran untuk ransum yang banyak digunakan karena dianggap tepung ikan memiliki kandungan protein tinggi dan mudah didapat. Tepung ikan merupakan sumber protein yang cukup penting untuk campuran pakan ternak yang berfungsi untuk penggemukan (Yuningsih, 2002). Tepung ikan selain sebagai sumber protein dengan asam amino yang baik juga merupakan sumber vitamin dan mineral (Pujiati, 2010). Tepung ikan memiliki kandungan BK 86%, abu 20,7%, LK 6,8%, SK 2,2%, BETN 3,7%, dan PK 52,6% (Hartadi et al., 1993).
Jakarta, Senin (5/01/2015) Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (KKP) Saut P Hutagalung mengungkapkan di tahun 2014 saja impor tepung ikan Indonesia cukup besar. Nilainya mencapai US$ 480 juta atau Rp 5,7 triliun. Saut menjelaskan kebutuhan tepung ikan di tahun 2014 sebesar 90.000 ton. Jumlah volume tepung ikan yang diimpor selama tahun 2014 sebesar 80.000 ton atau hampir 90% dari total kebutuhan. Untuk menekan impor pakan ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) rencananya akan membangun 10-11 industri produksi tepung ikan. Industri-industri tepung ikan akan dibangun di dekat sentra industri pengolahan ikan.   Total potensi produksi lestari (maximum sustainable yield/MSY) sumber daya ikan laut Indonesia 6,5 juta ton per tahun. Tahun 2010 total produksi ikan laut 5,1 juta ton. Total MSY ikan perairan tawar 0,9 juta ton per tahun dan baru dimanfaatkan 0,5 juta ton.

6.                    SBM (Soybean Meal) atau Bungkil kedelai
Soyabean Meal merupakan hasil ekstraksi dari kedelai, dimana minyak kedelai atau lecithin dikeluarkan dan merupakan by product dari kedelai itu sendiri. SBM Soyabean Meal berbentuk serbuk dan mempunyai aroma yang harum. Soyabean meal digunakan pada pakan untuk hampir semua jenis ternak. Mulai dari pakan ayam sampai pakan sapi. SBM Soyabean Meal memiliki kandungan protein beragam. pada soyabean meal India kandungan protein berada dikisaran 44%. sedangkan pada soyabean meal Argentine kandungan protein bisa mencapai kandungan protein 47%.  . Energi metabolisme bungkil kedelai antara 2.825-2.890 kkal/kg (Suharno, 1998). Bungkil kedelai kualitas satu memiliki kadar air maksimum 12%, kadar abu maksimum 7%, kadar PK minimum 46%, kadar lemak maksimum 3,5%, dan kadar SK maksimum 6,5% (Departemen Pertanian, 1997). Bungkil kedelai memiliki supplementary effect (saling melengkapi) yang sangat baik dengan tepung ikan dan jagung. Bungkil kedelai tidak mengandung antitripsin sebab telah melalui proses pemanasan. Kelemahannya adalah kandungan metionin dan sitin agak rendah. Penggunaan bungkil kedelai dalam pakan maksimal 30% (Yaman, 2010). Harga SBM sekitar Rp. 5.000/kg dengan minimal order 50 kg

7.                    Bungkil Kacang Tanah
Goitergens adalah antinutrisi yang terkandung dalam kacang tanah. Anti nutrisi ini dapat mengakibatkan thyroid membesar. Perlakuan panas dan pemberian yodium (I) yang cukup merupakan yang baik untuk menanggulangi masalah anti nutrisi ini. Kacang tanah mempunyai sifat pencahar, sehingga perlu pembatas dalam penggunaanya dalam ransum. Uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas kacang tanah yang baik (Richana et al., 2004). Butir kacang tanah yang rusak adalah biji kacang tanah yang berlubang bekas serangan hama, pecahnya karena mekanis, biologis fisis dan enzimatis, seperti kecambah, busuk bau tidak disukai berubah warna maupun bentuk (SNI Kacang Tanah, 1995). Biji kacang tanah terkandung Abu 7,2% Lemak Kasar 2,8%, Serat Kasar 12,8%, BETN 20,9% dan protein kasar 56,3%  (Hartadi, 1980).
    8.               Bungkil kelapa

Bungkil kelapa dapat diolah sebagai bahan pakan dan banyak terdapat di Indonesia. Pada tahun 2004, luas areal pertanaman kelapa sebesar 3.872 ribu hektar terdiri atas Perkebunan Rakyat seluas 3.760 ribu hektar (97,07%), Perkebunan Besar Negara seluas 5 ribu hektar (0,14%), dan Perkebunan Besar Swasta seluas 107 ribu hektar (2,79%). Sedangkan untuk produksi kelapa (equivalent kopra) tahun 2004 sebesar 3.304 ribu ton terdiri dari perkebunan rakyat sebesar 3.191 ribu ton (82,39%), perkebunan besar negara 4 ribu ton (0,10%) dan perkebunan besar swasta 109 ribu ton (2,81%). (Ditjenbun, 2004).
    9.               Kulit Kacang Tanah

Kulit kacang tanah memiliki komposisi sekitar 20 – 30% dari buah kacang tanah (Muri et al., 2008). Kulit merupakan jerami atau hijauan kering. Limbah ini dijadikan sebagai litter kandang untuk ternak unggas. Kulit kacang tanah juga bisa dgunakan sebgai bahan bakar, bahan pembenah tanah, dan masih cukup baik sebagai campuran pakan (Susanti, 2009).

10.               Tongkol jagung
Janggel atau tongkol jagung merupakan bagian dalam yang berserat dari pembungkus biji jagung darimana biji jagung diambil kosong. Tongkol berbentuk batang berukuran cukup besar, sehingga tidak dapat dikonsumsi ternak jika diberikan langsung, oleh karena itu untuk memberikannya perlu penggilingan terlebih dahulu (Suhartanto et al., 2003). Tongkol jagung merupakan sumber energi bagi ternak. Tongkol jagung memiliki kandungan BK 76,6%, PK 5,6% LK 1,57%, dan SK 25,55% (Wahyono dan Ruly, 2004)
11.               Sagu
Tepung sagu dapat diolah untuk kebutuhan pakan ternak sehingga komponen impor bisa berkurang. Sekitar 2 juta hektar tanaman sagu di dunia ini, 1 juta hektar berlokasi di Indonesia dan berpotensi menghasilkan sekitar 3.5juta ton tepung sagu. Lokasi utama penghasil sagu di Indonesia antara lain tersebar di Irian Jaya sekitar 800.000 hektar, Maluku sekitar 50.000 hektar, Sulawesi 30.000 hektar, Kalimantan 45.000 hektar, Sumatera 72.000 hektar, dan sekitar 2.000 hektar di pulau jawa. (Ilmu Tanah UGM, 2006).
12.               MBM Tepung daging dan tulang

MBM merupakan tepung daging dan tulang yang dibutuhkan dalam formulasi konsntrat pakan ternak. Kadar protein kasar yang terdapat di Meat and bone meal (MBM)  mencapai 50,04%. Harga MBM sekitar Rp 6.500/kg dengan minimal order 50 kg




13.               Tepung cangkang telur
Kandungan yang ada didalam tepung cangkang telur terdapat Ca yang sangat tinggi yaitu sebesar 95%, dan tepung cangkang telur merupakan sumber mineral bagi ternak. Cangkang telur tersusun dari 94% CaCO3, 1% MgCO3, 1% CaPO4 sisanyan adaalah bahan organik (Hintono, 1995). Cangkang telur memiliki kandungan serat kasar yang tinggi yakni 15%, kandungan serat kasar yang tinggi dapat menguntungkan karena dapat memicu gerak peristaltic usus (Lukiwati et al., 2008).
14.               DDGS
Distiller’s Dried Grains with Solubles (DDGS) adalah produk ikutan dari penggilingan kering dan industri etanol setelah etanol dan CO2 dihilangkan. Dari 25,4 kg (1 bushel) jagung, dihasilkan sekitar 7,7 kg DDGS. DDGS menawarkan kesempatan untuk mengurangi harga pakan ternak dan tersedia melimpah pada tahun-tahun mendatang. DDGS telah dipasarkan di banyak negara dengan kualitas sebagai berikut: kadar protein 27%, lemak 9 – 10%, serat < 7%. Walaupun DDGS digunakan terutama untuk ruminan, sekarang pemakaian yang lebih banyak untuk babi dan unggas dan akhir-akhir ini untuk akuakultur. Studi dari Universitas Arkansas menunjukkan bahwa nilai energi metabolis DDGS untuk ayam adalah 2850 kkal/kg. Dilaporkan bahwa DDGS dapat dimasukkan sebanyak 15% dalam pakan broiler. Pada pakan babi, energi tercerna dan metabolis DDGS sama dengan jagung dan jauh lebih tinggi dari apa yang telah dilaporkan oleh NRC 1998. DDGS merupakan sumber protein, lemak, fosfor, energi yang baik untuk sapi perah. DDGS dapat dimasukkan sampai 20% di dalam ransum tanpa mengurangi konsumsi, produksi susu dan persentase lemak dan protein. Untuk sapi potong, dapat digunakan sebagai sumber energi dan pemberian 40% dalam pakan menghasilkan performans pertumbuhan dan karkas serta kualitas daging yang sangat baik. Untuk akuakultur, DDGS dapat digunakan sampai 30% untuk ikan air tawar seperti ikan lele dan nila dan sampai 20% untuk ikan laut trout dan 10% untuk udang. Tetapi dalam memformulasi suatu pakan yang memakai DDGS, beberapa faktor yang menentukan kualitas harus diperhatikan. Kualitas DDGS dapat bervariasi tergantung pada asal dan kualitas jagung, kondisi proses terutama suhu dan lama pengeringan dan jumlah bahan terlarut (soluble) yang ditambahkan ke distiller’s grain (ampas bijian).(Tangendjaja, 2008)

15.               Sawit

Tanaman sawit banyak terdapat di Indonesia untuk menghasilkan minyak sawit, limbahnya berupa bungkil kelapa sawit juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan pengganti bungkil kedelai. Kelapa sawit selain sebagai penghasil utama minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) juga sebagai penghasil limbah dan produk samping terbesar, seperti limbah pelepah daun kelapa sawit dan bungkil inti sawit, lumpur sawit (sludge), serabut perasan buah sawit, tandan kosong dan cangkang (Corley, 2003). Biomasa atau produk samping yang dihasilkan tanaman dan pengolahan kelapa sawit untuk setiap satu satuan luas tanaman kelapa sawit (ha) dalam setahun adalah 10.011 metrik kg bahan kering (Manti et al, 2003). Indonesia merupakan produsen minyak sawit kedua terbesar dunia setelah Malaysia dengan total produksi 9,9 juta ton pada 2003. Areal penanaman kelapa sawit Indonesia terkonsentrasi di lima propinsi yakni Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Jambi dan Aceh. Areal penanaman terbesar terdapat di Sumatera Utara (dengan sentra produksi di Labuhan Batu, Langkat, dan Simalungun) dan Riau. Pada 1997, dari luas areal tanam 2,5 juta hektar, kedua propinsi ini memberikan kontribusi sebesar 44%, yakni Sumatera Utara 23,24% (584.746 hektar) dan Riau 20,76% (522.434 hektar). Sementara Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Jambi dan Aceh masing-masing memberikan kontribusi 7% hingga 9,8%, dan propinsi lainnya 1% hingga 5%. (Ditjenbun, 2004).

16.               Garam

Berdasarkan hasil praktikum, garam dapur memiliki warna putih, berbentuk serbuk, memiliki aroma yang khas, teksturnya kasar dan garam dapur berfungsi sebagai sumber mineral bagi ternak. Garam dapur merupakan sebagai bahan campuaran bahan pakan bukan sebagai bahan utama. Menurut Haryadi (2008) dalam penelitiannya komposisi pemberian garam dapur dalam ransum terhadap kualitas karkas ayam broiler hanya sebesar 0,15% dari 100% bahan pakan ransum karena apabila diberikan dalam komposisi lebih banyak maka ayam broiler tersebut akan mengakibatkan dampak negatif bagi kelangsungan hidup ayam tersebut. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Hartadi et al. (1990) yang menyatakan garam dapur tidak meiliki kandungan nutrien dalam bahan penyusun pakan yaitu CP sebesar (0%), ME (0 Kkal/kg), Ca (0%) dan Pav sebanyak (0%)
OMZET INDUSTRI PAKAN NASIONAL TAHUN 2014
Pertumbuhan industri pakan ternak pada 2014 berpotensi melambat seiring dengan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang mempengaruhi pembelian bahan baku. Faiz Achmad, Direktur Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Kementerian Perindustrian, mengatakan kondisi tersebut diperkirakan dapat menekan kinerja pertumbuhan industri pakan ternak dari 15% menjadi 12%.
Salah satu industri pakan yang ada di Indonesia mengalami penurunan angka keuntungan di tahun 2014. Industri tersebut adalah PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA). JAPFA tertekan oleh pembengkakan beban tahun lalu. Hal ini membuat laba bersih produsen pakan ternak ini anjlok 44,16% menjadi Rp 332,4 miliar tahun 2014, dibanding Rp 595,25 miliar di tahun 2013. Dalam laporan keuangan tahun 2014 yang dirilis perseroan, Kamis (26/2), JPFA membukukan penjualan Rp 24,5 triliun atau tumbuh 14,5% dari periode sama tahun 2013 Rp 21,4 triliun. Penjulan pakan ternak perseroan tumbuh 5,7% menjadi Rp 10,22 triliun, penjualan peternakan tumbuh 23,2% menjadi Rp 8,5 triliun, sementara penjualan anak ayam umur sehari turun 14,28% menjadi Rp 1,2 triliun. JPFA memiliki penjualan dari segmen usaha peternakan sapi yang tumbuh 56,3% menjadi Rp 1,36 triliun.
Namun, beban pokok penjualan JPFA membengkak 17,9% menjadi Rp 21 triliun. JPFA mengalami peningkatan biaya bahan baku sebesar 16,4% menjadi Rp 18,4 triliun. Biaya pabrikasi juga meningkat 17,3% menjadi Rp 1,8 triliun. Hal ini membuat laba kotor perseroan turun 5,5% di angka Rp 3,4 triliun. Selanjutnya JPFA mengalami kerugian kurs mata uang asing sebesar Rp 77,58 juta, turun 75,5% dari periode sama tahun sebelumnya. Meski demikian, beban penjualan JPFA naik 24,5% menjadi Rp 522,4 miliar, beban bunga meningkat 36,1% menjadi Rp 694 miliar, serta beban umum dan administrasi naik 16,42% menjadi Rp 1,63 triliun. Dengan demikian, laba per saham JPFA tahun 2014 menjadi Rp 31, turun dari Rp 56 di tahun 2013.





DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, I.K. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan Ke-1. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor. Hal : 319 -320.

Richana, N., P. Lestina, dan T. T. Irawadi. 2004. Karakterisasi Lignoselulosa dari Limbah Tanaman Pangan dan Pemanfaatannya untuk Pertumbuhan Bakteri RXA III-5 Penghasil Xilanase. J. Penel. Pert. Tan. Pangan 23(3) : 171-176.

Sistanto. 2010. Penggunaan Daun Pepaya (Carica papaya L.) dalam Ransum untuk Meningkatkan Kualitas Produksi Ternak Unggas. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas, Bengkulu.

Standar Nasional Indonesia. 1995. Kacang Tanah. Badan Standarisasi Nasional.

Sudarmono, A.S. dan Y.B. Sugeng. 2008. Sapi Potong Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Susanti, S. dan E. Marhaeniyanto. 2007. Kecernaan, Retensi Nitrogen  dan Hubungannya dengan Produksi Susu Pada Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) yang diberi Pakan Pollard  dan Bekatul. Jurnal Protein. Vol. 15 (2) : 141-147.  Fakultas Peternakan Universitas Tribhuwana Tunggadewi

Wahyono, D.E. dan Ruly Hardianto. 2004. Pemanfaatan Sumberdaya Pakan Lokal untuk Pengembangan Usaha Sapi Potong. Balai Pengkajian Teknologi  Pertanian Karangploso, Malang.

Damardjati, D.S., Santosa, B.A., dan Munarso, J. 1990. Studi Kelayakan dan  Rekomendasi Teknologi Pabrik Pengolahan Bekatul. Laporan Akhir. Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi, Subang.
Luh, S. 1991. Rice Production and Utilization. The AVI Publishing Company, Westport.
Rimbawan dan Siagian. 2004. Indeks Glikemik Cookies dan Donat Tepung Terigu yang Disubtitusi Parsial dengan Tepung Bekatul. [Skripsi]. IPB. Bogor.

Rukmana R. 1997. Usaha Tani Jagung. Yogyakarta: Kanisius

Tangendjaja, B. 2008. Distiller’s Dried Grains with Solubles (DDGS) untuk Pakan. WARTAZOA 18 (3) :137-149




2 komentar:

  1. terim kasih pembahasannya. jika anda butuh bahan baku pakan ternakbisa mampir ke http://nusfeed.id

    BalasHapus
  2. Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical,oli industri, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan konsultasi kepada Anda mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.

    Salam,
    (Tommy.k)
    WA:081310849918
    Email: Tommy.transcal@gmail.com
    Management

    OUR SERVICE
    Boiler Chemical Cleaning
    Cooling tower Chemical Cleaning
    Chiller Chemical Cleaning
    AHU, Condensor Chemical Cleaning
    Chemical Maintenance
    Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
    Degreaser & Floor Cleaner Plant
    Oli industri
    Rust remover
    Coal & feul oil additive
    Cleaning Chemical
    Lubricant
    Other Chemical
    RO Chemical
    Hand sanitizer
    Evaporator
    Oli Grease

    BalasHapus