TUGAS
MATA KULIAH INDUSTRI PAKAN
Harum
Ishma Savitri
(23010112130093)
SPESIFIKASI BAHAN BAKU INDUSTRI
PAKAN
1.
Jagung
Produksi jagung pada 2014 ditaksir mencapai 32 s/d 34 juta ton atau
naik sekitar 80 persen dari produksi tahun 2008. Jika produksi tersebut
tercapai, potensi ekspor jagung pada tahun 2014, bisa mencapai 50 persen dari
kebutuhan jagung dalam negeri yakni 16,3 juta ton. Kalau produksi jagung di Indonesia sudah dicapai dua kali lipat dari
kebutuhan dalam negeri maka potensi ekspor jagung bisa mencapai 50 persen
sehingga negara Indonesia sudah mampu mengisi sebagian dari perjagungan
dunia. Produksi jagung dunia sebanyak
612,5 juta ton. Amerika Serikat masih
menguasai produksi yakni mencapai 256,9 juta ton menyusul China yakni 114 juta
ton (Dewan Jagung Indonesia, 2009).
Perbedaan produksi negara-negara produsen jagung tersebut salah satu
keunggulan karena produksi mereka sudah mencapai 8 ton per hektar. Sementara Indonesia masih sangat rendah yakni
3,7 ton per hektar.
Produsen jagung terbesar saat ini adalah
Amerika Serikat (38,85% dari total produksi dunia), diikuti China 20,97%;
Brazil 6,45%; Mexico 3,16%; India 2,34%; Afrika Selatan 1,61%; Ukraina 1,44%
dan Canada 1,34%, sedangkan untuk negara-negara Uni Eropa sebanyak 7,92% dan
negara-negara lainnya 14,34%. Total produksi jagung pada tahun 2008/2009 adalah
sebesar 791,3 juta MT. Provinsi penghasil jagung di Indonesia : Jawa
Timur : 5 juta ton; Jawa Tengah : 3,3 juta ton; Lampung : 2 juta
ton; Sulawesi Selatan: 1,3 juta ton; Sumatera Utara : 1,2 juta ton; Jawa
Barat : 700 – 800 ribu ton, sisa lainnya (NTT, NTB, Jambi dan Gorontalo)
dengan rata-rata produksi jagung nasional 16 juta ton per tahun.
Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga
ditanam sebagai pakan (termasuk hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya
(dari bijinya), dibuat tepung (dari butir, dikenal dengan istilah tepung jagung
atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung
tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku
pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam
sebagai penghasil bahan farmasi.
Bulir
jagung, kaya akan karbohidrat, yang sebagian besar
berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh
bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran
amilosa dan amilopektin. Jagung manis diketahui mengandung amilopektin lebih
rendah tetapi mengalami peningkatan fitoglikogen dan sukrosa. Kandungan gizi Jagung per 100 gram bahan adalah
: Kalori 355 Kalori, protein 9,2 gr, lemak 3,9 gr,
karbohidrat 73,7 gr, kalsium 10 mg, fosfor 256 mg,
ferrum 2,4 mg, vitamin A 510 SI, vitamin B1 0,38 mg, air 12
gr, dan bagian yang dapat dimakan 90 %.
2.
Dedak
padi
Dedak
padi merupakan sumber energi bagi ternak yang berbentuk halus jika tanpa
subalan apapun karena sisa dari penggilingan padi. Dedak padi tanpa penambahan
sekam memiliki tekstur yang lebih halus dan memilki bau yang lebih khas
(Maulana, 2007). Pemakaian dedak padi mencapai 20% untuk unggas dan ikan,
sedangkan untuk ruminansia bisa mencapai jumlah 80% dari total ransum (Rasyaf,
1980). Dedak padi yang berkualitas baik mempunyai
protein rata-rata dalam bahan kering adalah 12.4%, lemak 13.6%, dan
serat kasar 11.6%. Dedak padi menyediakan protein yang lebih berkualitas
dibandingkan dengan jagung. Dedak padi kaya akan thiamin dan sangat tinggi
dalam niacin.
Abu
(%)
|
Protein(%)
|
Lemak
(%)
|
SK
(%)
|
ADF
(%)
|
NDF
(%)
|
BETN
(%)
|
13.58±1.68
|
13.71±3.19
|
12.07±0.95
|
15.39±8.19
|
-
|
-
|
43.01±12.54
|
Ca
(%)
|
P(%)
|
TDN
(%)
|
DE
(Mcal/kg)
|
DP
(%)
|
ME
(Mcal/kg)
|
Nelc
(Mcal/kg)
|
0.08
|
1.59
|
71
|
2.67
|
9.5
|
2.4
|
1.3
|
3.
Ubi
Kayu
Indonesia termasuk negara penghasil
ubi kayu terbesar ke tiga di dunia (13.300.000 ton), setelah negara Brazil
(25.554.000 ton), dan Thailand (13.500.000 ton), disusul negara-negara, seperti
Nigeria (11.000.000 ton), dan India (6.500.000 ton) dari total produksi dunia
sebesar 122.134.000 ton per tahun (Bigcassava.com, 2007). Berdasarkan
kontribusi terhadap produksi nasional terdapat sepuluh propinsi utama penghasil
singkong yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi
Tenggara, Maluku, Sumatera Selatan dan Yogyakarta yang menyumbang sebesar 89,47
% dari produksi nasional, sedangkan dari propinsi lainnya sekitar 11-12 %
(Agrica, 2007).
Gaplek, Salah satu produk dari singkong yang paling
terkenal adalah Gaplek (dried cassava chips), yaitu singkong segar yang dikupas, dipotong kecil-kecil, dicuci,
dicacah dan dikeringkan atau dijemur, untuk selanjutnya dapat diproses lagi
menjadi beberapa produk turunan. Selain itu ada Pelet, yang dibuat dari umbi
singkong kering yang digiling dan dibentuk menjadi bentuk silinder dengan
panjang sekitar 2–3 cm dan diameter sekitar 4–8 mm. Dibandingkan dengan gaplek,
pelet memiliki beberapa kelebihan yaitu kualitas lebih seragam, mudah
disimpan. Limbah yang dihasilkan dari pengolahan singkong juga cukup
beragam, seperti : bonggol umbi (sisa pembuatan tape), kulit dan onggok (limbah
industri tapioka), dan daun singkong.
Onggok, Di Indonesia, limbah berbentuk onggok banyak
digunakan sebagai bahan pakan sapi potong, karena dianggap penggunaan limbah
onggok dapat menekan biaya produksi. Namun seiring dengan berkembangnya waktu,
permintaan onggok sebagai pakan semakin meningkat, akibatnya harga onggok
terus melambung. Nilai nutrien singkong tidak terlalu tinggi, namun cukup
baik sebagai pakan ternak sapi karena merupakan bahan pakan sumber karbohidrat
mudah larut dan diserap oleh tubuh. Melalui fermentasi nilai nutrien
singkong dapat ditingkatkan.
Tepung Singkong, Hasil penelitian
membuktikan bahwa pemberian pakan yang mengandung tepung singkong afkir sebesar
50 dan 60% pada sapi jantan lepas sapih mampu menghasilkan PBB sebesar 0,76 dan
0,81 kg/ ekor/hari. Pakan diberikan sebanyak 3,5 % berat badan (BB) berdasarkan
bahan kering (BK) dengan imbangan 20% jerami kering dan 80% pakan penguat,
sedangkan bahan pakan yang lain adalah dedak padi, bungkil kopra, bungkil inti
sawit, dan mineral. Hasil analisis
ekonomi menujukkan bahwa penggunaan singkong afkir sebesar 50% dalam pakan
penguat mempunyai nilai RC ratio 1,83 sedangkan pada pemberian singkong afkir
sebesar 60% mempunyai nilai RC ratio yang lebih tinggi yakni sebesar 2,20.
4.
Pollard
Pollard adalah hasil sisa
penggilingan dari gandum yang dapat digunakan sebagai pakan ternak, kaya akan
protein, lemak, zat-zat mineral dan vitamin-vitamin dibandingkan dengan biji
keseluruhan, akan tetapi banyak mengandung polikasarida struktural dalam jumlah
yang banyak. Kandungan BK, BO dan PK dari pollard adalah BK 90,10%, BO 95,73% , PK 17,98%. Pollard
memiliki kandungan BK 100%, abu 4,9%, LK 52,3%, SK 7,7%, BETN 16,4%, dan PK
18,7% (Hartadi et al., 1993).
5.
Tepung
ikan
Tepung
ikan merupakan salah satu bahan campuran untuk ransum yang banyak digunakan
karena dianggap tepung ikan memiliki kandungan protein tinggi dan mudah
didapat. Tepung ikan merupakan sumber protein yang cukup penting untuk campuran
pakan ternak yang berfungsi untuk penggemukan (Yuningsih, 2002). Tepung ikan
selain sebagai sumber protein dengan asam amino yang baik juga merupakan sumber
vitamin dan mineral (Pujiati, 2010). Tepung ikan memiliki kandungan BK 86%, abu
20,7%, LK 6,8%, SK 2,2%, BETN 3,7%, dan PK 52,6% (Hartadi et al., 1993).
Jakarta, Senin (5/01/2015) Dirjen Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Perikanan (KKP) Saut P Hutagalung mengungkapkan di tahun 2014
saja impor tepung ikan Indonesia cukup besar. Nilainya mencapai US$ 480 juta
atau Rp 5,7 triliun. Saut menjelaskan kebutuhan tepung ikan di tahun 2014
sebesar 90.000 ton. Jumlah volume tepung ikan yang diimpor selama tahun 2014
sebesar 80.000 ton atau hampir 90% dari total kebutuhan. Untuk menekan impor
pakan ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) rencananya akan membangun
10-11 industri produksi tepung ikan. Industri-industri tepung ikan akan
dibangun di dekat sentra industri pengolahan ikan. Total potensi produksi lestari (maximum
sustainable yield/MSY) sumber daya ikan laut Indonesia 6,5 juta ton per tahun.
Tahun 2010 total produksi ikan laut 5,1 juta ton. Total MSY ikan perairan tawar
0,9 juta ton per tahun dan baru dimanfaatkan 0,5 juta ton.
6.
SBM
(Soybean Meal) atau Bungkil kedelai
Soyabean
Meal merupakan hasil ekstraksi dari kedelai, dimana minyak kedelai atau
lecithin dikeluarkan dan merupakan by product dari kedelai itu sendiri. SBM
Soyabean Meal berbentuk serbuk dan mempunyai aroma yang harum. Soyabean meal
digunakan pada pakan untuk hampir semua jenis ternak. Mulai dari pakan ayam
sampai pakan sapi. SBM Soyabean Meal memiliki kandungan protein beragam. pada
soyabean meal India kandungan protein berada dikisaran 44%. sedangkan pada
soyabean meal Argentine kandungan protein bisa mencapai kandungan protein
47%. . Energi metabolisme
bungkil kedelai antara 2.825-2.890 kkal/kg (Suharno, 1998). Bungkil kedelai
kualitas satu memiliki kadar air maksimum 12%, kadar abu maksimum 7%, kadar PK
minimum 46%, kadar lemak maksimum 3,5%, dan kadar SK maksimum 6,5% (Departemen
Pertanian, 1997). Bungkil kedelai memiliki supplementary
effect (saling melengkapi) yang sangat baik dengan tepung ikan dan jagung.
Bungkil kedelai tidak mengandung antitripsin sebab telah melalui proses
pemanasan. Kelemahannya adalah kandungan metionin dan sitin agak rendah.
Penggunaan bungkil kedelai dalam pakan maksimal 30% (Yaman, 2010). Harga SBM sekitar Rp. 5.000/kg dengan minimal order 50
kg
7.
Bungkil
Kacang Tanah
Goitergens
adalah antinutrisi yang terkandung dalam kacang tanah. Anti nutrisi ini dapat
mengakibatkan thyroid membesar. Perlakuan panas dan pemberian yodium (I) yang
cukup merupakan yang baik untuk menanggulangi masalah anti nutrisi ini. Kacang
tanah mempunyai sifat pencahar, sehingga perlu pembatas dalam penggunaanya
dalam ransum. Uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, dan bau dapat
dipakai untuk mengetahui kualitas kacang tanah yang baik (Richana et al., 2004). Butir kacang tanah yang
rusak adalah biji kacang tanah yang berlubang bekas serangan hama, pecahnya
karena mekanis, biologis fisis dan enzimatis, seperti kecambah, busuk bau tidak
disukai berubah warna maupun bentuk (SNI Kacang Tanah, 1995). Biji kacang tanah
terkandung Abu 7,2% Lemak Kasar 2,8%, Serat Kasar 12,8%, BETN 20,9% dan protein
kasar 56,3% (Hartadi, 1980).
8.
Bungkil
kelapa
Bungkil
kelapa dapat diolah sebagai bahan pakan dan banyak terdapat di Indonesia. Pada
tahun 2004, luas areal pertanaman kelapa sebesar 3.872 ribu hektar terdiri atas
Perkebunan Rakyat seluas 3.760 ribu hektar (97,07%), Perkebunan Besar Negara
seluas 5 ribu hektar (0,14%), dan Perkebunan Besar Swasta seluas 107 ribu
hektar (2,79%). Sedangkan untuk produksi kelapa (equivalent kopra) tahun
2004 sebesar 3.304 ribu ton terdiri dari perkebunan rakyat sebesar 3.191 ribu
ton (82,39%), perkebunan besar negara 4 ribu ton (0,10%) dan perkebunan besar
swasta 109 ribu ton (2,81%). (Ditjenbun, 2004).
9.
Kulit
Kacang Tanah
Kulit
kacang tanah memiliki komposisi sekitar 20 – 30% dari buah kacang tanah (Muri et al., 2008). Kulit merupakan jerami
atau hijauan kering. Limbah ini dijadikan sebagai litter kandang untuk ternak
unggas. Kulit kacang tanah juga bisa dgunakan sebgai bahan bakar, bahan
pembenah tanah, dan masih cukup baik sebagai campuran pakan (Susanti, 2009).
10.
Tongkol
jagung
Janggel
atau tongkol jagung merupakan bagian dalam yang berserat dari pembungkus biji jagung darimana biji jagung diambil kosong. Tongkol
berbentuk batang berukuran cukup besar, sehingga tidak dapat dikonsumsi ternak
jika diberikan langsung, oleh karena itu untuk memberikannya perlu penggilingan
terlebih dahulu (Suhartanto et al., 2003). Tongkol jagung merupakan
sumber energi bagi ternak. Tongkol jagung memiliki kandungan BK 76,6%, PK 5,6%
LK 1,57%, dan SK 25,55% (Wahyono dan Ruly, 2004)
11.
Sagu
Tepung sagu
dapat diolah untuk kebutuhan pakan ternak sehingga komponen impor bisa
berkurang. Sekitar 2 juta hektar tanaman sagu di dunia ini, 1 juta hektar
berlokasi di Indonesia dan berpotensi menghasilkan sekitar 3.5juta ton tepung
sagu. Lokasi utama penghasil sagu di Indonesia antara lain tersebar di Irian
Jaya sekitar 800.000 hektar, Maluku sekitar 50.000 hektar, Sulawesi 30.000
hektar, Kalimantan 45.000 hektar, Sumatera 72.000 hektar, dan sekitar 2.000
hektar di pulau jawa. (Ilmu Tanah UGM, 2006).
12.
MBM
Tepung daging dan tulang
MBM merupakan tepung daging dan tulang yang dibutuhkan dalam
formulasi konsntrat pakan ternak. Kadar protein kasar yang terdapat di Meat and
bone meal (MBM) mencapai 50,04%. Harga MBM sekitar Rp 6.500/kg dengan
minimal order 50 kg
13.
Tepung
cangkang telur
Kandungan
yang ada didalam tepung cangkang telur terdapat Ca yang sangat tinggi yaitu sebesar
95%, dan tepung cangkang telur merupakan sumber mineral bagi ternak. Cangkang
telur tersusun dari 94% CaCO3, 1% MgCO3,
1% CaPO4 sisanyan adaalah bahan organik (Hintono,
1995). Cangkang telur memiliki kandungan serat kasar yang tinggi yakni 15%, kandungan
serat kasar yang tinggi dapat menguntungkan karena dapat memicu gerak
peristaltic usus (Lukiwati et al., 2008).
14.
DDGS
Distiller’s Dried Grains with Solubles (DDGS)
adalah produk ikutan dari penggilingan kering dan industri etanol setelah etanol
dan CO2 dihilangkan. Dari 25,4 kg (1 bushel) jagung, dihasilkan sekitar 7,7 kg
DDGS. DDGS menawarkan kesempatan untuk mengurangi harga pakan ternak dan
tersedia melimpah pada tahun-tahun mendatang. DDGS telah dipasarkan di banyak negara
dengan kualitas sebagai berikut: kadar protein 27%, lemak 9 – 10%, serat <
7%. Walaupun DDGS digunakan terutama untuk ruminan, sekarang pemakaian yang
lebih banyak untuk babi dan unggas dan akhir-akhir ini untuk akuakultur. Studi
dari Universitas Arkansas menunjukkan bahwa nilai energi metabolis DDGS untuk
ayam adalah 2850 kkal/kg. Dilaporkan bahwa DDGS dapat dimasukkan sebanyak 15%
dalam pakan broiler. Pada pakan babi, energi tercerna dan metabolis DDGS sama dengan
jagung dan jauh lebih tinggi dari apa yang telah dilaporkan oleh NRC 1998. DDGS
merupakan sumber protein, lemak, fosfor, energi yang baik untuk sapi perah.
DDGS dapat dimasukkan sampai 20% di dalam ransum tanpa mengurangi konsumsi, produksi
susu dan persentase lemak dan protein. Untuk sapi potong, dapat digunakan sebagai
sumber energi dan pemberian 40% dalam pakan menghasilkan performans pertumbuhan
dan karkas serta kualitas daging yang sangat baik. Untuk akuakultur, DDGS dapat
digunakan sampai 30% untuk ikan air tawar seperti ikan lele dan nila dan sampai
20% untuk ikan laut trout dan 10% untuk udang. Tetapi dalam memformulasi suatu
pakan yang memakai DDGS, beberapa faktor yang menentukan kualitas harus
diperhatikan. Kualitas DDGS dapat bervariasi tergantung pada asal dan kualitas
jagung, kondisi proses terutama suhu dan lama pengeringan dan jumlah bahan
terlarut (soluble) yang ditambahkan ke distiller’s grain (ampas
bijian).(Tangendjaja, 2008)
15.
Sawit
Tanaman
sawit banyak terdapat di Indonesia untuk menghasilkan minyak sawit, limbahnya
berupa bungkil kelapa sawit juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan
pengganti bungkil kedelai. Kelapa sawit selain sebagai penghasil utama minyak
sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) juga sebagai penghasil limbah
dan produk samping terbesar, seperti limbah pelepah daun kelapa sawit dan
bungkil inti sawit, lumpur sawit (sludge), serabut perasan buah sawit,
tandan kosong dan cangkang (Corley, 2003). Biomasa atau produk samping yang
dihasilkan tanaman dan pengolahan kelapa sawit untuk setiap satu satuan luas
tanaman kelapa sawit (ha) dalam setahun adalah 10.011 metrik kg bahan kering
(Manti et al, 2003). Indonesia merupakan produsen minyak sawit kedua
terbesar dunia setelah Malaysia dengan total produksi 9,9 juta ton pada 2003.
Areal penanaman kelapa sawit Indonesia terkonsentrasi di lima propinsi yakni
Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Jambi dan Aceh. Areal
penanaman terbesar terdapat di Sumatera Utara (dengan sentra produksi di
Labuhan Batu, Langkat, dan Simalungun) dan Riau. Pada 1997, dari luas areal
tanam 2,5 juta hektar, kedua propinsi ini memberikan kontribusi sebesar 44%,
yakni Sumatera Utara 23,24% (584.746 hektar) dan Riau 20,76% (522.434 hektar).
Sementara Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Jambi dan Aceh masing-masing
memberikan kontribusi 7% hingga 9,8%, dan propinsi lainnya 1% hingga 5%.
(Ditjenbun, 2004).
16.
Garam
Berdasarkan
hasil praktikum, garam dapur memiliki warna putih, berbentuk serbuk, memiliki
aroma yang khas, teksturnya kasar dan garam dapur berfungsi sebagai sumber
mineral bagi ternak. Garam dapur merupakan sebagai bahan campuaran bahan pakan
bukan sebagai bahan utama. Menurut Haryadi (2008) dalam penelitiannya komposisi
pemberian garam dapur dalam ransum terhadap kualitas karkas ayam broiler hanya
sebesar 0,15% dari 100% bahan pakan ransum karena apabila diberikan dalam
komposisi lebih banyak maka ayam broiler tersebut akan mengakibatkan dampak
negatif bagi kelangsungan hidup ayam tersebut. Hal ini diperkuat oleh
pernyataan Hartadi et al. (1990) yang menyatakan garam dapur tidak
meiliki kandungan nutrien dalam bahan penyusun pakan yaitu CP sebesar (0%), ME
(0 Kkal/kg), Ca (0%) dan Pav sebanyak (0%)
OMZET INDUSTRI PAKAN NASIONAL TAHUN
2014
Pertumbuhan industri pakan ternak pada 2014 berpotensi
melambat seiring dengan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
Serikat yang mempengaruhi pembelian bahan baku. Faiz Achmad, Direktur Industri
Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Kementerian Perindustrian, mengatakan kondisi
tersebut diperkirakan dapat menekan kinerja pertumbuhan industri pakan ternak
dari 15% menjadi 12%.
Salah satu industri pakan yang
ada di Indonesia mengalami penurunan angka keuntungan di tahun 2014. Industri
tersebut adalah PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA). JAPFA tertekan oleh
pembengkakan beban tahun lalu. Hal ini membuat laba bersih produsen pakan
ternak ini anjlok 44,16% menjadi Rp 332,4 miliar tahun 2014, dibanding Rp
595,25 miliar di tahun 2013.
Dalam laporan keuangan tahun 2014 yang dirilis perseroan,
Kamis (26/2), JPFA membukukan penjualan Rp 24,5 triliun atau tumbuh 14,5% dari
periode sama tahun 2013 Rp 21,4 triliun. Penjulan pakan ternak perseroan tumbuh
5,7% menjadi Rp 10,22 triliun, penjualan peternakan tumbuh 23,2% menjadi Rp 8,5
triliun, sementara penjualan anak ayam umur sehari turun 14,28% menjadi Rp 1,2
triliun. JPFA memiliki penjualan dari segmen usaha peternakan sapi yang tumbuh
56,3% menjadi Rp 1,36 triliun.
Namun, beban pokok penjualan JPFA membengkak 17,9%
menjadi Rp 21 triliun. JPFA mengalami peningkatan biaya bahan baku sebesar
16,4% menjadi Rp 18,4 triliun. Biaya pabrikasi juga meningkat 17,3% menjadi Rp
1,8 triliun. Hal ini membuat laba kotor perseroan turun 5,5% di angka Rp 3,4
triliun. Selanjutnya JPFA mengalami kerugian kurs mata uang asing sebesar Rp
77,58 juta, turun 75,5% dari periode sama tahun sebelumnya. Meski demikian,
beban penjualan JPFA naik 24,5% menjadi Rp 522,4 miliar, beban bunga meningkat
36,1% menjadi Rp 694 miliar, serta beban umum dan administrasi naik 16,42%
menjadi Rp 1,63 triliun. Dengan demikian, laba per saham JPFA tahun 2014 menjadi Rp 31, turun
dari Rp 56 di tahun 2013.
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, I.K. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan Ke-1.
Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor. Hal : 319 -320.
Richana,
N., P. Lestina, dan T. T. Irawadi. 2004. Karakterisasi Lignoselulosa dari
Limbah Tanaman Pangan dan Pemanfaatannya untuk Pertumbuhan Bakteri RXA III-5
Penghasil Xilanase. J. Penel. Pert. Tan. Pangan 23(3) : 171-176.
Sistanto. 2010. Penggunaan Daun
Pepaya (Carica papaya L.) dalam
Ransum untuk Meningkatkan Kualitas Produksi Ternak Unggas. Jurusan Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas, Bengkulu.
Standar
Nasional Indonesia. 1995. Kacang Tanah. Badan Standarisasi Nasional.
Sudarmono,
A.S. dan Y.B. Sugeng. 2008. Sapi Potong Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Susanti,
S. dan E. Marhaeniyanto. 2007. Kecernaan,
Retensi Nitrogen dan Hubungannya dengan
Produksi Susu Pada Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) yang diberi Pakan Pollard
dan Bekatul. Jurnal Protein. Vol. 15 (2) : 141-147. Fakultas
Peternakan Universitas Tribhuwana Tunggadewi
Wahyono,
D.E. dan Ruly Hardianto. 2004. Pemanfaatan Sumberdaya Pakan Lokal untuk
Pengembangan Usaha Sapi Potong. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Karangploso, Malang.
Damardjati,
D.S., Santosa, B.A., dan Munarso, J. 1990. Studi Kelayakan dan Rekomendasi Teknologi Pabrik Pengolahan
Bekatul. Laporan Akhir. Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi, Subang.
Luh,
S. 1991. Rice Production and Utilization. The AVI Publishing Company, Westport.
Rimbawan
dan Siagian. 2004. Indeks Glikemik Cookies dan Donat Tepung Terigu yang
Disubtitusi Parsial dengan Tepung Bekatul. [Skripsi]. IPB. Bogor.
Rukmana
R. 1997. Usaha Tani Jagung. Yogyakarta: Kanisius
Tangendjaja,
B. 2008. Distiller’s Dried Grains with Solubles (DDGS) untuk Pakan. WARTAZOA 18 (3) :137-149
terim kasih pembahasannya. jika anda butuh bahan baku pakan ternakbisa mampir ke http://nusfeed.id
BalasHapusApabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical,oli industri, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan konsultasi kepada Anda mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.
BalasHapusSalam,
(Tommy.k)
WA:081310849918
Email: Tommy.transcal@gmail.com
Management
OUR SERVICE
Boiler Chemical Cleaning
Cooling tower Chemical Cleaning
Chiller Chemical Cleaning
AHU, Condensor Chemical Cleaning
Chemical Maintenance
Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
Degreaser & Floor Cleaner Plant
Oli industri
Rust remover
Coal & feul oil additive
Cleaning Chemical
Lubricant
Other Chemical
RO Chemical
Hand sanitizer
Evaporator
Oli Grease